Branding
Internasional Kampus
Djoko Santoso ; Guru Besar Unair; Ahli Ginjal
RSUD dr Soetomo Surabaya
|
JAWA
POS, 23 Februari 2015
SEBENTAR lagi proses seleksi penerimaan mahasiswa baru
lewat jalur undangan dimulai. Calon mahasiswa siap-siap memilih program
studi, fakultas, dan perguruan tinggi yang diminatinya serta disesuaikan
dengan nilai hasil belajarnya. Ada kabar baik. Tahun ini Universitas
Airlangga (Unair) masuk urutan keempat perguruan tinggi nasional yang
di-ranking QS World University. Urutannya adalah UI (skor 310), ITB
(461-470), UGM (551-600), dan IPB/Unair (700+).
Banyak yang bangga masuk Unair, apalagi masuk fakultas
kedokteran (FK). FK dipandang kian bergengsi karena memiliki rumah sakit (RS)
pendidikan sendiri selain bersama RSUD dr Soetomo milik Pemprov Jatim.
Civitas academica-nya juga dikenal memiliki segudang prestasi dan reputasi,
baik nasional maupun internasional.
Itu semua merupakan proses panjang dengan kerja keras
semua civitas-nya. Sebagai organisasi yang kompleks, budaya kelembagaan
universitas sangat memengaruhi atmosfer kehidupan kampus. Itu memengaruhi
pula kualitas dosen dan alumninya, produk penelitiannya, produk pengabdian
masyarakatnya, perannya di berbagai lembaga pemerintahan dan swasta, serta
relasinya dengan masyarakat internasional.
Atmosfer kampus yang dinamis, kritis, dan terbuka
memungkinkan munculnya berbagai pemikiran dan ide pembaruan di berbagai
bidang keilmuan. Jika pemikiran dan ide pembaruan tersebut hanya berkutat di
internal kampus, yang terjadi adalah bak pepatah ”kodok dalam tempurung”.
Berbagai pemikiran dan ide pembaruan itu baru teruji dan bermanfaat jika
dilempar ke serta direspons dan diimplementasikan oleh masyarakat luar kampus
seperti asosiasi profesi, praktisi swasta, kalangan pemerintahan, serta pers.
Bagaimana universitas bisa menghasilkan produk berkualitas
dengan proses yang bagus dan berinteraksi dengan masyarakat luar kampus
secara dinamis? Otaknya ada pada manajemen universitas. Diperlukan rezim
rektorat yang punya visi ke depan, piawai menangani tata kelola internal,
sekaligus terampil berinteraksi dengan masyarakat luar kampus, baik nasional
maupun internasional.
Sebagai ”presiden” universitas, rektor harus mampu
menangani urusan internal dan eksternal. Urusan internal adalah tata kelola
universitas (akademik, keuangan, kemahasiswaan, kepegawaian, dan lain-lain).
Sedangkan urusan eksternal adalah membangun hubungan dan kerja sama dengan
berbagai kalangan serta lembaga di luar kampus, baik nasional maupun
internasional.
Dalam tatanan global sekarang ini, kerja sama dengan
berbagai kampus dan lembaga internasional adalah keniscayaan. Kemajuan dan
keunggulan yang dimiliki universitas luar negeri ternama bisa dipelajari dan
kemudian diserap. Universitas yang menghasilkan pemenang nobel di bidang
kedokteran, misalnya, pasti memiliki SDM berkualitas serta kurikulum dan tata
kelola yang bagus.
Karena itu, kerja sama dengan universitas ternama luar
negeri jelas akan menaikkan rating. Dalam kaitan ini Knight (1996)
menganjurkan untuk menggunakan pendekatan konsep internasionalisasi dari
program pendidikan dengan tetap menghormati karakter dasar suatu bangsa serta
mempertimbangkan latar belakang sejarah, tradisi, dan budaya lokal sendiri.
Internasionalisasi dalam pengelolaan perguruan tinggi
adalah proses mengintegrasikan dimensi interkultural ke dalam fungsi
pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Internasionalisasi bukan
hanya dalam arti geografis semata, misalnya sekadar menerima mahasiswa asing
atau mengirimkan mahasiswa ke luar negeri tanpa didasari konsep kerja sama
yang strategis.
Lebih dari itu, internasionalisasi harus dipandang sebagai
proses integrasi kegiatan (terutama pengajaran dan penelitian) dalam kerangka
kerja sama mutualistik untuk kemajuan bersama sekaligus membangun
persahabatan dengan mitra luar negeri. Pengalaman bekerja sama secara
internasional dan memahami visi antarbangsa akan sangat membantu upaya
bersama membangun masa depan peradaban dunia yang saling membutuhkan.
Kegiatan dalam konsep internasionalisasi yang
terintegrasi, masih menurut Knight, terdiri atas empat komponen: aktivitas,
kompetensi, etos, dan proses. Aktivitas, meliputi pembelajaran universitas
menggunakan kurikulum, pertukaran mahasiswa/dosen, serta dukungan teknis
–semuanya harus menggambarkan proses internasionalisasi.
Kompetensi, alumninya mempunyai kompetensi yang diakui
secara internasional sebagai produk dari pengajaran yang mencerminkan proses
internasionalisasi. Etos, seluruh kegiatan perguruan tinggi harus dinaungi
atmosfer dengan budaya dan etos kerja yang mendukung proses
internasionalisasi serta interaksi interkultural. Proses, dalam arti seluruh
kegiatan, mulai pengajaran, penelitian, hingga pengabdian masyarakat,
terintegrasi sejak konsep, kebijakan, prosedur, sampai kegiatan yang
mencerminkan internasionalisasi.
Empat pendekatan itulah yang menggambarkan
internasionalitas yang saling melengkapi dan inklusif eksklusif. Dinamika
kegiatan dengan konsep internasionalisasi ini akan membentuk arah baru bagi
perguruan tinggi. Dari penjelasan di atas jelaslah, internasionalisasi
perguruan adalah tugas berat dan tidak mudah. Rektor dituntut untuk memiliki
sikap, wawasan, dan pemahaman yang baik tentang posisi Indonesia dalam
tataran global.
Apakah Unair sekarang sudah menginternasional? Dalam tahap
tertentu, tentu saja sudah. Lihat saja salah satu indikatornya, banyak
mahasiswa asing yang kuliah di Unair. Sebaliknya, banyak pengajar Unair yang
belajar di mancanegara serta hal sebaliknya, dosen dan visiting professor dari
luar negeri pun datang untuk berkiprah. Ada banyak bentuk kerja sama Unair
dengan berbagai perguruan tinggi asing. Dan nama Unair juga masuk dalam list
QS World University tadi.
Tetapi, selain kuantitas, sisi kualitas harus ditingkatkan
tanpa henti. Misalnya dengan meningkatkan partisipasi mahasiswa asing dalam
riset-riset lokal serta sebaliknya, meningkatkan partisipasi mahasiswa kita
dalam riset-riset internasional. Perlu menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan kemajuan internasional dan memperluas jangkauan kerja sama
dengan lembaga internasional.
Menjadikan Unair sebagai pilihan utama adalah sebuah
proses, bukan tujuan. Unair harus fokus, bagaimana produknya (program,
kegiatan, dan alumni) bisa diterima serta diakui masyarakat luas, baik
nasional maupun internasional. Inilah tugas berat ”presiden” universitas
kebanggaan arek Suroboyo tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar