Senin, 08 Juni 2015

Ambisi Elite NU

Ambisi Elite NU

Agoes Ali Masyhuri  ;   Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Sidoarjo, Jatim
JAWA POS, 06 Juni 2015


                                                                                                                                                           
                                                
PRAISING more than what someone deserves means licking one’s shoes. On the contrary, neglecting praising for one who is entitled to get it, indicates stupidity and envy. Memuji seseorang lebih daripada yang dia berhak menerimanya sama dengan menjilatnya. Sebaliknya, melalaikan pujian bagi yang berhak menerimanya menunjukkan kebodohan atau kedengkian.

NU kuharap tetap utuh walaupun di dalamnya ada segelintir orang yang sangat berambisi untuk menjadi orang nomor satu di organisasi sosial keagamaan terbesar itu. Keprihatinan dan kecemasan baru banyak muncul dan menghiasi sudut-sudut pondok pesantren di seluruh republik ini. Itu terjadi karena adanya segelintir orang yang punya ambisi jabatan di NU bak kuda liar yang sulit dibendung dan dijinakkan.

Mereka secara tidak sadar merobek keutuhan NU, bahkan merobohkan prinsip-prinsip organisasi yang telah ditanamkan para muasis NU itu sendiri. Kecemasan tersebut hadir dari orangorang NU dari berbagai tingkat, mulai awam sampai akademisi. Itu semua merupakan sesuatu yang wajar karena mereka merasa memiliki NU.

Semangat saling menjatuhkan dan aroma tidak sehat muncul ke permukaan yang tidak sepatutnya dilakukan seorang tokoh yang sebenarnya layak diteladani. Gaung dan gelegar Muktamar Ke-33 NU di Jombang, Jatim, 1–5 Agustus 2015, cukup menggembirakan menghiasi media sosial dewasa ini.

Menipisnya kesadaran dan keinsyafan bersama di antara kita –bahwa menjaga keutuhan dan membangun NU lebih sulit daripada membongkar– merupakan indikasi kekerdilan dan kepicikan kita dalam menyikapi realitas. Sebenarnya, keinginan untuk mengabdi dan menjadi pengurus NU merupakan sesuatu yang wajar dan sah-sah saja, asalkan tetap diletakkan pada norma-norma yang telah kita sepakati.

Sesungguhnya, untuk kepemimpinan dan yang sejenisnya, termasuk perwalian/kekuasaan atas manusia yang lainnya, tidak sepantasnya seseorang mengharapkan, menuntut, atau menawarkan dirinya untuk itu. Seyogianya dia meminta kepada Allah keselamatan karena pada hakikatnya dia tidak tahu apakah kekuasaan tersebut nanti berakibat baik atau buruk baginya. Dia juga tidak tahu apakah mampu menjalankan amanah kepemimpinan itu atau tidak.

Apabila dia memperoleh kepemimpinan tersebut karena meminta dan berambisi terhadapnya, dia akan dibiarkan dengan beban tanggung jawab jabatan itu. Jika ada seorang hamba yang dibiarkan dengan tanggung jawab jabatan kepada dirinya, berarti dia tidak mendapat bimbingan dari Allah, tidak diluruskan dan ditolong dalam segala urusannya.

Ada satu hal yang perlu kita sadari, pada era sekarang ini, warga NU ingin melakukan perubahan ke taraf yang lebih baik dalam segala dimensi kehidupan. Karena itu, realitas tersebut harus ditangkap dan diimbangi para elite NU yang harus lebih mengerti dan memahami. Di sini, peran konsistensi serta kesungguhan sangat penting dimiliki dan dilakukan para elite NU guna mewujudkan iklim yang kondusif dalam suatu organisasi supaya NU lebih mandiri dan berwibawa.

Para kiai sepuh harus tetap ambil bagian. Artinya, para kiai sepuh harus menjadi kekuatan pengayom, perekat, dan penyeimbang di tengahtengah masyarakat. Lebih-lebih, warga NU mendominasi masyarakat bawah yang tinggal di perdesaan. Mereka lebih membutuhkan figur panutan daripada orang yang jago berargumentasi dan mengumpulkan sejuta definisi.

Dalam tulisan ini, mari kita merenungkan satu firman Allah SWT, ’’Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu’’ (QS Al-Baqarah: 143). Umat Islam adalah ummatan wasathan,umat yang mendapat petunjuk dari Allah SWT, sehingga menjadi umat yang adil dan pilihan serta menjadi saksi atas keingkaran orang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan melenyapkan yang batil.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, tidak ada perpecahan sebagai kebaikan bagi siapa pun di atas muka bumi ini, baik orang yang terdahulu maupun generasi mendatang. Di sini, NU di bawah kepemimpinan para kiai harus mampu tampil sebagai perekat masyarakat sekaligus pengayom dan pembimbing. 

Sejalan dengan sabda Mbah Wali Sunan Drajat, ’’Weono busono marang wong kang mudo. Paweho dedamar marang wong kang kepetengan. Paweho teken marang wong kang wuto. Paweho dedahar marang wong kang luwe.’’

Itulah yang dinamakan local wisdom. Tegasnya, dalam berdakwah pada situasi yang tidak menentu ini, para kiai tidak cukup hanya menyampaikan firman Allah dan sabda Rasul. Namun, mereka harus mampu memberikan jalan keluar atas problem hidup yang dialami umat dewasa ini dengan sikap serta pendekatan yang arif dan rendah hati sebagaimana yang telah diteladankan Wali Songo dalam berdakwah di Republik ini.

Bukan lagi saatnya orang NU berpikir sempit dan fanatik buta yang mengakibatkan kebodohan dan kepicikan berpikir dalam menghadapi realitas apalagi bertengkar dengan sesama NU –yang sangat cukup memalukan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. NU harus berani melakukan perbaikan manajerial secara menyeluruh dan tuntas.

NU harus mempunyai langkahlangkah konkret dan strategsi untuk berani membersihkan orang-orang yang sering menjual dan mengorbankan NU demi kepentingan pribadi mereka. Kalau hal itu tidak dilakukan, jangan menyalahkan orang lain apabila NU tinggal nama. Di sini, harus diakui, NU mempunyai nilai lebih jika dibandingkan dengan organisasi sosial keagamaan yang lain. NU paling ramah dan toleran terhadap agama-agama lain.

Tidak mengherankan, banyak kalangan nonmuslim yang menaruh simpati kepada NU karena keramahan dan toleransinya. Itu merupakan modal besar bagi NU untuk tampil sebagai perekat dan pengayom bangsa di republik yang sangat majemuk ini.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar