Republik
Riuh Rendah
Budiarto Shambazy ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 02 Mei 2015
Presiden Joko Widodo
mengakui secara terbuka popularitas dia turun saat usia pemerintahannya
mencapai enam bulan. "Banyak yang sampaikan ke saya, 'Pak, popularitasnya
turun'. Memang policy kita di depan sakit semua," kata Jokowi dalam
acara silaturahim dengan pers di Auditorium TVRI, Senayan, Jakarta, Senin
(27/4) malam.
Jokowi mengatakan
tidak takut popularitasnya turun karena mengambil kebijakan tak populer jika
itu menjamin kebaikan di kemudian hari. "Perubahan
butuh pil pahit, kesabaran, pengorbanan. Tapi, keyakinan itu harus kita
miliki. Perlu loncatan keberanian. Kalau itu diperlukan, akan saya
putuskan," katanya.
November 2014, di
hadapan warga negara Indonesia di Melbourne, Australia, Jokowi juga
mengungkapkan popularitasnya turun setelah mengalihkan subsidi BBM. Sambil
bercanda, dia mengatakan, hal itu hanya akan berlangsung sebulan.
"Popularitas turun gara-gara BBM, ya, itu risiko. Masa
pemimpin pinginnya populer terus? Kalau untuk kebaikan, saya enggak peduli
enggak populer. Paling sebulan. Setelah itu minta foto lagi. Pak selfie,
Pak," canda Jokowi disambut tawa hadirin.
Meski mengalami
penurunan, sejumlah hasil jajak pendapat membuktikan popularitas Jokowi
bersama Wapres Jusuf Kalla masih tergolong tinggi. Tidak perlu memperlakukan
hasil jajak-jajak pendapat itu untuk mengambil keputusan meskipun tetap
dibutuhkan sebagai rujukan.
Jokowi sosok yang
sejauh ini dapat dianggap jujur, sederhana, dan, yang terpenting, bukan
bagian bablasan Orde Baru. Persoalannya, mungkin berhubung dia the new kid on the block, dia belum
membuktikan diri sebagai sosok kepala negara yang berani.
Namun, pada Jumat
(1/5) kemarin, Jokowi tampak tegas meminta Polri tidak menahan seorang
penyidik KPK, Novel Baswedan.
Wajar setelah enam
bulan muncul rasa kecewa terhadap sebuah pemerintahan baru. Hal ini terjadi
di negara mana pun di dunia. Kekecewaan itu biasanya bersumber dari kegagalan
pemerintah memenuhi janji-janji kampanye.
Tidak ada politisi
yang tak berbohong dalam kampanye, mulai dari ngibul sampai "kebohongan
ringan" (white lies). Kedua
jenis kebohongan itu mungkin dilakukan semua politisi yang bertarung di
pemilihan eksekutif/legislatif dari pusat sampai daerah beberapa tahun
terakhir ini, khususnya di Pilpres 2014.
Keberadaan Anda selama
lima menit di kotak suara bertujuan memilih wakil Anda untuk periode lima
tahun. Pasti tak sedikit dari Anda yang telah menyesal memilih duet
Jokowi-Kalla pada tahun lalu.
Kalau di Amerika
Serikat ini namanya too dumb to be
governed. Celakanya, untuk kasus di Indonesia mungkin bisa ditambahi too dumb to governed.
Intinya, tak ada
politisi yang memenuhi 100 persen janji kampanye. Di lain pihak, kekecewaan
itu tidak bisa langsung dikompensasi dengan pergantian legislatif/eksekutif
di tengah jalan.
Belum lama ini kita
menjadi tuan rumah peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Jakarta dan
Bandung. Dari sekarang ada baiknya Presiden Jokowi mempersiapkan KTT Indonesia-Afrika
untuk menggenjot ekspor kita ke "benua masa depan" yang bakal
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi tertinggi itu.
Jokowi juga sudah
manggung di KTT APEC di Beijing, Tiongkok; KTT G-20 di Melbourne, Australia;
dan dua kali KTT ASEAN. Semua negara dan kawasan respek terhadap Indonesia
dan ingin menjalin hubungan erat dengan Jokowi.
Popularitas Jokowi
pada hari-hari ini mungkin melambung karena ketegasan melakukan eksekusi
gelombang kedua terhadap delapan terpidana mati perkara narkoba. Ini juga
salah satu dari tiga tujuan Trisakti, yakni menjaga kedaulatan politik dan
hukum kita dari penyelundupan narkoba.
Oh ya, satu lagi
pernyataan Jokowi tentang perlunya mengurangi ketergantungan utang dari Bank
Dunia, ADB, dan IMF. Bukankah ini juga merupakan salah satu cita-cita
Trisakti mengenai kemandirian ekonomi?
Jadi, sekali lagi,
Jokowi sosok sederhana dan jujur yang tak memiliki beban politik masa lalu.
Mungkin saya dan Anda merasa lebih mampu menjadi presiden, tetapi dia toh
sudah dipilih mayoritas rakyat melalui proses demokrasi.
Beberapa hari lalu,
Jokowi meresmikan dimulainya pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera. Ini sesuai
dengan tagline "kerja, kerja, kerja".
Namun, tiba-tiba
muncul lagi drama baru: penangkapan Novel Baswedan. Kita memang "Republik
Riuh Rendah".... ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar