PK
dan Menertawakan Keberagaman
Gunawan Raharja ; Buruh Film
|
KOMPAS, 11 Mei 2015
PK bukan singkatan
dari istilah hukum pengajuan kembali. PK ini adalah judul film India yang
baru-baru ini diputar di bioskop.
Menceritakan tentang
seorang laki-laki yang dinamakan PK (diperankan oleh Amir Khan) yang artinya
mabuk. Ia berasal dari planet lain dan turun ke Bumi. Masalah menjadi ruwet
ketika remote control yang menjadi alat komunikasi dengan planetnya direbut
orang. Jadilah dia luntang lantung di Bumi ini.
Pertemuannya dengan
tokoh Jaggu (Anushka Sharma), seorang jurnalis TV membuat film ini semakin
menelanjangi kehidupan masa kini. Ada praktik kebusukan dari tokoh polisi
yang menerima suap, sampai bagaimana institusi agama yang dipuja ternyata
tidak lebih dari sekadar manifestasi dari idiom Tuhan yang dikomersialkan.
Film ini mengaduk-aduk
hakikat agama dan Tuhan. Awalnya bercerita tentang makhluk planet yang nyasar
ke Bumi dan harus belajar tatanan hidup ala manusia. Dari bagaimana memakai
baju-karena ia turun ke Bumi dalam kondisi telanjang-sampai mati-matian
belajar bahasa.
Logika manusia tentang
agama dan Tuhan diobrak-abrik oleh tokoh ini. Ia mencari Tuhan karena,
menurut manusia, hanya Dia yang bisa menolong.
Sutradara dan penulis
skenario Rajkumar Hirani genius untuk tidak menjadikan karakter PK sebagai
manusia. Karena ia makhluk luar angkasa, dengan mudah ia bisa
menjungkirbalikkan logika, menertawakan, bahkan membuat aturan-aturannya
sendiri. Film ini mengalir dengan cerdas dan menjadikan manusia Bumi sebagai
obyek ketololannya sendiri. Agama dan norma menjadi bahan dagelan.
Film adalah bahasa
universal. Ia bisa menjadi jembatan perbedaan kebudayaan dan peradaban tanpa
melihat batas wilayah. Dari zaman Hitler yang menjadikan film sebagai alat
propaganda, sampai Hollywood yang memulai film sebagai industri hiburan
bernilai jutaan dollar.
Film juga dianggap
sebagai media cuci otak sampai penyebar ideologi tertentu oleh sebagian
kalangan. Generasi yang lahir di Orde Baru tentu ingat ketika diharuskan
menyaksikan film Pengkhianatan G30S PKI. Atau "ketakutan" badan
sensor terhadap film Joshua Oppenheimer sehingga merasa perlu untuk melarang
pemutaran filmnya, pun pada kalangan yang terbatas.
Memahami keberagaman
Bagaimana memahami
sebuah diktum, agama atau ajaran dan sebangsanya yang sudah diyakini
kebenarannya oleh umatnya?
Penjungkirbalikan atas
kepercayaan tersebut akan memunculkan pertentangan atau chaos. Sudah terlalu
banyak bukti bahwa ketika agama atau ajaran dipertentangkan, muncul perang
besar atau kisruh.
Manusia cenderung
untuk melihat perbedaan dengan makna baru, misalnya harmoni di atas
ketidaksamaan atau berbeda satu-satu. Berusaha untuk memaknai sebuah
perbedaan dengan mencoba untuk diam, tidak saling mengganggu. Jika muncul
persoalan yang berkaitan dengan hal itu, cara yang paling mudah adalah dengan
duduk bersama, mencoba untuk menahan diri. Biasanya persoalan tersebut akan
selesai sementara. Akan tetapi, akar konflik tetap ada karena memang
persoalan tidak diselesaikan secara tuntas.
Film PK memberikan
keleluasaan wacana di antara berbagai persoalan keberagaman agama di India.
Bagaimana PK bertemu dengan tokoh agama bernama Tapasvi-Ji (yang diperankan
oleh Saurabh Shukla) yang menjadi pusat konflik film ini, beradu pendapat
tidak untuk mencari siapa yang benar, tetapi demi mengedepankan berbagai
pertanyaan sekaligus jawaban yang menarik. PK memberi istilah salah sambung
terhadap berbagai interpertasi eksistensi Tuhan. Menurut dia, agama dan Tuhan
tergantung kepada siapa yang menginterpertasikannya, dalam hal ini para tokoh
agama.
Ini adalah salah satu
cara untuk memahami keberagaman. India adalah bangsa negara dengan banyak
suku dan agama. Hampir sama dengan Indonesia.
Dalam PK semua
perbedaan agama dalam keberagaman itu menjadi sebuah cerita yang menarik.
Penonton dalam berbagai perbedaan tidak merasa bahwa mereka hadir terwakili
dalam film tersebut.
Memahami sebuah
keberagaman menjadi hal penting dalam pluralisme agama, yang masih saja
menjadi akar persoalan sejak Orde Lama dan eskalasinya semakin meningkat
setelah era reformasi. Ini menarik karena dengan terbukanya banyak hal
-termasuk agama-seharusnya perbincangan yang sifatnya dialogis dan praktis
bisa dilakukan dalam berbagai forum. Tidak harus dalam bentuk forum lintas
agama yang formal, tetapi juga dalam bentuk yang berbeda, misalnya dengan
film atau model berkesenian lainnya.
Perlu kelegaan hati
untuk sadar dan paham bahwa sebuah masalah bisa dikemas dalam bentuk yang
sederhana dan mudah dipahami. Film adalah bahasa yang gampang, tanpa mengenal
batasan usia atau tingkat intelektualitas tertentu. Hanya memang harus ada
keleluasaan paradigmatis, yakni tetap melihat urgensi film sebagai bentukan
hiburan.
Film Hijab karya
sutradara Hanung Bramantyo beberapa waktu lalu dihujat. Karena dianggap
melakukan pencitraan terhadap hijab dengan cara yang salah. Tentu saja itu
menjadi hak penonton untuk mengkritik film yang ditontonnya. Akan tetapi,
yang perlu dilihat dari sisi yang positif adalah bagaimana seorang kreator berusaha
untuk menangkap tren hijab ini sebagai bagian dari salah satu ritual
beragama. Persoalan kemasan menjadi diskusi panjang, tergantung dari sisi
mana melihatnya.
Tidak lepas hujatan
Film PK juga tidak
lepas dari hujatan. All Indian Moslem Personal Law Board (AIMPLB) sebuah
organisasi Islam non-pemerintah menyatakan bahwa komite sensor film
seharusnya mempertimbangkan aspek non- estetika dalam film tersebut.
Kecaman juga
dilontarkan oleh kelompok masyarakat Sayap Kanan Hindu, yaitu Janajagruti
Samiti. Mereka mengatakan bahwa PK sudah menyakiti sentimen masyarakat
mayoritas India yang beragama Hindu. Namun, film ini tetap beredar di bioskop
India, bahkan meraih box office.
Mari mensyukuri
keberagaman karena keberagaman bukanlah sebuah perbedaan dengan dimaknai
secara kasat mata. Keberagaman adalah sebuah kekayaan teks dan wacana yang
membuat peradaban berwarna.
Ungkapan menarik
pernah dikatakan oleh pasangan Brad Pitt dan Angelina Jolie. Pasangan ini
mengadopsi tiga anak dari tiga negara yang berbeda, yakni Vietnam, Kamboja,
dan Etiopia, sehingga total mereka mempunyai enam anak. Brad Pitt menyatakan
bahwa ketiga anak kandungnya akan banyak belajar agama dan budaya dari
saudara-saudaranya.
"Anak-anak saya
akan tumbuh menjadi manusia yang paling mengerti tentang siapa dirinya,
bagaimana isi dunia dan beragam agama yang ada," katanya (People, September 2014).
Proses menikmati
keberagaman bukan hal yang mudah. Awalnya rentan akan friksi dan berujung
pada masalah. Namun, memahami keberagaman sebagai sebuah kekayaan akan
membuat manusia paham bahwa inilah proses sebuah peradaban. Bahwa segala
sesuatu lahir dan ada karena adanya perbedaan. Seperti hakikat manusia yang
lahir dengan fitrah laki-laki dan perempuan, untuk kemudian saling jatuh
cinta dan meneruskan keturunannya. Kita ada karena keberagaman. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar