Pemblokiran Situs Islam
Arfanda Siregar ;
Pengamat
Politik dan Gerakan Islam
|
KORAN
TEMPO, 04 April 2015
Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo),
pemerintah memblokir 22 situs Islam atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT).
Banyak yang kontra atas keputusan tersebut dan merefleksikan
penolakan melalui media sosial, seperti Twitter, dengan membuat gerakan
#KembalikanMediaIslam sebagai sarana netizen yang menolak pemblokiran 22
situs Islam itu.
Sementara itu, ada pula mereka yang mendukung pemblokiran,
meskipun tak semasif gerakan penolak pemblokiran. Mana yang didukung?
Jika mau berpikiran jernih, sesungguhnya jauh lebih banyak situs
Islam yang tak diblokir oleh Kemenkominfo dibanding situs yang dilarang
mengudara di dunia maya. Situs Islam yang netral dalam menyajikan berita
Islam, baik nasional maupun internasional, seperti yang dikelola Nahdatul
Ulama, Muhammadiyah, MUI, dan berbagai organisasi Islam lain masih tetap ada
sebagai saluran dakwah Islam via dunia maya.
Jujur saja, hampir semua situs Islam yang diblokir tersebut
berafiliasi dengan gerakan Islam yang berasal dari Timur Tengah, sehingga
membawa misi dan visi yang berbeda dengan pemahaman Islam mayoritas bangsa
Indonesia. Situs seperti arrahmah.com, voa-islam, dan azzamedia, sering kali
melansir berita yang menyatakan dukungan kepada Al-Qaidah dan ISIS. Bahkan,
pada halaman utama situs azzamedia terpampang bendera hitam yang selama ini
dipakai oleh ISIS. Mereka pun nyata-nyata menyatakan diri sebagai Divisi
Media Khilafah Islamiyah Berbahasa Melayu.
Begitu juga dengan situs lainnya, tak dapat dipisahkan dari
gerakan Islam transnasional, seperti Hizbut Tahrir (HT), Salafiyah, dan
Al-Qaidah, yang tumbuh subur di bumi Indonesia.
Masdar Hilmy dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa
"Islam transnasional" adalah sebuah gerakan yang bukan asli
Indonesia. Keberadaan organisasi politik ini tidak lahir dari pergumulan
identitas keindonesiaan yang otentik, melainkan dipindahkan, dibawa, atau
diimpor dari negara lain yang berbeda dengan pemahaman Islam di Indonesia.
Mereka cenderung membawa Indonesia menjadi negara seperti
pemahaman Islam pendiri gerakan tersebut. Dengan kata lain, Islam
transnasional merupakan organisasi politik yang lahir sebagai solusi dari
berbagai persoalan politik yang terjadi di Timur Tengah. Adapun Islam
nasional adalah organisasi sosial keagamaan atau organisasi politik yang
lahir dari persoalan Islam di Indonesia, dan mereka tampil menjadi pemberi
solusi.
Sebagai sebuah gerakan, perekrutan anggota pun menjadi
keniscayaan. Saluran komunikasi, seperti media cetak, elektronik, dan dunia
maya, menjadi sarana penyebar fikroh. Dan, Internet sebagai media komunikasi
termurah menjadi penyebar propaganda, seperti meniup api permusuhan kepada
pemerintah-dianggap kafir karena tak sesuai dengan pemikiran mereka-publik.
Dalam konteks seperti itulah berbagai situs yang sesungguhnya
membawa kepentingan gerakan Islam transnasional tersebut dilansir ke tengah
pengguna Internet Indonesia yang mayoritas umat Islam. Dan, wajarlah jika
pemerintah yang berpaham Islam nasional merasa perlu memblokir situs Islam
yang memiliki hidden agenda. Itu saja "mungkin" alasannya memblokir
22 situs Islam tersebut. Bagaimana menurut Anda? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar