Maklumat
100 Hari
Ahmad Erani Yustika ; Ekonom
Universitas Brawijaya, Direktur Eksekutif Indef
|
KORAN
SINDO, 02 Februari 2015
Rakyat selalu tak sabar menilai pemerintah yang telah
dipilihnya. Dengan berbagai ekspresi, mereka mencoba mengungkapkan seluruh
imajinasi dan pengetahuan yang ada di kepala untuk mengukur kinerja
pemerintah.
Pengetahuan membantu penilaian itu agar menjadi objektif,
sedangkan imajinasi kadang terbelit menjadi subjektivitas. Apa pun pernyataan
yang disampaikan itu tak bisa diabaikan pemerintah sebab mereka konstituen
inti di balik mandat yang diberikan kepada pemerintah (presiden dan wakil
presiden).
Ketika pemilihan langsung presiden dan wakil presiden
dimulai pada 2004, tradisi penilaian 100 hari pertama menjadi jamak. Tak
pelak, pemerintahan baru hasil pemilu mesti bergegas memenuhi ekspektasi
publik tersebut. Tentu saja, rakyat memakai ukuran yang paling umum: jarak
janji dan bukti.
Janji Nawacita
Tugas pertama terpenting pemerintahan baru adalah
menyelesaikan “bungkus” pembangunan yang disebut dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Dokumen ini menjadi panduan
seluruh gerak pemerintah lima tahun mendatang yang kemudian diturunkan
menjadi rencana strategis dan kerja tahunan kementerian/lembaga.
Secara vertikal, setiap RPJMN daerah (provinsi/kabupaten/
kota) juga harus bertaut kepada RPJMN sehingga strategi dan kebijakan
nasional-daerah tak saling menegasikan. Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla
telah berhasil menyelesaikan dokumen perencanaan tersebut lebih cepat dari
target tiga bulan.
Pertengahan Januari 2015 naskah RPJMN telah disepakati
bersama DPR dan siap dijalankan oleh pemerintah pusat dan daerah sepanjang
lima tahun yang akan datang. Bagaimana dengan isi RPJMN tersebut? Secara
struktur berpikir dokumen itu telah berhasil memadukan antara janji yang
diucapkan Presiden dan kebutuhan teknokratis untuk menjalankannya.
Dokumen telah menuliskan urutan yang runtut: visi-misi,
isu strategis, dan tantangan pembangunan (domestik maupun global), penjabaran
Nawacita, dan elaborasi strategi kebijakan dan program. Membaca naskah
tersebut rasanya seluruh pokok pikiran Nawacita telah berhasil diderivasi
menjadi kebijakan dan program teknokratis yang laik dikerjakan. Tentu saja
kelemahan pasti ada.
Kebijakan strategis tertentu semisal sikap terhadap
liberalisasi ekonomi tak secara tegas dinyatakan, padahal situasi kekinian
dan semangat Nawacita menghendakinya. Berikutnya, target-target ekonomi
tertentu seperti pertumbuhan ekonomi dan swasembada tak terproyeksi dengan
baik sehingga berpotensi menjadi batu sandungan pemerintah.
Implikasi RPJMN 2014-2019 yang berubah secara mendasar
tentu berimplikasi terhadap perubahan anggaran sebab anggaran adalah sumber
daya terpenting yang dipunyai pemerintah untuk merealisasikan janji. Di sini
pemerintah juga harus dipuji. Saat menunggu pelantikan, waktu yang tersedia
digunakan calon terpilih membentuk Tim Transisi untuk menggagas konsep
pembangunan maupun operasionalisasi program sehingga keduanya menjadi sumber
terpenting penyusunan RPJMN dan APBNP.
Tak heran apabila APBNP 2015 cepat diselesaikan dan hanya
tersisa sedikit persetujuan dari DPR seperti penyertaan modal negara (PMN)
bagi BUMN. Selebihnya, APBNP 2015 memiliki struktur yang berbeda dengan
sebelumnya karena berisi konsep dan prioritas baru pemerintah. Singkatnya,
APBNP 2015 lebih bertenaga untuk mendorong pembangunan.
Bukti Nawacita
Pertanyaan lebih lanjut, apakah menteri-menteri (ekonomi)
telah mewujudkan visimisi itu ke dalam kebijakan dan operasionalisasi program
lembaga? Ada beberapa yang telah melakukan aksi konkret dan memiliki harapan
dalam jangka panjang. Tentu, yang pertama mesti disebut adalah Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Benalu pencurian ikan langsung disikapi dengan keras
sehingga menimbulkan efek jera. Penerimaan pendapatan dari operasi kapal juga
didongkrak tinggi meski penilaian jangka pendek belum memungkinkan dilakukan.
Kementerian Tenaga Kerja juga sudah merangsek membenahi lembaga penyalur
tenaga kerja yang selama ini bertindak menyimpang sehingga menempatkan
TKI/TKW secara tak manusiawi.
Penutupan terhadap lembaga yang tak taat aturan sebagian
sudah dilakukan. Sinyal ini bagus bagi pembenahan selanjutnya. Kementerian
Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sudah mencanangkan program unggulan
“Desa Mandiri” yang sebagian porosnya bertumpu pada BUMDes dan koperasi.
Program itu akan dieksekusi tahun ini begitu dana desa turun.
Nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat (desa)
diharapkan muncul dari inisiasi tersebut. Intinya, arah kerja dari
kementerian ini telah dibuat dan siap dijalankan. Berikutnya, Kementerian
Keuangan berani membuat target pajak yang cukup tinggi (13,3%). Ini tentu
masih harus diuji keberhasilannya, namun rencana itu sendiri sudah mulia.
Kementerian ini juga telah cukup bagus mengawal pembuatan postur baru APBNP
2015.
Sungguh pun begitu, dalam isu yang strategis seperti
politik subsidi dan utang kementerian ini tak berani menyatakan sikap untuk
melindungi kepentingan nasional dalam jangka panjang. Kementerian Bappenas
juga sudah menjalankan mandat secara laik dengan mengawal pembuatan RPJMN
serta punya sikap tegas terhadap proyek yang memiliki dampak negatif seperti
Jembatan Selat Sunda dan eksplorasi batu bara.
Selebihnya tak banyak kementerian lain yang bisa diungkap.
Kementerian Koordinator Perekonomian, Pertanian, Perdagangan, Perindustrian,
Koperasi dan UMKM, dan lain-lain tak bersuara cukup jelas dalam menjelmakan
Nawacita. Arah baru dalam wujud kebijakan tak diketahui publik misalnya
bagaimana cara Kementerian Pertanian mencapai swasembada gula/kedelai atau
sikap Kementerian Perdagangan terhadap liberalisasi perdagangan dan MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN).
Pendeknya, maklumat 100 hari belum seluruhnya mendengung
di tiap kementerian. Tentu tak adil memberikan rapor saat ini, namun tak
layak pula bila rakyat diminta menunggu lebih lama arah dan hasil kerja
mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar