Jika LV Tak Mewah Lagi
Chandra Budi ; Bekerja di Ditjen Pajak
|
KORAN TEMPO, 22 Juni 2015
Menteri Keuangan
Bambang Brodjonegoro akan membebaskan barang kena pajak yang tergolong mewah
selain kendaraan bermotor (11 Juni 2015). Alasannya, untuk meningkatkan daya
beli masyarakat di tengah gejala perlambatan ekonomi, mendorong industri
dalam negeri, dan mengurangi kecenderungan masyarakat untuk membeli barang di
luar negeri.
Nah, salah satu barang
kena pajak yang dibebaskan dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)
tersebut adalah aneka tas bermerek terkenal, di antaranya tas Louis Vuitton (LV).
Dengan kebijakan pembebasan PPnBM ini, artinya harga tas LV akan lebih murah
dibanding sebelumnya. Namun apakah semakin banyak masyarakat Indonesia yang
akan membeli tas ini di dalam negeri?
Untuk kasus tas LV
atau barang kena pajak bermerek lainnya, tampaknya logika tersebut tidak
sepenuhnya benar. Segmentasi pembeli atau penggemar tas bermerek sangatlah
kecil. Harga tas LV sangatlah mahal apabila diukur dari pendapatan per kapita
orang Indonesia. Harga satu tas LV merek Bowling Mon Ex N91105 dapat mencapai
Rp 296,4 juta. Yang paling murah, berdasarkan catatan pemohon value added tax
(VAT) for tourist, sebesar Rp 77,35 juta dengan merek Pette Malle Epi.
Artinya, dapat saja pembebasan PPnBM khusus untuk tas bermerek akan dinikmati
oleh segelintir orang kaya tertentu saja.
Pembelian tas LV tidak
hanya dapat dilakukan di luar negeri, seperti dugaan banyak orang. Justru
orang asing-terutama warga negara-negara ASEAN--banyak membeli tas LV di
Indonesia. Selain harganya hampir sama dengan di luar negeri, Indonesia telah
menyediakan fasilitas tax refund for tourist sebagaimana layaknya negara
lainnya. Administrasi pelayanan VAT refund membuktikan bahwa, sejak akhir
tahun lalu, kecenderungan jumlah klaim VAT refund semakin meningkat, baik
secara kuantitas maupun nilai rupiahnya. Selama April-Juni 2015 saja, sudah
ada empat klaim dengan nilai cukup signifikan, hingga ada yang mencapai Rp
29,6 juta per klaim. Setelah dilakukan pengecekan di website resmi LV di
mancanegara, harga LV antarnegara tidaklah berbeda jauh. Contohnya, tas LV
merek Petite Malle Epi di Indonesia dijual Rp 77,35 juta, sudah termasuk
pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen; sedangkan di Amerika Serikat dijual
US$ 5.500 atau, dengan kurs satu dolar AS sebesar Rp 13 ribu, harganya Rp
71,5 juta, belum termasuk PPN 10 persen.
Keberadaan PPnBM
adalah wujud dari rasa keadilan di masyarakat. Karena itu, dalam UU PPN
disebutkan empat syarat suatu barang dapat dikategorikan sebagai barang
mewah, yaitu barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok,
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi, dan barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Memang, seiring dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya penghasilan
masyarakat, dapat terjadi perubahan dari barang mewah menjadi barang tidak
mewah lagi.
Khusus untuk tas
bermerek seperti LV, tampaknya masih layak dikategorikan sebagai barang
mewah. Selain segmentasi pembelinya khusus, perubahan harga jual lebih tinggi
tidak akan mengubah perilaku pembelinya karena bersifat inelastis.
Membebaskan PPnBM untuk tas bermerek ini akan menguntungkan sebagian kecil
orang saja, sehingga dikhawatirkan justru akan mencederai rasa keadilan di
masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar