Pertanda
Baru Keberlanjutan Bumi
Siti Nurbaya Bakar ; Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kabinet Kerja
|
KOMPAS, 05 Juni 2015
Hari ini, 5 Juni, kita bersama bangsa-bangsa lain, memperingati
Hari Lingkungan Hidup. Peringatan ini berawal dari Konferensi Lingkungan
Hidup Sedunia I di Stockholm, Swedia, 5 Juni 1972, yang menandai kebangkitan
kesadaran lingkungan warga dunia.
Bertema "Mimpi dan
Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi", peringatan
tahun ini menjadi pertanda baru atas beberapa ukuran. Pertama, dalam
perspektif urusan pemerintah untuk mempertegas pengurusan lingkungan melalui
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kedua, mengupayakan dalam pengelolaan lingkungan atau
environmental governance yang memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan
berkelanjutan.
Menurut William M Lafferty dan James Meadowcroft (1996)
pendekatan lingkungan terkait erat dengan konstitusi dan demokrasi. Artinya
dalam semangat demokrasi kita membangun nilai-nilai yang menghargai
lingkungan dan memasukkannya dalam berbagai kebijakan.
Contoh konkretnya antara lain dengan orientasi partisipasi yang
lebih luas, adopsi kebijakan-kebijakan yang berdimensi lingkungan (greener
policies) serta kaitan antara partisipasi dan greener outcome.
Pertanda politik terjadi ketika Komisi IV DPR pada 25 Mei lalu
menggelar rapat kerja dengan Menteri LHK dengan topik "Pengendalian, Peredaran, dan Perdagangan Satwa yang
Dilindungi". Berlatar kasus burung kakaktua jambul kuning, inilah
kali pertama raker Komisi IV mengambil tema khusus. Hasil raker adalah
sepakat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Menarik mengikuti berbagai pertanda baru dalam subyek lingkungan
di Indonesia. Perhatian publik terhadap lingkungan terkait dengan proses
merasakan atau memahami ancaman terhadap lingkungan, pentingnya perlindungan
lingkungan, dan bagaimana mengintegrasikannya dengan pertumbuhan ekonomi.
Tiga dimensi
Ada tiga dimensi penting dalam mendukung persepsi terhadap
lingkungan, yakni kampanye informasi publik, pengaturan dalam penilaian
terhadap lingkungan, seperti pengaturan harga dan pajak, serta regulasi
lingkungan.
Selain itu, ada harapan atau referensi manusia terhadap
lingkungan yang diukur dengan dua hal: pandangan umum tentang kebijakan
lingkungan termasuk harga yang harus dibayar, serta pajak dan kesediaan
membayar untuk pelestarian lingkungan. Misalnya, penyerahan burung kakaktua
jambul kuning yang sudah dipelihara puluhan tahun kepada negara. Itulah antara
lain "harga" yang harus dibayar sebuah keluarga.
Beberapa isu spesifik lingkungan lain, seperti limbah domestik,
industri, serta kebijakan transportasi dan otomotif, bisa merusak lingkungan
dan mengganggu siklus kehidupan sehari-hari. Interaksi lingkungan dengan
manusia memang bisa berlangsung secara positif dan negatif dalam empat tipe
fungsi interaksi, yaitu: fungsi evaluasi barang dan jasa (positif), fungsi
analisis hazards dan risiko (negatif), fungsi analisis dampak (negatif), dan
fungsi evaluasi manajemen (positif).
Menurut Jose Achache, President of GEO, Bumi merupakan sebuah
sistem yang kompleks dan untuk memahaminya memerlukan data dari berbagai
jaringan observasi dan sistem.
Kita tahu, sistem kebumian pada dasarnya adalah Bumi atau
litosfer atau geosfer yang dihasilkan interaksi antara atmosfer (udara),
hidrosfer (air, samudra, sungai, dan es), biosfer (kehidupan), dan litosfer
(bebatuan, lapis bumi terluar).
Dalam 20 tahun terakhir, ada perubahan mendasar dalam ilmu-ilmu
kebumian dengan adanya lintas komponen kebumian global. Setidaknya terdapat
sembilan isu lintas sektor yang berdampak langsung kepada masyarakat:
pencegahan dan penurunan bencana, kesehatan manusia, pengelolaan energi,
perubahan iklim, pengelolaan air, prediksi cuaca, ekosistem, pertanian, dan
keanekaan hayati.
Contoh tantangan paling utama saat ini adalah pentingnya kita
mendapatkan sumber energi baru, seperti geotermal, biofuel, biomassa atau gas
hidrat. Namun, semua ini butuh dukungan kebijakan pemerintah secara
"berani" seperti percobaan buah nyamplung dan kemiri sunan untuk
biofuel, atau pelet Eucalyptus dan Calliandra sebagai biomassa.
Maka, pemerintah perlu keterampilan baru mengelola lingkungan.
Unsur-unsurnya terdiri dari pengetahuan/keilmuan, keberanian meletakkan
kerangka kerja, hasil dan solusi, pemahaman masalah dalam relevansi sosial
masyarakat, melekat kepada rencana kerja, dan pengaruh pengambil keputusan.
Penanda baru
Langkah penanda baru pertama telah diawali Presiden Joko Widodo
dengan menyatukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penyatuan ini
harus mendorong kepada tata kelola lingkungan dan tata kelola kehutanan yang
"seharusnya" sesuai "environmental manner", yakni fungsi
lingkungan dan interaksi antara manusia dan lingkungan yang tepat. Menurut
David E McNabb (2009) perspektif governance
meliputi politik dan pemerintahan, proses dan kelembagaan, serta proses
pengawasan operasional dalam hubungan dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders). Jadi, governance tidak
hanya merupakan urusan pemerintah, tetapi juga masyarakat dan dunia usaha.
Unsur-unsur penting governance
meliputi suara rakyat dan akuntabilitas pejabat, stabilitas politik dan tidak
boleh ada kekerasan, pemerintahan yang efektif, peraturan yang menjawab
masalah rakyat, dan pengendalian korupsi.
Dengan demikian, tata kelola pemerintahan bidang lingkungan yang
baik dicirikan oleh pengendalian atas penyalahgunaan pemanfaatan sumber daya
alam, mempromosikan pembangunan berkelanjutan, mendorong kepemimpinan lokal
diikuti desentralisasi kekuasaan di tingkat bawah serta membangun kapasitas
lokal, mempromosikan konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara
berkelanjutan, serta implementasi dan evaluasi kepada berbagai konvensi
internasional.
Demikian pula, bangunan konsep kewilayahan ataupun
kemasyarakatan, dalam kehidupan ekonomi dan politik, diletakkan dalam
kerangka struktur lingkungan. Penekanan ditegaskan dalam hubungan manusia dan
ekosistem di mana mulai diperkenalkan peralihan dari sistem linier ke sistem
sirkuler. Artinya selalu ada siklus dalam suatu persoalan. Begitulah cara
pandang dimensi lingkungan.
Dengan dasar-dasar pemahaman prinsip-prinsip tata lingkungan
yang baik, Kementerian LHK terus berupaya mengelola segala persoalan
lingkungan dan kehutanan yang kompleks dan dalam areal geografis yang begitu
luas, melalui pendekatan kerja yang konseptual dan berprinsip kehati-hatian.
Organisasi Kementerian LHK saat ini sudah dimantapkan, terdiri
dari 18 unit kerja eselon I, 86 unit kerja eselon II, 315 unit kerja eselon
III, dan 769 unit kerja eselon IV. Organisasi baru dan pendekatan baru ini
siap menjemput harapan publik dalam pemerintahan Presiden Jokowi.
Kasus kakaktua jambul kuning membuktikan bahwa masyarakat bisa
menaruh kepercayaan kepada pemerintah. Tinggal bagaimana pemerintah
mengelolanya. Untuk lingkungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar