Melahirkan
Kreativitas
Gunawan Raharja ; Seorang Buruh Film
|
KOMPAS,
20 Februari 2015
DI tengah kisruh politik, Presiden Joko Widodo melantik
Triawan Munaf sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, di Istana
Negara, akhir Januari lalu. Presiden menyampaikan bahwa Badan Ekonomi Kreatif
diperlukan untuk memaksimalkan pendapatan negara.
Ekonomi kreatif bukan hal baru. Pemerintahan SBY pernah
menghasilkan konsep Rencana Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi
Kreatif Indonesia tahun 2025.
Disusun oleh para pelaku industri kreatif, program ini
sudah dijalankan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2009.
Memang hasilnya belum maksimal, tetapi setidaknya niat untuk memajukan
ekonomi kreatif sudah dimulai.
Jika diibaratkan buah, kreativitas tidak bisa hadir tanpa
pohon dan akar yang kuat. Maka, menjadi sia-sia jika badan ini hanya berdiri
sendiri, tidak menjadikan satu gerakan dari akar sampai ke buah, dari hulu ke
hilir.
Yang terlupakan adalah, kreativitas lahir dari perjalanan
panjang sang kreator menempa diri dengan disiplin kreatif dan estetika,
tetapi hanya berakhir pada target pendapatan negara.
Maka, setidaknya ada dua pekerjaan rumah yang harus
dipikirkan badan ini, yakni bagaimana melahirkan kreativitas sebagai modal
dasar dan melakukan kerja kondusif dalam industri yang spesifik.
Percuma apabila sebuah industri kreatif hanya menjadi
bagian dari industri biasa yang menisbikan peran manusia di dalamnya.
Industri kreatif tidak sama dengan industri lainnya. Di
dalamnya terkandung orisinalitas, estetika, sains, dan teknologi. Keempat
unsur ideal itu akan memunculkan sebuah produk kreativitas yang sehat. Oleh
karena itu, jika memahami kreativitas hanya sebagai sebuah produk akhir,
jadinya seperti menyederhanakan masalah.
Kesadaran kreatif
Kreativitas adalah kesadaran yang dipicu oleh banyak hal.
Secara individu, seseorang akan kreatif ketika mereka dihadapkan pada banyak
persoalan.
Kreativitas bahkan didefinisikan sebagai cara untuk
menemukan solusi persoalan (Kumar, Pujar, dan Naganur dlm ”Creative Thinking Ability Among School
Children”, IOSR Journal of Humanities and Social Science, hal 30-32 : 2014). Laporan tersebut juga
menuliskan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas adalah ketika mereka
mempunyai keahlian serta kreatif.
Kreativitas akan tumbuh jika sejak kanak-kanak setiap
individu dipicu mengembangkan kemampuan imajinasinya. Ada kebebasan ruang
untuk kreatif tanpa sekat-sekat. Dimulai dari keluarga sebagai elemen
terkecil masyarakat, seorang anak harus dibebaskan dari keseragaman.
Kebebasan juga bisa diartikan sebagai keleluasaan untuk
menyatakan salah dan benar. Karena kreativitas bukan hukum yang baku,
pernyataan salah hampir nisbi dalam kreativitas. Artinya, setiap individu
mempunyai kebebasan untuk menyatakan berbagai dimensi dan warna. Abu-abu bisa
menjadi hitam atau biru dalam sebuah telaah interpretasi.
Maka, kebebasan menjadi keanekarupaan. Dunia adalah
multiwarna dan bentuk. Kesemuanya sah dan bebas dari klaim apa pun. Setiap
orang mempunyai keleluasaan menyatakan keinginan bersuara dan berteriak,
membentuk dimensi dan mewarnainya. Ketika semua dipersatukan, chaos itulah
sebuah kreativitas.
Pendapatan negara
Fokus dari pembentukan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia
adalah peningkatan pada pendapatan negara. Artinya, sasaran dari kebijakan
badan pemerintah baru ini adalah bagaimana menjadikan ekonomi kreatif sebagai
motor penggerak ekonomi, di samping sektor industri lainnya.
Namun, selama masih banyak pelaku kreatif yang melihat
kreativitas dalam bahasan sempit, yakni sekadar upaya subyektif, tujuan Badan
Ekonomi Kreatif tidak akan tercapai.
Salah satu tugas penting dari badan ini adalah bagaimana
”menjual” olah kreativitas dari kreator menjadi sebuah brand atau merek
dagang yang siap dan layak dijual. Sebagai contoh, banyak kreator bidang
kesenian tradisi yang gagap saat menjual hasil kreativitasnya.
Mereka mampu berkarya secara produktif, dengan kualitas
yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi gagal ketika dihadapkan pada
bagaimana memasarkannya.
Badan ini harus memicu setiap anak bangsa untuk berani
melahirkan karya baru. Namun, tanpa memotivasi dan mengajarkan tata alur
memopulerkan karya mereka, sebuah karya kreatif hanya akan menjadi artefak
jika tidak bisa diapresiasi oleh khalayak.
Upaya lain adalah berusaha memberdayakan kantong-kantong
kreatif yang banyak bermunculan di berbagai daerah. Bidang film, misalnya,
dari Aceh sampai Papua ada banyak sineas muda yang melahirkan film dengan
tema film sederhana dan orisinal.
Namun, selama ini mereka memproduksi sampai memasarkannya
sendiri karena sering berbenturan dengan kekuasaan industri hiburan yang
lebih besar, misalnya monopoli peredaran film.
Salah satu pekerjaan rumah dari badan ini adalah menjadi
media bagi kreator daerah yang jauh dari hiruk pikuk Ibu Kota untuk bisa
eksis berkarya dan menjual karyanya.
Banyak kreator potensial yang mampu melahirkan bentukan
kreatif yang produktif, tetapi tidak mampu menemukan jalur yang tepat untuk
memasarkan hasil karyanya. Juga kreator yang seharusnya mampu menjadi juru
bicara atas nama kreativitas bangsa ini di dunia internasional, tetapi punya
banyak keterbatasan.
Maka, gagal dan berhasilnya Badan Ekonomi Kreatif
Indonesia akan ditentukan oleh kemampuannya menjadikan kreativitas dan kreator
eksis, sekaligus menjadi potensi ekonomi yang menjanjikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar