Mobnas
Selalu Gagal
Totok Siswantara ; Pernah
bekerja di PT DI
|
KORAN
JAKARTA, 12 Februari 2015
Polemik mobil nasional (mobnas) muncul kembali setelah industri
otomotif asal Malaysia, Proton, bermaksud mengembangkan diri di Indonesia. Reaksi
bermunculan ketika PM Malaysia, Najib Razak, bersama Presiden Joko Widodo
menyaksikan kesepakatan awal yang menjadikan Proton sebagai mobil resmi di
negara anggota ASEAN. Mestinya rencana investasi Proton yang bekerja sama
dengan swasta Indonesia dikaitkan dengan program mobnas seperti Esemka dan
mobil listrik nasional.
Ironisnya, pemerintah belum satu arah dan pikiran yang berhak
menyandang predikat mobnas yang akan dikembangkan dan diproduksi secara
konsisten.
Masih ada perbedaan pendapat antara Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, BKPM, dan Kementerian Riset
Teknologi dan Perguruan Tinggi terkait peta jalan dan fokus pengembangan
mobnas.
Menurut Kementerian Ristek dan PT, mobnas terfokus pada mobil
listrik nasional (MLN), bukan mobil berbahan bakar minyak. Tetapi, proyek MLN
macet. Selama ini, predikat mobnas hanya dimanfaatkan pengusaha untuk
memperoleh keuntungan. Sejak Orde Baru, banyak dana besar proyek mobnas, tapi
hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Gagal
Setelah mobnas Timor gagal akibat kolusi, korupsi dan
manipulasi, muncullah program Maleo yang dikerjakan secara keroyokan oleh
BUMN Industri Strategis: PT DI, Pindad, Barata, bekerja sama dengan BPPT.
Program Maleo yang melibatkan peralatan canggih dan fasilitas
desain mewah serta ditunjang studi banding ke Australia, juga gagal. Kini
pengembangan MLN tidak maju karena banyak mafia di industri otomotif yang
mengganjal dan tidak menginginkannya. Padahal pengembangan iptek MLN sudah
sampai tahap pembuatan baterai kering dari litium.
Mestinya pemerintahan Jokowi-JK segera melakukan difusi inovasi
terkait kebijakan MLN agar diketahui aspek teknologi, lingkungan, dan potensi
ekonominya. Difusi inovasi akan menghasilkan energi kolektif untuk mengatasi
krisis BBM karena MLN tidak memerlukannya, sehingga lebih ramah lingkungan.
MLN menggunakan motor listrik (motor DC) sebagai penggerak.
Dari segi konstruksi dan sistem transmisi, dia lebih sederhana
dari mobil berbahan bakar BBM. Perlu platform MLN untuk mengakselerasi
berbagai riset dan pengembangan, terkait spesifikasi desain dan optimasi
produksi komponennya. Bisa saja desainnya tidak cocok untuk medan tertentu.
Begitu juga tentang skala produksi yang ideal bisa tercapai jika
mencapai mampu menyerap komponen secara bersama-sama. Perlu juga diukur
potensi pengembangannya agar bisa tumbuh bersama. Platform diperlukan untuk
sinergi desain mesin, sistem transmisi, dan industri turunan guna
mendukungnya.
Sekadar catatan, MLN yang mahal tentu sulit dipasarkan. Apalagi
mobil berbahan bakar bio energi atau bio-ethanol jauh lebih murah dan lebih
feasible untuk diproduksi massal. Produsen mobil listrik terkemuka dunia
saja, seperti Renault dari Prancis hingga kini belum mampu berproduski
massal.
Renault memiliki empat tipe mobil listrik: Twizy, Fluence,
Kangoo, dan Zoe. Pemerintah Prancis terpaksa memberi insentif supaya warganya
mau membeli mobil listrik, berupa potongan pajak. Pengembangannya akan
mengalami kendala teknis dan produksi, terutama terkait motor, komponen penyimpan
energi, dan pembuatan sistem transmisi.
Sebaiknya riset menekankan aspek transmisi khusunya gear box
karena akan menjadi krusial dalam pengembangan MLN. Planetary gear box
merupakan sistem transmisi paling sederhana untuk jenis mobil listrik ataupun
hybrid.
Bagian pentingnya roda gigi planet, roda gigi matahari, roda
gigi ring serta jarak sumbu tiap roda gigi. Sistem transmisi pada kendaraan
berfungsi meneruskan daya dari sumber penggerak ke roda dengan mengatur
putaran sesuai tingkat kecepatan.
Sumber penggerak pada mobil listrik berupa motor listrik yang
memiliki karakteristik berbeda dengan penggerak pada mobil konvensional
(mesin motor bakar).
Motor listrik DC memiliki keuntungan pada kemudahan pengontrolan
putaran dengan daya relatif konstan pada berbagai kecepatan, sehingga
transmisi dapat dibuat dengan mengandalkan rasio transmisi tunggal. Namun
demikian, perlu metode untuk mengatasi kesulitan menentukan tingkat
percepatan dan laju mobil listrik dan hybrid.
Dibutuhkan desain transmisi untuk mobil listrik yang sesuai
dengan lingkungan. Sebaiknya Indonesia memiliki platform MLN yang kokoh dan
feasible agar kegagalan lalu tidak terulang. Di antara yang perlu dicatat,
program lokalisasi komponen berbasis industri lokal.
Jika industri komponen berkembang baik, maka mobil dengan skala
ekonomi yang memadai dan feasible
bisa diproduksi. Hingga kini program lokalisasi komponen otomotif belum
menemukan format yang ideal. Hal ini disebabkan industri pemasok komponen
lokal masih didominasi agen pemegang merek (APM), bukan industri-industri non
APM.
Di lain pihak hingga kini perusahaan-perusahaan pemasok komponen
lokal yang lepas dari pengaruh APM tidak berkembang. Padahal program
lokalisasi komponen otomotif akan berhasil apabila dapat mendorong industri
kecil dan menengah yang mampu memasok komponen otomotif untuk berbagai merek
dan tipe kendaraan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar