Darurat Keolahragaan Nasional
Tandiyo Rahayu ; Guru Besar Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Semarang (Unnes)
|
SUARA MERDEKA, 15 Juni 2015
SAAT artikel ini
ditulis, rasanya sebagian besar masyarakat Indonesia sedang merasa ciut
menyaksikan laga sepak bola Indonesia vs Thailand di ajang SEA Games. Selain
itu, Indonesia berada di peringkat ke-5 perolehan medali emas, di bawah tuan
rumah Singapura; Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Dengan 33 keping medali
emas, 41 perak, dan 54 perunggu, ditambah kekalahan 0-5 Timnas U-23 atas
Thailand, sangat sulit bagi Indonesia mengelak dari situasi darurat
keolahragaan nasional. Siapa yang bersalah atas keadaan darurat olahraga ini?
Kita semua. Dalam 50
tahun terakhir bangsa Indonesia tidak lagi pernah menganggap olahraga sebagai
urusan negara dan masal a h serius. Bangsa ini juga sudah tak lagi menggarap
olahraga sebagai aset yang bisa memberi kebanggaan pada bangsa dan negara.
Namun bangsa ini secara serentak akan berteriak panik, menggerutu, menghujat
kiri kanan saat olahragawan nasional kita terseok-seok dan terengah-engah
menggapai kehormatan di kancah internasional. Dalam keterpurukan prestasi itu
tiba-tiba seluruh elemen masyarakat merasa berkepentingan mengurus olahraga
melalui komentar yang tidak terkendali.
Wakil rakyat dan
masyarakat awam menempatkan diri sebagai pihak yang dirugikan dan
dipermalukan oleh prestasi olahraga. Apa sebenarnya maunya? Tidak peduli
namun mengharap prestasi cemerlang. Tidak meletakkan urusan olahraga sebagai
urusan bangsa namun menuntut kebanggaan melalui prestasi olahraga. Sebenarnya
Indonesia memiliki perangkat sistem keolahragaan lengkap. Tersedia UU Sistem
Keolahragaan Nasional yang mengatur seluruh kepentingan namun belum juga
sepenuhnya ditaati. Ada SDM dengan jumlah lebih dari 200 juta manusia,
tentunya dapat ditemukan setidak-tidaknya 200 orang yang mampu bersaing di
level internasional dan mendatangkan kebanggaan. Dana pun ada kalau memang
mau menyisihkan anggaran. Buktinya megaprojek Hambalang Sport Centre sudah
bergulir. Cerdik pandai di bidang keolahragaan juga banyak. Indonesia
memiliki puluhan lembaga pendidikan tinggi keolahragaan (FIK/FPOK/- JPOK) dan
tiap tahun meluluskan ribuan sarjana keolahragaan. Apa yang kurang?
Kekurangannya hanya
satu, yaitu niat kuat untuk berubah. Kita memang tidak memiliki niat kuat
untuk mengubah keadaan. Institut Olahraga Tahun 2012 sebenarnya terbit
setitik harapan untuk merintis kebangkitan keolahragaan nasional melalui
rencana pembukaan lembaga pendidikan, yang waktu itu disebut Institut
Olahraga Indonesia (IOI). Lembaga ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan
tenaga keolahragaan nasional yang profesional dan berkualitas. Setitik
harapan itu kemudian harus layu dan hanya tertinggal dalam setumpuk naskah
akibat banyaknya tarik-menarik kepentingan dan ada halhal teknis politis yang
tidak ada kaitannya langsung dengan keolahragaan.
Sekarang merupakan
momentum tepat untuk kembali menyalakan api harapan itu. Sudah saatnya naskah
IOI kembali dibuka, diwujudkan, dirawat, dan dibesarkan secara profesional.
Idealnya, institut itu dibangun dalam bentuk sekolah atau lembaga pendidikan
kedinasan, sepenuhnya dibiayai negara dengan pendekatan pendidikan ikatan
dinas. Rekrut olahragawan berprestasi nasional yang tertarik berkarier
sebagai tenaga keolahragaan. Beri mereka beasiswa ikatan dinas untuk belajar
di IOI, beri mereka pendidikan dan bekal sport science yang purna. Datangkan
ahli ilmu keolahragaan terbaik dari seluruh penjuru dunia untuk ikut mengajar
dan menguatkan serta memperkaya bekal ilmu keolahragaan.
Lulusan IOI langsung
diangkat jadi pegawai negeri, tugaskan mereka di seluruh pelosok negeri ini,
baik di sport research centre maupun di lapangan, untuk menemukan dan membina
bakat-bakat terbaik. Dengan bekal ilmu dan pengetahuan dari IOI, mereka yang
mantan olahragawan berprestasi niscaya mampu menemukan penerus mereka, tidak
perlu lagi ada upaya-upaya naturalisasi olahragawan asing. Western Australian
Institute of Sports (WAIS) merupakan contoh nyata. Di lembaga ini bertebaran
para Olympian bergelar PhD dari berbagai disiplin ilmu. Banyak di antara
mereka pernah menyandang gelar juara atau rekor dunia di cabang masingmasing,
dan mereka bekerja sama membangun keolahragaan di Australia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar