Islah
Setengah Hati Golkar
FS Swantoro ; Peneliti dari PARASyndicate Jakarta
|
SUARA MERDEKA, 11 Juni 2015
SEMUA pihak harus
mengakui peran aktif yang besar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga
mantan ketua umum Partai Golkar, di balik islah Partai Beringin, baru-baru
ini. Perannya itu telah menyelamatkan Golkar untuk ikut pilkada serentak pada
9 Desember 2015. Dalam kesepakatan islah itu ada empat poin penting yang
diteken ketua umum-sekjen dari kubu Agung dan Ical. Pertama; setuju mendahulukan
kepentingan Golkar ke depan sehingga ada calon pemimpin yang diajukan dalam
Pilkada 2015. Kedua; tiap kubu membentuk tim penyaringan calon pemimpin yang
diajukan secara bersama di daerah dan selanjutnya diajukan dalam pilkada.
Ketiga; calon yang diajukan Golkar harus memenuhi kriteria yang disepakati
bersama oleh kedua kubu. Keempat; terkait keabsahan siapa yang menandatangani
pendaftaran calon pimpinan daerah untuk pilkada yang nantinya diserahkan ke
KPU. Lantas, apakah islah ini hanya demi Pilkada 9 Desember 2015 yang
bersifat sementara? Artinya islah tersebut masih setengah hati. Mengapa tidak
dibuat islah permanen demi jangka panjang?
Adalah spesialisasi JK
mendamaikan dua kubu yang berkonflik sehingga ia pun patut mendapat apresiasi
dari banyak pihak. Selain itu, islah merupakan cermin bening kedewasaan
politikus Golkar. Baik dari kubu Agung maupun Ical bisa menghilangkan ego
masing-masing. Pola islah model Golkar ini akan diikuti Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) yang sekarang memiliki dualisme kepemimpinan, kubu Muktamar
Jakarta dipimpin Djan Faridz dan kubu Muktamar Surabaya dipimpin
Romahurmuziy, hingga JK pun dimintai tolong mengislahkan.
Kisah sukses JK
mendorong perdamaian di Aceh, Ambon, dan Poso, kini dipraktikkan dalam
mendamaikan dua kubu di internal Golkar. Namun dua kubu di Golkar sebaiknya
melakukan islah permanen usai Pilkada 9 Desember 2015. Setelah islah,
hendaknya menggelar munaslub guna membentuk kepengurusan baru DPP yang sah.
Upaya itu tentu tidak mudah mengingat islah yang sekarang terjadi hanya
‘’sekadar syarat’’ bisa ikut pilkada serentak. Golkar harus mengupayakan
islah permanen tanpa menyisakan konflik internal, baik di pusat maupun daerah
seperti terjadi dalam musda di Bali, belum lama ini.
Peluang islah permanen
bergantung dari kemauan politik masing-masing pimpinan kedua kubu yang
berseteru. Jika kedua kubu bersikukuh pada egonya masing-masing, islah yang
telah difasilitasi JK tidak akan bertahan lama. Islah permanen menjadi
keharusan demi masa depan Golkar supaya kandidat kepala daerah dari Partai
Beringin tidak lari ke partai lain. Masa Depan Kesepakatan islah itu telah
diteken Aburizal Bakrie-Idrus Marham dan Agung Laksono-Zainuddin Amali. Jusuf
Kalla sebagai saksi penandatanganan islah, berharap kedua kubu kembali
bersatu. Dalam islah tersebut JK memberi sambutan bahwa Golkar bukanlah
partai masa lalu melainkan partai masa depan sehingga ia ingin melihat Golkar
tetap eksis. Hingga kini Golkar punya jutaan kader dan ribuan calon pemimpin.
Itu sebabnya mengapa
JK menyatukan mereka untuk secara bersama-sama mengangkat pemimpin di
kabupaten/kota yang akan ikut pilkada serentak. Ical berterima kasih kepada
JK yang menengahi konflik hingga tercapai islah supaya semua daerah dapat
mengusulkan calon untuk gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing. Islah
itu juga memunculkan kesan para elite Golkar dewasa, sikap yang langka dalam
perpolitikan nasional belakangan ini. Selain penandatanganan islah, Golkar
juga menyepakati kesepakatan berikutnya yang lebih berjangka panjang
dilakukan.
Perbedaan yang ada
dari kubu Agung atau Ical akan diserahkan kepada lembaga hukum dan biarlah
pengadilan yang memutuskan mana yang benar agar dalam pilkada serentak partai
itu bisa mencalonkan kader terbaiknya. Ke depan Golkar harus bisa kembali
menjadi partai politik yang kuat dan disegani partai lain. Agung menekankan
bahwa kesepakatan islah merupakan format tepat untuk menyelesaikan konflik
internal. Format ini sangat tepat sehingga Golkar dapat mengikuti seluruh
agenda politik nasional. Tetapi karena waktunya terbatas, islah itu lebih
bersifat awal dan masih banyak yang harus diselesaikan secara tuntas untuk
jangka panjang. Agung yakin islah ini merupakan bentuk komitmen kedua kubu
supaya tidak mengganggu kader Golkar di daerah yang ingin maju dalam pilkada.
Untuk itu islah tak boleh setengah hati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar