Geliat (Sesaat) Ekonomi Lebaran
Mukhamad Misbakhun ;
Anggota Komisi XI DPR RI
|
JAWA
POS, 13 Juli 2015
PERAYAAN Idul Fitri tidak sekadar dimaknai sebagai salah
satu ritual besar dalam tradisi keislaman. Lebaran juga tergambar sebagai aktivitas
sosial kemasyarakatan yang menyisakan fenomena ekonomi yang cukup signifikan.
Betapa tidak, bahkan sejak awal dimulainya ibadah puasa, aktivitas ekonomi
sudah mengalami pergerakan, merangkak naik hingga membubung menjelang
Lebaran.
Ritualitas keagamaan telah terkemas secara komersial.
Perayaan kesuksesan dalam menjalani ujian puasa diiringi hiruk pikuk ekonomi
transaksional. Pada gilirannya, kebutuhan mengalami peningkatan seiring
dengan penyebaran dana di masyarakat. Faktor sosiokultural telah memengaruhi
peningkatan konsumsi di mana Lebaran menjadi variabel penting penggerak
ekonomi.
Potensi Pertumbuhan
Secara teoretis, geliat ekonomi dipengaruhi tingkat
pendapatan masyarakat. Momentum Idul Fitri terkonversi dalam laku
sosiokultural sekaligus kebijakan yang berimplikasi pada pendapatan ekonomi.
Beberapa implikasi tersebut bisa dilihat dari berbagai aspek.
Pertama, kebijakan pemerintah. Kenaikan harga direspons
dengan kebijakan pembayaran gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil, Polri, dan
TNI. Pihak swasta dan elemen masyarakat pun tidak lupa berkontribusi dalam
pemberian tunjangan hari raya (THR). Libur kerja, cuti Lebaran, serta liburan
sekolah juga menambah potensi transaksi.
Kedua, penyebaran dana. Bank Indonesia (BI) telah
mengantisipasi kemungkinan penyebaran dengan langkah positif berupa
penyediaan uang tunai sebesar Rp 125 triliun, lebih tinggi daripada tahun
sebelumnya yang mencapai Rp 118 triliun (14,7 persen setiap tahun). Angka itu
menunjukkan tingginya daya konsumsi masyarakat yang ditandai dengan adanya
lonjakan permintaan sejak awal Ramadan di berbagai sektor.
Ketiga, redistribusi pendapatan. Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) telah memperkirakan jumlah pemudik 2015 mencapai 20.002.724 jiwa.
Angka tersebut meningkat 1,96 persen dari tahun sebelumnya (19.618.530 jiwa).
Peningkatan jumlah itu menyebar di seluruh moda transportasi. Pertumbuhan
tertinggi terjadi pada moda transportasi kereta api. Kemenhub juga
memprediksi penggunaan sepeda motor pada mudik Lebaran 2015 meningkat dari
tahun lalu. Masyarakat masih menganggap kendaraan roda dua lebih praktis dan
ekonomis.
Aspek transportasi berjalin erat dengan tradisi mudik
tahunan. Mudik tidak hanya mempertemukan masyarakat dari keterpisahan, namun
juga menjadi ajang perputaran ekonomi itu sendiri. Sentra-sentra ekonomi
terbesar di pusat-pusat pemerintahan, industri, dan perdagangan menyalurkan
transaksi ke segenap wilayah di seluruh Indonesia.
Aktivitas mudik serta arus balik secara langsung
menciptakan perputaran uang yang begitu besar dan cepat ( velocity of money).
BI memprediksi sebaran uang tunai tertinggi terjadi di Pulau Jawa, kecuali
Jakarta, sebesar 32 persen, diikuti Kota Jakarta (29 persen), Sumatera (20
persen), Bali dan Nusa Tenggara (11 persen), serta Kalimantan (8 persen).
Meskipun data BI menunjukkan bahwa sebaran uang tunai
periode Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini masih didominasi
wilayah-wilayah di Pulau Jawa, mudik Lebaran tetap berkontribusi dalam
menciptakan redistribusi pendapatan ke daerah-daerah. Dengan adanya redistribusi
pendapatan, idealnya mudik dapat menimbulkan multiplier effect bagi
keseimbangan pembangunan kota-daerah melalui pertumbuhan investasi dan
pembangunan di daerah.
Kiranya redistribusi juga menjadi bahan untuk menjawab
persoalan ketimpangan distribusi pendapatan. Meski pemerintah sejauh ini
telah berupaya keras mendorong investasi di daerah serta mendukung
terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, warisan model pembangunan
yang terlalu terkonsentrasi pada kota berdampak pada konsentrasi tenaga kerja
dan penduduk.
Maksimalisasi potensi yang tersebut di atas tentu saja
memiliki dampak signifikan. Paling tidak, memicu gairah ekonomi di tengah
kelesuan pertumbuhan menjelang kuartal II 2015. Kebijakan ekonomi yang
diterapkan pihak pemerintah maupun pihak swasta telah memberikan efek yang
besar meski cenderung sesaat. Namun, dalam suasana ekonomi yang sedang
tertekan, kekuatankekuatan yang berada di balik krisis menjadi
termaksimalkan.
Distribusi dan Ketersediaan
Pasokan
Momentum Ramadan dan Idul Fitri telah diantisipasi dengan
baik oleh pemerintah dengan memastikan ketersediaan pasokan kebutuhan
masyarakat. Pemerintah melakukan pemantauan harga di tingkat masyarakat dan
operasi pasar serta sejumlah kebijakan dalam pengendalian harga kebutuhan
pokok. Sejauh ini upaya tersebut cukup berhasil, terutama bila mengacu pada
tren kenaikan harga sejumlah bahan pokok yang relatif stabil dan tidak
terlalu bergejolak.
Kementerian Perdagangan, misalnya, telah melakukan
antisipasi dengan menekan harga daging sapi agar tak melambung tinggi. Salah
satu upayanya ialah mengeluarkan izin impor 29 ribu ekor sapi siap potong
untuk menstabilkan harga daging selama Ramadan dan Idul Fitri.
Dukungan dari sisi regulasi juga turut membantu dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang
Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Meski
pada awalnya mengundang keraguan, sejauh ini perpres tersebut mampu
mengendalikan gejolak harga selama bulan Ramadan.
Karena itu, tindak lanjut upaya tersebut harus dibarengi
upaya monitoring dan pengendalian kelancaran distribusi maupun ketersediaan
barangbarang kebutuhan pokok sehingga potensi kenaikan harga akibat
tersendatnya distribusi dapat dicegah. Untuk tujuan itu, pemerintah sebaiknya
memastikan seluruh jajarannya, baik di pusat maupun daerah, mampu
berkoordinasi dengan para pelaku usaha dalam menjaga kelancaran pasokan.
Tantangan terbesar dari semua itu adalah bagaimana
potensi-potensi ekonomi tersebut juga memberikan manfaat dan nilai tambah
yang jauh lebih besar, melampaui kecenderungan dan geliat sesaat. Tradisi
mudik diharapkan tidak hanya menjadi ajang konsumerisme serta pamer
keberhasilan yang pada akhirnya justru memacu peningkatan urbanisasi. Untuk
itu, diperlukan kesadaran semua pihak agar tradisi mudik dapat dimanfaatkan
sebagai momentum pembangunan daerah.
Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan situasi ekonomi
saat ini dengan mencari celah-celah dari kekuatan ekonomi masyarakat yang
tersembunyi. Ajang pertemuan dengan sanak keluarga dan masyarakat lokal bisa
menghasilkan terobosanterobosan ekonomi baru yang bersumber dari
potensi-potensi kedaerahan masing-masing. Seperti halnya dengan menghimpun
remitansi dalam bentuk uang, barang, atau modal kerja. Sehingga paradigma
ekonomi di daerah bisa lebih menjanjikan ketimbang sekadar berharap pada
sentra-sentra ekonomi di perkotaan.
Kita berharap momentum religiusitas mampu berdampak pada
kehidupan riil masyarakat. Secara khusus, pemerintah dapat memanfaatkan
situasi ini sebagai pendorong dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi 2015 agar
target dalam APBNP 2015 sebesar 5,7 persen dapat tercapai. Pada akhirnya,
bulan Ramadan akan membawa berkah. Tidak hanya berbuah ganjaran pahala bagi
diri pribadi, tapi juga bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Selamat merayakan Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar