Fitrah, Kebinekaan, dan Ukhuwah
Azyumardi Azra ; Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Presiden Asian Muslim Action
Network (AMAN) Bangkok
|
KOMPAS,
16 Juli 2015
Alhamdulillah, Idul Fitri 1 Syawal 1436 H/2015 M kembali
datang setelah sebulan Ramadhan umat beriman berpuasa. Semoga shaimin dan
shaimat berhasil mencapai maqam
(derajat) takwa sesuai tujuan ibadah puasa sehingga Insya Allah dapat
mewujudkan kedamaian Islam rahmatan lil 'alamin, dasar dan asas peradaban
Islam di muka bumi.
Sembari merayakan Idul Fitri, umat Islam patut menyegarkan
kembali ajaran Islam tentang fitrah manusia, kedamaian, kebinekaan, dan
ukhuwah. Ketiganya merupakan faktor penting dalam membangun (kembali)
peradaban Islam secara komprehensif di Indonesia.
Tentang idul fitri, kembali ke fitrah (kesucian), Allah
SWT menjelaskan, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah pada) fitrah Allah yang telah menjadikan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS Al-Rum/30: 30).
Kebinekaan: sunatullah
Perlu diingat, Allah SWT dalam penciptaan manusia sesuai
fitrah tidak membuat semua makhluk-Nya seragam atau monolitik. Umat manusia
Dia ciptakan beragam, bineka, atau berbeda satu sama lain.
Karena itu, di samping kesamaan (commonalities) di antara
umat manusia, kebinekaan adalah kenyataan dan keniscayaan yang tidak bakal
berubah sepanjang masa karena itulah "takdir" Allah SWT bagi
makhluk-Nya. Allah SWT menegaskan, "Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu
Dia jadikan manusia umat yang tunggal [seragam]. Namun, mereka akan tetap
berselisih (pendapat)" (QS Hud/11: 118-119).
Sebab, komonalitas dan perbedaan di antara umat manusia
adalah sunatullah (iron law) yang tidak bisa diubah, perlu penyikapan bijak.
Perbedaan dan kebinekaan semestinya tidak menimbulkan perselisihan,
permusuhan, dan konflik yang menimbulkan kesengsaraan.
Bila perbedaan dan kebinekaan disikapi bijak, ia menjadi
rahmat Allah SWT yang mendatangkan kebaikan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ikhtilâfu ummatî
rahmatun" (perbedaan antar-umatku adalah rahmah). Keterbukaan dan
penerimaan komonalitas dan kebinekaan sebagai rahmat Allah adalah pangkal
persaudaraan keislaman-ukhuwwah Islamiyyah yang kemudian meluas kepada
ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sebangsa) dan ukhuwwah insaniyyah
(persaudaraan sesama manusia).
Ulama menjelaskan ihwal ukhuwah dengan konotasi beragam;
ukhuwwah fi al-'ubudiyyah (persaudaraan
ibadah), ukhuwwah fi al-insaniyyah
(persaudaraan sesama manusia), ukhuwwah fi al-wathaniyyah wa al-nasab
(persaudaraan sebangsa dan seketurunan), dan ukhuwwah fa din al-Islam
(persaudaraan se-Islam).
Ukhuwwah Islamiyyah sangat dibutuhkan umat Islam di mana
pun, termasuk di Indonesia. Hal ini tak lain karena perbedaan pendapat di
antara umat Islam menimbulkan konflik
dan kekerasan yang terus meruyak bahkan sepanjang Ramadhan, di berbagai
belahan dunia.
Namun, penguatan ukhuwwah Islamiyyah saja tidak cukup.
Dalam konteks negara-bangsa, ukhuwah itu kemudian mesti diwujudkan lebih luas
menjadi ukhuwwah wathaniyyah dan ukhuwwah insaniyyah.
Uswah hasanah (keteladanan yang baik) menyangkut ukhuwwah
Islamiyyah dilihat dari sikap kedamaian dan toleransi Nabi Muhammad SAW
ketika membangun masyarakat multiagama
dan multikultural di Madinah.
Ketika Rasulullah SAW membangun negara kota Madinah
(semula bernama Yatsrib) hal pertama yang beliau lakukan adalah
mempersaudarakan kaum Muhajirun dan Anshar. Lalu Nabi mendamaikan
kabilah-kabilah Arab, Yahudi, dan Nasrani yang bertikai. Untuk menjamin
perdamaian di antara berbagai kelompok majemuk, Rasulullah menetapkan Piagam
Madinah (al-Mitsaq al-Madinah) atau Konstitusi Madinah.
Teks Medina Constitution berdasar prinsip Al Quran
menegaskan pentingnya kemanusiaan dan ikatan sosial di antara umat manusia
yang berbeda dan beragam; serta urgensi mewujudkan persaudaraan, persatuan,
dan kerja sama dalam kehidupan sosial guna mencapai kemaslahatan bersama.
Untuk mewujudkan persaudaraan dan persatuan, Piagam
Madinah mencantumkan hak dan kewajiban setiap dan seluruh komunitas atas
dasar kesetaraan kemanusiaan; kesetaraan hak hidup, hak keamanan diri, hak
membela diri, tanggung jawab mewujudkan perdamaian dan pertahanan; serta
kesetaraan hak memilih agama dan keyakinan. Karena substansi demikian
lengkap, Profesor Robert N Bellah, sosiolog agama terkemuka, menyimpulkan,
Piagam Madinah sangat modern.
Itulah salah satu contoh penting dari Rasulullah dalam
membangun ukhuwwah insaniyyah, ukhuwwah wathaniyyah, dan ukhuwwah Islamiyyah.
Dalam praktik aktual Rasulullah SAW, terlihat
prinsip penting menerima komonalitas dan perbedaan, antara lain sikap
lemah lembut, tidak kasar dan keras hati, memaafkan dan musyawarah, dan bila
kesepakatan sudah mantap, selanjutnya bertawakal.
Kedamaian
Salah satu misi utama Islam di muka bumi adalah
menyebarluaskan kasih sayang, kerukunan dan kedamaian (rahmatan lil 'alamin);
tidak hanya sesama manusia, tetapi juga dengan makhluk-makhluk Allah lain,
seperti hewan (hayawanat/fauna), tumbuhan (nabatat/flora), dan benda tak
bergerak (jamadat). Untuk kelangsungan hidupnya, manusia saling membutuhkan;
juga antara manusia dan lingkungan alam. Karena itu, tak patut jika manusia
satu sama lain tidak berusaha
mewujudkan perdamaian dan kedamaian.
Misi perdamaian dan kedamaian Islam tecermin dalam kata
"Islam" yang berarti selamat, sejahtera, aman, dan damai. Tetapi,
menyatakan Islam berarti "salam" (damai) saja tidak cukup.
Setiap Muslim harus membuktikan lewat amal perbuatan,
bahwa Islam dan kaum Muslimin cinta damai dan selalu mengorientasikan diri
menuju Dar al-Salam (negeri damai) dengan cara damai pula. Menegakkan amar
ma`ruf nahyi munkar merupakan perintah Islam; tetapi nahyi munkar harus
dilakukan secara man`ruf, yakni cara yang baik, damai, persuasif, hikmah,
dengan kebijaksanaan; bukan dengan cara mungkar, seperti pemaksaan dan
kekerasan.
Memang ada segelintir Muslim melakukan "aksi
kekerasan 'tidak konvensional' guna menciptakan ketakutan meluas dalam
masyarakat dan menimbulkan korban secara tidak pandang bulu
(indiscriminate)".
Tindakan ini disebut terorisme. Pelaku terorisme mengklaim
tindakannya sebagai jihad fi sabilillah; justifikasi keagamaan atas tindakan
kekerasan jelas keliru. Seluruh ulama sepakat, jihad sah hanya sebagai "bela
diri" (difa`i), bukan agresi (ibtida'i) yang melewati batas. Jihad sah hanya bila dimaklumkan pemimpin dan
ulama otoritatif, bukan oleh segelintir orang.
Bahkan jika jihad terpaksa dimaklumkan, itu pun tidak
boleh karena kemarahan dan kebencian yang membuat para pelakunya mengabaikan
keadilan" (QS Al-Ma'idah 5: 8).
Karena itu, untuk membuktikan Islam sebagai agama
perdamaian, setiap Muslim harus damai dalam dirinya sendiri, tidak dikuasai
hawa nafsu kemarahan dan kebencian. Untuk berdamai dengan dirinya, setiap
Muslim harus berdamai dengan Allah SWT dengan sepenuhnya menyerahkan diri
(taslim) kepada Allah.
Ia harus meninggalkan hawa nafsu angkara murka, merasa
paling benar sendiri, dan memaksa orang lain dengan kekerasan. Hanya
dengan kedamaian dalam diri
masing-masing, perdamaian dan kedamaian di antara manusia dan lingkungan
hidup dapat diciptakan; tanpa kedamaian internal, tidak ada kedamaian
eksternal.
Fitrah, ukhuwah, dan kedamaian adalah pilar-pilar utama
untuk terwujudnya peradaban harmonis dan mulia. Sebaliknya, kekacauan dan
anarki menimbulkan gangguan terhadap kehidupan dan peradaban umat-bangsa dan
kemanusiaan.
Sebab itu, para ulama fiqh siyasah (politik) sepakat
menolak kekacauan dan anarkisme. Bagi para ulama fiqh siyasah,
ketidaktertiban dan ketiadaan hukum, kekacauan, dan anarkisme selain
mengganggu ibadah, juga mengakibatkan kemerosotan dan kehancuran peradaban.
Dengan memahami dan mengamalkan pesan spiritual hakiki dan
substantif Islam tentang fitrah, ukhuwah, komonalitas, dan kebinekaan;
perdamaian dan kedamaian, Insya Allah umat dan bangsa Indonesia dapat
berperan besar membangun peradaban mulia.
Bertanah air negara yang berpenduduk Muslim terbesar di
muka bumi, Muslimin Indonesia wasathiyah memikul amanah mulia berdiri di
depan memajukan peradaban umat-bangsa dan kemanusiaan universal yang harmonis
dan damai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar