Kota Mudik
Rakhmat Hidayat ;
Dosen Sosiologi Perkotaan
Universitas Negeri Jakarta (UNJ); Ketua Laboratorium Sosiologi (LabSos) UNJ
|
KORAN
SINDO, 11 Juli 2015
Beberapa hari ke depan Jakarta dan
beberapa kota besar lainnya akan menjadi kota lengang seiring dengan mudiknya
warga Jakarta ke berbagai kota di Indonesia. Berdasarkan catatan Polda Metro
Jaya, tahun ini diperkirakan lebih dari 9 juta warga Jakarta akan melakukan
tradisi mudik ke berbagai daerah. Jumlah ini meningkat sebanyak 12,8%
dibandingkan dengan musim mudik tahun lalu. Artinya, sepertiga warga Jakarta
tahun ini akan mudik. Paling tidak diperkirakan selama satu minggu setelah
lebaran Idul Fitri Jakarta akan menjadi kota antimacet.
Warga yang tidak mudik akan
menikmati dengan sepuasnya jalanjalan di Jakarta. Tidak terdengar lagi suara
klakson mobil dan motor yang menderu-deru. Sesaat kita tak lagi melihat
perilaku-perilaku kasar dan beringas bagaimana menembus jalanan Jakarta yang
sangat semrawut tersebut. Sebuah fenomena tahunan yang menjadikan kota ini
istirahat sejenak dari gegap gempita ancaman kemacetan total.
Berbagai kantor swasta, pemerintah
maupun industri akan libur sejenak selama liburan lebaran. Fasilitas
pelayanan publik akan rehat sejenak dalam rangka merayakan Idul Fitri. Di
sisi lain, jutaan warga Jakarta akan secara masif berpindah untuk sementara
waktu ke berbagai daerah di Indonesia.
Mereka meninggalkan ingar-bingar
Jakarta untuk merayakan dan berbagi kebahagiaan bersama keluarga tercinta di
kampung halamannya. Mereka lepas dari rutinitas ala Jakarta yang mengekang
mereka, berangkat pagi dan pulang malam dengan berjam-jam di jalanan.
Fenomena
Universal
Fenomena mudik sebenarnya bukan
hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini juga terjadi di beberapa negara
lainnya. Di Prancis misalnya, umat Islam yang minoritas juga banyak melakukan
mudik ke negara asalnya. Muslim di Prancis sebagian besar berasal dari
Aljazair, Maroko, Tunisia, Turki, dan beberapa negara Afrika lainnya.
Meski dilahirkan dan dibesarkan di
Prancis, mereka merayakan Idul Fitri di negara leluhurnya. Pelaksanaan puasa
sering kali bersamaan dengan liburan musim panas. Pada liburan musim panas,
anak-anak sekolah libur selama lima minggu. Banyak juga karyawan yang
menggunakan jatah cutinya selama liburan musim panas.
Bahkan, mereka pulang kampung
negara leluhurnya untuk melaksanakan ibadah puasa. Di kampung halamannya,
mereka berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga besarnya seperti orang
tua, kakek/nenek, dan keluarga lainnya. Bagi muslim yang berkecukupan, mereka
mudik menggunakan pesawat terbang.
Sementara keluarga yang terbatas
keuangannya, mereka menggunakan mobil pribadi dengan melalui jalur kapal laut
selama dua hari di perjalanan. Mereka menggunakan jalur pelabuhan di
Marseille untuk menyeberang ke Aljazair, Maroko, maupun Tunisia. Mereka yang
membawa mobil pribadi dapat berkeliling bersilaturahmi dengan keluarga besar
di kampung halamannya.
Menariknya, warga Prancis yang
mudik membawa mobil memasang bagasi tambahan di atas mobilnya. Kondisi ini
tidak jauh beda dengan warga Indonesia yang mudik menggunakan mobil pribadi.
Beberapa hari setelah Idul Fitri, mereka kembali ke Prancis.
Di Malaysia, tradisi mudik lazim
disebut balik kampong. Setiap tahunnya kegiatan ”Balik Kampung” juga menjadi
tradisi warga negeri jiran ini terutama mereka yang bekerja di kota besar
seperti Kuala Lumpur yang kembali ke kampung halamannya.
Tradisi mudik juga dilakukan warga
Bangladesh dan Pakistan. Bahkan, di dua negara tersebut kondisi mudik
warganya tidak jauh berbeda dengan warga Indonesia dalam menggunakan
transportasi publik, seperti kereta api. Di beberapa tayangan televisi,
ribuan warga dua negara tersebut berjejal dan tumpah ruah menggunakan sarana
kereta api.
Perspektif
Ruang Sosial
Sementara ditinggal warganya,
Jakarta menjadi ruang sosial yang nyaman, kondusif, lebih humanis dan tentu
saja sangat manusiawi bagi warganya. Meski lengang dan sepi, itu menjadi
penting bagi berlangsungnya metabolisme kehidupan Jakarta itu sendiri. Dalam
satu tahun, Jakarta memang memerlukan waktu rehat sejenak untuk menyusun
kembali energi baru dinamika kehidupan warga kotanya.
Meski hanya berlangsung satu minggu
selama liburan Idul Fitri, maknanya terasa sangat penting terhadap
keberlangsungan kota Jakarta itu sendiri. Sesungguhnya, selain momentum Idul
Fitri, Jakarta juga menjadi sedikit lebih lengang karena momentum liburan
Natal dan Tahun Baru. Apalagi, momentum tersebut bersamaan juga dengan
liburan sekolah.
Meski jumlahnya tak sefantastis
dengan fenomena Idul Fitri, fenomena itu membuat warga Jakarta lebih
menikmati sarana transportasi dibandingkan hari-hari biasa. Kemacetan dan
dinamika Jakarta selama liburan tersebut akan pindah ke berbagai kota di
Indonesia. Kota-kota dan kampong-kampung di daerah akan bergeliat dan penuh
dengan dinamikanya.
Kehidupan akan berpindah di
kota-kota para pemudik. Macetnya Jakarta untuk sementara akan pindah di
daerah-daerah tempat para pemudik. Di berbagai daerah, pelat nomor kendaraan
pribadi dipastikan akan dipadati pelat nomor B (Jakarta). Hal yang positif
juga adalah terjadi perputaran uang di daerah selama mudik berlangsung. Kota
di daerah akan menjadi ruang perputaran kapital yang signifikan selama mudik.
Maklum, para pemudik membelanjakan
uangnya untuk berbagai kebutuhan selama mudik. Di kota-kota pemudik, berbagai
ATM akan dipenuhi dengan antrean panjang warga pendatang. Berbagai mal, pusat
perbelanjaan, dan pusat hiburan akan dipenuhi dengan warga pendatang.
Mereka membelanjakan uangnya
dengan mengunjungi berbagai pusat wisata dan hiburan, menikmati suguhan
kuliner khas kampung halamannya, ataupun membeli oleholeh untuk kerabat dan
relasi di Jakarta. Kota-kota pemudik akan mengalami geliatnya selama tradisi
mudik tersebut. Pada level ini, kita sebenarnya dapat berharap bahwa pusat
pertumbuhan akan bergerak secara masif di berbagai kota yang lain.
Tidak lagi bertumpu pada Jakarta
yang sudah melebihi kapasitasnya. Pertumbuhan kota ini kita harap tidak hanya
berlangsung secara instan selama tradisi mudik tersebut, tetapi juga dapat
berlangsung secara konsisten di luar tradisi mudik tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar