Weibull
dan Umar Bin Khattab
Adiwarman A Karim ; Peneliti di Center for Indonesian
Political Studies
(CIPS) Yogyakarta
|
REPUBLIKA, 01 Juni 2015
Waloddi Weibull lahir pada 1887 dari keluarga terpelajar di
Schleswig-Holstein, dekat Denmark. Memulai kariernya sebagai tentara di Royal
Swedish Coast Guard, Weibull kemudian menjelma menjadi peneliti dan guru
besar teknik yang menemukan teori the
Weakest Link. Teori yang menjadi dasar dari berbagai perhitungan
statistik dalam merancang struktur bangunan dan mesin ini diterapkan secara
luas dalam berbagai peralatan militer, bendungan, pipa minyak, dan gas.
Secara mudah, teori ini menjelaskan bahwa kekuatan suatu rantai
terletak pada mata rantai yang paling lemah. Bendungan yang paling kokoh pun
akan hancur bila ada satu titik terlemah di bendungan itu yang bocor. Teori
ini kemudian dikembangkan dalam berbagai ilmu lainnya, termasuk sosial
ekonomi.
Mark Granovetter, guru besar sosiologi Universitas Stanford,
dalam kajiannya, Strength of Weak Ties,
menjelaskan betapa penting mata rantai terlemah dalam distribusi informasi.
Pada era Netizen ini, sebagian besar informasi penting tidak lagi didapat
dari kerabat atau teman dekat, namun dari 'temannya teman' yang terhubung
melalui jaringan media sosial, semisal Facebook. 'Teman di media sosial'
menjadi sumber informasi penting.
Dalam ilmu sastra, Thomas Reid menulis the Intellectual Powers of Man pada 1786 bahwa kekuatan rantai
logika ditentukan oleh mata rantai terlemahnya. Karya Reid ini kemudian
menjadi ungkapan sehari-hari yang sangat populer di Inggris, "the chain is no stronger than its
weakest link".
Ungkapan ini pula yang dijadikan judul salah satu artikel Lenin,
diterbitkan jurnal Pravda pada 1917 yang sangat berpengaruh dalam mengubah
wajah Rusia. Mengabaikan kaum terlemah dalam suatu negeri hanya akan membawa
bangsa yang kuat sekalipun pada titik kekuatan serapuh kaum terlemah.
Dalam ilmu keuangan juga dikenal teori Weakest Link. Banyak lembaga keuangan global raksasa yang
terpuruk ketika krisis keuangan di AS akibat satu saja dari sekian banyak line of business mereka yang merugi
besar. Itulah the weakest link
mereka. Ketika mereka mencoba bangkit dengan melakukan serangkaian aksi
korporasi, pasar tidak memercayainya karena mata rantai terlemah yang menjadi
akar masalah masih belum terselesaikan.
Ramkishen Rajan dan Graham
Bird, masing-masing peneliti Universitas Adelaide dan Univesitas Surrey, dalam
penelitian mereka, "Still the Weakest Link: The Domestic Financial
System in East Asia" menemukan bahwa kebangkitan perekonomian Asia Timur
ditentukan oleh kemampuan memperbaiki mata rantai terlemahnya, yaitu sistem
keuangan domestik negara-negara Asia Timur.
Steven Levitt, guru besar Universitas Chicago, dalam kajiannya "Testing Theories of Discrimination:
Evidence from Weakest Link" membedakan dua hal yang menimbulkan
diskriminasi pada etnis tertentu dalam mendapatkan kesempatan bekerja di AS.
Yang pertama, diskriminasi yang disebabkan tidak meratanya informasi yang
sampai pada etnis tertentu yang disebutnya sebagai information based discrimination. Misalnya, karena sedikitnya
etnis Afro Amerika dan Hispanik yang bekerja di bidang tertentu, etnis ini
tidak mendapat informasi sebanyak etnis lain yang memang banyak bekerja di
bidang tersebut.
Yang kedua, diskriminasi yang disebabkan kecenderungan selera
pada kelompok etnis atau kelompok umur tertentu yang disebutnya sebagai taste based discrimination. Misalnya,
restoran yang menyasar segmen anak muda menyukai mempekerjakan anak muda.
Perusahaan penerbangan yang banyak membawa jamaah umrah Indonesia menyukai
mempekerjakan awak pesawat asal Indonesia.
Kajian ini dapat menjelaskan salah satu faktor mengapa etnis
tertentu banyak yang menjadi pengusaha sukses. Banyaknya kerabat dan teman
yang menjadi pengusaha memberikan mereka keunggulan dalam informasi (information based). Kesamaan etnis
budaya juga memberikan kesamaan selera (taste
based) untuk melakukan interaksi bisnis dalam ungkapan yang terkenal, "people do business with people they
like".
Lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah merupakan infant
industry yang baru saja mengembangkan bisnisnya. Dari perspektif ini, lembaga
keuangan merupakan the weakest link dibandingkan dengan lembaga keuangan dan
bisnis lain yang telah mendominasi perekonomian.
Kemampuannya yang masih dalam fase pengembangan bisnis mendorong
lembaga keuangan dan bisnis syariah menyasar segmen pasar yang belum digarap
oleh lembaga keuangan dan bisnis konvensional. Biaya dana yang tinggi dan
rasio biaya operasi yang masih tinggi mendorong mereka masuk ke segmen yang
mau membayar margin tinggi, yaitu mereka yang tidak dapat masuk ke lembaga
keuangan dan bisnis konvensional. Maka, jadilah the weakest serves the weakest, yang lemah bersama yang lemah,
secarainformation based dan taste based.
Ditambah lagi, regulasi yang sama ketatnya untuk yang lemah
maupun yang kuat. Prinsip regulasi one fits for all ini telah lama dirasakan
tidak tepat dalam memberikan peluang bersaing yang sehat (fair competition). Jean Tirole, guru
besar ekonomi pemenang Nobel 2014, telah menunjukkan perlunya regulasi yang
secara cermat memperhitungkan kekuatan bisnis, khususnya perusahaan besar.
Di sini terasa relevansi teori Waloddi Weibull. The weakest link yang paling berbahaya
adalah weakest link yang ada pada
bendungan yang besar, alat militer yang canggih, pipa minyak, dan gas yang
bertekanan besar. The weakest link
yang berada dalam lembaga keuangan dan bisnis konvensional merupakan yang
paling rentan dan berbahaya. Itu sebabnya dalam teori keuangan dikenal
istilah "too big to fail, too
complex to fail". Pemerintah terpaksa menolong bank yang terlalu
besar untuk dibiarkan bangkrut, konglomerasi keuangan yang terlalu kompleks
untuk dibiarkan bangkrut.
Keadaan di Amerika Latin tidak jauh berbeda. Akan lebih tepat
menolong lembaga keuangan dan bisnis yang kecil dan sehat menjadi besar
dengan regulasi yang sesuai profil bisnis dan profil risiko mereka daripada
terpaksa menolong lembaga keuangan dan bisnis yang besar dari kebangkrutan. Small and beautiful jauh lebih
prospektif daripada lazy fat cat,
begitu ungkapan seorang guru manajemen.
Abu Hafsh Umar bin al-Khattab bin Naufail bin Abdul Uzza
al-Quraisyi RA, pada hari pelantikannya menegaskan keberpihakannya pada
orang-orang yang terlemah. Umar RA berkata, "Demi Allah. Orang yang terlemah di antara kalian akan menjadi
yang terkuat dalam pandanganku sampai aku membuktikan hak-haknya bagiku.
Sementara, orang yang terkuat di antara kalian akan kuperlakukan sebagai yang
terlemah sampai ia mematuhi hukum." ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar