“Badak-Badak”
Jakob Sumardjo ; Budayawan
|
KOMPAS, 02 Mei 2015
Pada suatu hari
manusia-manusia bertransformasi menjadi badak-badak. Mereka berkeliaran di
kota-kota besar, menyeruduk membabi-buta. Orang-orang berlarian ketakutan.
Itulah drama Eugene
Ionesco, pada 1966 dipentaskan Teater Perintis pimpinan Jim Lim di Bandung.
Pada waktu itu di Indonesia belum musim badak sehingga hubungan teater itu
dengan kondisi zaman tidak mengena. Akan tetapi, di Eropa drama Badak-badak
itu langsung dihayati para penontonnya karena mereka sendiri mengalami musim
badak di seluruh Eropa. Badak-badak itu adalah tentara Nazi yang menyeruduk
ke sana kemari pada mereka yang melawannya. Musim badak di Indonesia baru
muncul sekitar lima tahun kemudian, di zaman Orde Baru.
Mengapa manusia
bertransformasi menjadi badak? Karena cara berpikirnya, dan karena
filosofinya. Kalau mau tetap hidup, manusia harus kuat, tidak boleh lemah.
Hukum kasih sayang dan harmoni itu membuat manusia lembek seperti ayam sayur.
Manusia harus kuat seperti badak. Badak adalah hewan terbesar kedua setelah
gajah. Gajah, meskipun besar, agak lembek. Badak adalah segalanya untuk
menjadi manusia penguasa. Kulitnya tebal dan keras seperti tank baja.
Wajahnya juga tebal muka tanpa emosi.
Badak itu libidonya
juga sangat luar biasa. Kaum badak kalau bersetubuh bisa memakan waktu 60
menit, bahkan 80 menit. Mengapa bisa begitu lama, Pak? Lha, bagaimana tidak
lama, kaum badak jantan itu bisa ejakulasi 65 kali dalam satu peristiwa
persetubuhan. Hanya manusia saja yang bersemboyan lebih cepat lebih baik,
lima menit bisa selesai. Wah, kalau begitu saya juga ingin menjadi manusia
badak, Pak! Ya, coba saja!
Kaum badak nafsu
libidonya begitu besar sehingga semua yang diinginkannya harus diwujudkan.
Manusia badak adalah manusia nafsu. Nafsu besar tenaga juga besar. Itulah
sebabnya badak berbahaya bagi manusia. Nafsu besar itu biasanya
menenggelamkan pikiran akal sehatnya. Apa pun dilakukannya agar keinginannya
terpuaskan. Jelas badak-badak itu tidak kenal malu, tidak kenal teriakan.
Tebal muka. Modalnya adalah kekuatannya yang luar biasa.
Dalam drama Ionesco
tersebut perubahan manusia menjadi badak digambarkan sangat mengerikan dan
menakutkan. Pemikiran manusianya sedikit-sedikit berubah menjadi cara
berpikir badak. Itulah proses: manusia berubah menjadi badak tidak tiba-tiba
seperti banyak terjadi dalam mitos-mitos. Bukan saja pikirannya berubah
menjadi nafsu, tetapi juga tubuhnya bermetamorfosis menjadi tegang dan kaku.
Ia hanya kenal gerak lurus, sukar berbelok, apalagi lenggak-lenggok. Kulitnya
menebal seperti kuku. Pendek kata pikirannya dikuasai nafsu dan tubuhnya cuma
kenal satu arah.
Kaum badak itu hidup
di habitat yang dekat sungai satu genangan air. Badak amat bahagia di
tanah-tanah becek berlumpur. Kalau manusia kena lumpur sedikit buru-buru
mandi tiga kali, maka kaum badak ini tenang- tenang saja tubuhnya bergelimang
lumpur merah-hitam.
Dan, yang mengherankan
adalah kebiasaan buang hajat mereka malah mirip manusia. Kaum badak, seperti
manusia, buang hajat di tempat yang sama. Bedanya kalau WC manusia tenggelam
ke bawah, WC badak menumpuk menjulang ke atas. Kotorannya menggunung. Kalau
Anda melihat tumpukan kotoran menggunung dapat dipastikan itulah kotoran
badak.
Berbiak di kota-kota
Di Indonesia badak hanya
dikenal di Jawa dan Sumatera (peringatan: dilarang keras menghubungkan ilmu
hewan badak ini dengan antropologi manusianya; tidak ada hubungan sama
sekali). Badak sumatera bercula dua, sedangkan badak jawa bercula satu. Badak
sumatera di ambang kepunahan, sedangkan di Jawa tinggal 50 sampai 60 ekor
saja. Dalam ilmu hewan badak, makhluk ini harus dilindungi dan
dikembangbiakkan. Menurut undang-undang negara tentang perlindungan hewan,
dilarang keras berburu dan membunuh badak-badak.
Di zaman ketika spesies
badak ini masih berkembang biak, rakyat pedesaan hanya dapat berburu badak
dengan memasang jebakan. Badak tidak mungkin diburu dan dibunuh dengan
senjata apa pun. Rakyat membuat jebakan badak begitu rupa, yaitu dengan
mendirikan dua pancangan tiang yang bagian atasnya ditaruh batang tombak yang
tebal dan mata tombak yang amat tajam. Pancingannya adalah tumpukan makanan
badak yang amat digemari, rumput dan buahbuahan. Badak terkenal amat rakus
makanan berapa pun banyaknya. Ingat, libidonya yang kuat dan tubuhnya yang
besar.
Badak-badak itu kini
berkeliaran di kota-kota besar Indonesia. Populasinya semakin berkembang
biak. Kehidupan rakyat terancam. Sudah saatnya rakyat berburu badak dengan
menjebaknya ramai-ramai, seperti dahulu nenek moyang mereka. Umpannya adalah
memancing selera libido mereka yang kuat.
Jauh sebelum Ionesco
menemukan hubungan makna antara badak dan manusia, nenek moyang Indonesia
ratusan tahun lampau telah menemukannya. Drama Rhinoceros ditulis Ionesco
(kelahiran 1912) pada 1959. Sementara di Indonesia, dan Asia umumnya,
hubungan badak dan manusia terletak dalam culanya yang dipercayai dapat
memberikan khasiat obat kuat seks. Sampai saat ini kepercayaan cula badak
sebagai obat viagra itu masih hidup, yang menyebabkan pemburuan gelap
terhadap badak-badak terus berlangsung. Kepercayaan ini mungkin muncul karena
badak lelaki telah membuktikan dapat bersenggama selama satu jam lebih.
Dengan mengonsumsi "senjata" badak, maka manusia akan perkasa
seperti badak dalam urusan seks. Penelitian membuktikan bahwa hal itu tidak
benar karena cula tak mengandung hormon kelamin apa pun.
Meskipun demikian,
kita dapat belajar bagaimana mitos-mitos muncul di masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar