Hari
Orang Sakit Sedunia
FX Wikan Indrarto ; Dokter
Spesialis Anak RS Bethesda Yogyakarta,
Alumnus S-3 UGM
|
KORAN
SINDO, 12 Februari 2015
Hari Orang Sakit Sedunia (World
Day of the Sick) ditetapkan oleh Sri Paus Yohanes Paulus II pada 13 Mei
1992 dan mulai dirayakan pada 11 Februari 1993.
Bapa Suci menetapkan Hari Orang Sakit Sedunia (HOSS) setahun
setelah didiagnosa menderita penyakit parkinson pada awal 1991. Apa yang
sebaiknya kita ketahui? Ketiga tema HOSS yang terus-menerus didengungkan
setiap 11 Februari adalah mengingatkan semua orang beriman untuk berdoa
secara khusyuk dan tulus bagi mereka yang sedang sakit.
Kedua, mengundang semua orang beriman untuk merefleksikan sakit
dan penderitaan manusia. Ketiga, penghargaan bagi semua orang yang bekerja
dalam bidang kesehatan. Subtema HOSS 2015 ini mengajak kita untuk merenungkan
dari perspektif ”sapientia cordis ” (kebijaksanaan hati) seturut seruan Paus
Fransiskus. Pertama, kebijaksanaan hati berarti melayani saudara-saudara kita
yang sedang sakit, yang diawali dengan kemurnian hati, pelayanan dan bela
rasa, sampai menghasilkan buah yang baik.
Dalam pelaksanaan melayani orang sakit tersebut, kita diharapkan
mampu bersikap seturut semangat Ayub, ”Saya
mata untuk orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh” (Ayub 29:15) kepada sesama yang sakit, khususnya orang miskin,
anak yatim, dan janda. Hari ini juga kita semua diajak untuk menunjukkan
bukan dengan kata-kata, tetapi dengan kehidupan yang berakar dalam iman
sejati bahwa kita mampu menjadi ”mata untuk orang buta” dan ”kaki bagi orang
lumpuh”.
Pelayanan kita tidaklah harus dilakukan dengan menjadi petugas
kesehatan bagi para pasien. Sebenarnya kita dapat sekadar dekat dengan orang
sakit, terutama yang membutuhkan perawatan lama, membantu dalam memandikan,
berpakaian, mencucikan dan menyuapkan makanan.
Layanan sederhana seperti ini terutama bila dilakukan
berkepanjangan, pastilah dapat menjadi sangat melelahkan dan memberatkan.
Apalagi pada pasien yang sakit berat sudah pasti tidak lagi mampu
mengungkapkan rasa terima kasihnya, karena kesadarannya sudah jauh menurun.
Meskipun tidak ada yang menginginkannya, setiap manusia akan mungkin
mengalami sakit, penderitaan, bahkan dapat berlanjut dengan kematian.
Sakit yang ringan sekalipun sebaiknya digunakan sebagai sebuah
momentum penting untuk mensyukuri sehat. Apalagi sakit berat, kronis, dan
kemungkinan sembuhnya kecil seperti kanker, sudah seharusnya menjadi momentum
untuk menyatukan kita semua umat manusia. Kita diingatkan untuk bersandar
pada Tuhan menyadari pentingnya iman bagi mereka yang sakit dan berbeban
berat untuk datang kepada Tuhan.
Dalam pertemuan dengan Tuhan melalui caranya masingmasing,
mereka yang sakit akan menyadari bahwa dirinya tidak sendirian. Kita dapat
membantu orang sakit agar masa penderitaannya dapat diubah menjadi masa
rahmat. Sering kali dalam penderitaan sakitnya orang mudah terjatuh untuk menjadi
putus asa dan kehilangan harapan.
Pada saat itulah kita yang sehat sebaiknya menekankan akan
penyertaan Tuhan, sehingga masa sakit tersebut dapat diubah menjadi masa
rahmat Ilahi dengan permenungan mendalam untuk mengevaluasi kembali hidup
seseorang, mengakui kegagalan, buruknya perilaku hidup, dan kesalahan, serta
membangkitkan kerinduan akan Tuhan dan mengikuti jalan menuju rumah-Nya.
Kedua, kebijaksanaan hati
seharusnya diartikan bahwa waktu yang kita habiskan dengan orang sakit,
apalagi melayaninya, adalah waktu suci. Sering kali kita lupa nilai khusus
tentang waktu yang dihabiskan di samping tempat tidur orang sakit, karena
alasan terburuburu dan terjebak dalam hirukpikuk aktivitas rutin.
Kebijaksanaan hati berarti bahwa kita memberikan waktu mendampingi
saudara yang sakit, karena kita secara bebas mengurus dan bertanggung jawab
untuk orang lain. Ketiga, kebijaksanaan hati berarti menunjukkan solidaritas
dengan saudara-saudara kita dan tidak menghakimi mereka atas sakit yang
mereka alami.
Saat mengunjungi, merawat, dan menemani orang sakit, diam saja
pun sudah mencukupi seperti teman-teman Ayub: ”Dan mereka duduk dengan dia di tanah tujuh hari tujuh malam dan
tidak ada yang berbicara sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat bahwa
penderitaannya sangat besar.” (Ayub 2:13). Bagi kita semua yang sehat,
memberikan pendampingan, penghiburan dan perhatian untuk mereka yang sakit
sangatlah berarti.
Selain itu, kita disadarkan akan pergerakan roda kehidupan. Pada
saat sehat kita seharusnya meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan dana untuk
membantu mereka yang sakit. Pada saat yang lain sangat mungkin kita sendiri
justru menjadi orang yang sakit dan memerlukan hal sama dari semua orang di
sekitar kita sebagaimana pergerakan dan putaran roda kehidupan.
Pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sekarang
berlaku di Indonesia, kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan
untuk pasien yang sakit akan lebih mudah terwujud. Kendali tersebut juga
penjaminan pembiayaan pasien dilakukan oleh BPJS Kesehatan. Hal ini dapat
terwujud karena kebebasan profesi dokter semakin mampu direduksi,
kompleksitas masalah medis pasien makin dapat diabaikan, dan mutu pelayanan
medik yang dilakukan semakin dapat disetarakan.
Jaminan pembiayaan pasien apabila tetap di dalam pengendalian
akan dapat menjangkau seluruh rakyat Indonesia (universal health coverage) dengan dana BPJS Kesehatan yang
tersedia. Terjadi perubahan besar dalam sistem pembiayaan kesehatan di
Indonesia setelah sistem JKN diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Jasa medis
yang diterima petugas kesehatan pada umumnya terjadi penurunan nominal
dibandingkan dengan pada saat sistem kesehatan yang lama.
Penghargaan bagi petugas kesehatan layak diberikan terutama
karena dedikasinya yang tetap tinggi dan tidak berubah dalam memberikan
pelayanan kesehatan bagi para pasien sesuai ketentuan dalam program JKN.
Dengan momentum Hari Orang Sakit Sedunia 11 Februari 2015 kita
diingatkan agar memiliki kebijaksanaan hati bagi para orang sakit. Sudahkah
kita bertindak untuk meringankan beban orang sakit di sekitar kita? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar