PMN
dan Kinerja BUMN
Ali Masykur Musa ; Ketua Umum Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama (ISNU)
|
KORAN
SINDO, 24 Februari 2015
Tak bisa dimungkiri, keberadaan perusahaan negara atau
badan usaha milik negara (BUMN) adalah salah satu pilar perekonomian bangsa.
Dengan posisi Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi
semiterbuka, perekonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian
dunia yang berkembang sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijakan pembinaan
BUMN senantiasa mengalami penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan
perekonomian nasional.
Berpijak pada rencana untuk memperluas dan memperkuat
jaringan infrastruktur serta mewujudkan swasembada pangan, pemerintah
memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada 30 BUMN terpilih. Ini terjadi
setelah Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada dua pekan lalu akhirnya
menyetujui pemberian PMN sebesar Rp37,276 triliun kepada 27 BUMN pada tahap
pertama.
Tahap kedua, tiga BUMN yakni PT PLN (Persero), Perum
Jamkrindo, dan Askrindo akhirnya mendapatkan juga dana PMN sejumlah Rp6
triliun. Dengan persetujuan itu, total PMN yang akan diberikan kepada BUMN
pada APBN-P 2015 sebesar Rp43,2 triliun kepada 30BUMN.
Dalam tanggapannya, Menteri BUMN Rini Soemarno berjanji,
dana sebesar itu di antaranya akan digunakan untuk membangun infrastruktur
jalan tol, selain ada juga proyek pembangunan terminal di pelabuhan. Dalam
keputusan itu, Komisi VI DPR RI juga memberi sepuluh catatan, baik bagi
Kementerian BUMN maupun BUMN penerima PMN.
Dari sepuluh catatan, ada tiga poin utama yang pantas
untuk digarisbawahi yakni 1) PMN tidak digunakan untuk membayar utang
perusahaan penerima PMN; 2) BUMN penerima PMN harus menerapkan good corporate
governance (GCG); 3) Dalam hal pengadaan barang dan jasa dalam menggunakan
dana PMN meminta kepada Kementerian BUMN untuk mengutamakan produk dalam
negeri dan sinergi antar BUMN. Pertanyaannya, apakah kebijakan PMN BUMN pada
2015 ini strategi pemerintah dalam meningkatkan kinerja BUMN?
Sudut Positif PMN
Banyak beredar pandangan miring terkait PMN ini. Itulah
yang akhirnya menimbulkan prasangka negatif ketika pemerintah hendak
melakukan PMN. Pertama, PMN selalu dikaitkan dengan BUMN merugi. Munculnya
anggapan ini karena dalam praktiknya kita sendiri (pemerintah dan DPR) yang
melanggengkan kebiasaan untuk memberikan PMN kepada BUMN merugi.
Seolah-olah PMN memang untuk BUMN merugi. Padahal, seharusnya
tidak demikian. Bagi BUMN merugi justru seharusnya dilikuidasi atau diambil
tindakan lain agar tidak membebani negara. Kedua, seringkali PMN disamakan
dengan subsidi. Artinya, bila pemerintah memberikan PMN itu, berarti
pemerintah menyubsidi BUMN.
Dalam situasi seperti saat ini, di mana pemerintah baru
saja menaikkan harga BBM pada November 2014 (meskipun akhirnya diturunkan
lagi), PMN ini akhirnya menjadi isu yang dapat dipolitisasi: pemerintah cabut
subsidi untuk rakyat, tetapi menyubsidi BUMN. Politisasi seperti ini tidak
sepenuhnya salah karena dalam praktiknya masa lalu, PMN terbukti kurang
efektif mendongkrak kinerja BUMN terkait.
Karena itu, untuk mengikis berbagai anggapan negatif
tentang PMN, kita membutuhkan paradigma baru dalam kebijakan PMN. Pertama,
PMN jangan diberikan kepada BUMN merugi. BUMN merugi dapat diberikan PMN
sepanjang ada urgensistrategisnya bagi negara.
Kedua, PMN hanya diberikan kepada BUMN yang sehat dan
memiliki prospek bagus agar PMN dapat kembali melalui pembayaran dividen dan
pajak yang lebih tinggi. PMN akan semakin bermakna manakala diberikan kepada
BUMN yang tidak hanya sehat, tetapi juga memiliki urgensi strategisnya bagi
negara.
Selain dua syarat di atas, sedikitnya ada juga lima alasan
kenapa PMN perlu diberikan kepada BUMN; 1) Dengan penyertaan modal,
diharapkan BUMN dapat meningkatkan leverage (daya ungkit) pendanaan; 2)
Pemerintah ingin ada optimalisasi peran BUMN dalam berproduksi dan memberikan
layanan publik terbaik untuk mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019; 3)
Meningkatkan peran BUMN sebagai pelaku ekonomi yang akan membayar pajak dan
memberikan setoran dividen kepada negara;
4) Memperkuat posisi pemerintah melalui Kementerian BUMN
dalam membina dan mengarahkan BUMN sebagai agen pembangunan; dan 5)
Peningkatan peran BUMN, strategis untuk membantu kehadiran negara dan
tegaknya kewibawaan negara. Dengan paradigma ini, sebenarnya tidak ada yang
keliru bila PMN diberikan kepada BUMN, termasuk kepada BUMN terbuka.
Menggenjot Kinerja BUMN
Penguatan eksistensi BUMN adalah konsekuensi dan amanah
dari konstitusi di mana ihwal yang penting atau cabang-cabang produksi yang
penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. BUMN
dilahirkan dengan dua misi penting.
Misi pertama BUMN adalah sebagai pemilik profitabilitas
yaitu sebagai dividen atau penerimaan bagi negara untuk dana pembangunan
selanjutnya. Misi kedua, BUMN berfungsi sebagai pemilik pelayanan atau
kemanfaatan publik yang mencerminkan tugas utama negara.
Dengan dua misi tersebut, jelas sudah bahwa BUMN salah
satu pilar ekonomi bangsa yang harus ditingkatkan profesionalisme kinerjanya.
PMN bisa kita pandang sebagai komitmen pemerintah untuk menggenjot kinerja
BUMN. Karena itu, negara juga tidak boleh sekadar menyuntikkan dana,
melainkan juga harus mendorong ada perbaikan birokrasi dan perbaikan
pengelolaan keuangan.
PMN itu wajib dibarengi dengan peningkatan dalam sisi
kinerja. Sebanyak 142 BUMN wajib dikelola secara profesional sehingga mampu
menjadi pilar dan pendorong perekonomian nasional. Apalagi dengan jumlah
total aset BUMN kurang lebih Rp4200 triliun, seharusnya mampu menghasilkan
laba dalam jumlah yang memadai, minimal 5% dari total aset, atau kurang lebih
Rp210 triliun.
Dengan modal tersebut, BUMN juga diharapkan mampu
meringankan beban negara dengan mencapai usulan target setoran dividen
sebesar Rp43,73 triliun untuk RAPBN 2015. Ditambah lagi pendapatan dari pajak
dan program divestasi secara selektif dan transparan sehingga dapat
memberikan kontribusi yang signifikan kepada RAPBN dan penciptaan lapangan
kerja baru.
PMN memiliki urgensi untuk dilakukan. Dengan kemampuan
pendanaan BUMN yang meningkat, terutama perusahaan yang bergerak di bidang
infrastruktur dan pangan, akan menjadi roda penggerak pembangunan seiring
fokus kerja pemerintah untuk membenahi kedaulatan pangan dan membangun
infrastruktur.
Dari titik ini bisa kita lihat bahwa pemerintah sangat
berharap BUMN mempunyai kinerja yang maksimal. Seiring pembangunan
infrastruktur, BUMN dapat mendorong tercapai target pertumbuhan ekonomi
sebesar 7% dalam tiga tahun ke depan. Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut,
dunia usaha akan lebih banyak menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran
dan kemiskinan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Terlebih, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
berjalan akhir tahun ini, jangan biarkan BUMN bertarung tanpa pertolongan
negara. Bukankah uang BUMN itu juga uang rakyat? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar