Aspek
Strategis Industri Pertahanan
Silmy Karim ; Direktur
Utama PT Pindad
|
KOMPAS,
14 Februari 2015
Harian Kompas baru-baru ini menurunkan ulasan mantan Wakil
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (31/1/2015) perihal industri
pertahanan di Tanah Air. Pesan moral dari pokok pikiran itu menggarisbawahi
status industri pertahanan (indhan)
sebagai industri yang melayani kepentingan strategis negara dan bangsa dalam
pengadaan alat pertahanan keamanan.
Pengadaan alat pertahanan keamanan bermuara pada dua garis besar
kebijakan: impor atau produksi sendiri. Dewasa ini banyak negara maju memilih
opsi kedua karena terkait dengan pertimbangan penegakan kedaulatan dan
kemandirian suatu negara. Lebih dari itu, kemajuan indhan menjadi brand dari
status negara maju, seperti kita lihat dengan hadirnya indhan yang canggih di
Amerika Serikat, Rusia, Inggris, dan Perancis dengan aneka produknya yang
mendunia.
Penggerak perekonomian
Laporan Stockholm
International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan, perusahaan
pertahanan besar, seperti Lockheed Martin, EADS, dan BAE System, bisa
mempekerjakan karyawan hingga ratusan ribu orang dan memiliki keuntungan
jutaan dollar AS dalam satu tahun penjualan. Sampai detik ini, omzet terbesar
Boeing bukan dari penjualan pesawat jet komersial, melainkan dari produk
militer, seperti pesawat tempur F-15 Eagle, F-22 Raptor, helikopter tempur
Apache, helikopter angkut Chinook, dan pesawat angkut militer C-17
Globemaster. Berbagai contoh indhan terkemuka ini juga menjadi penggerak roda
perekonomian dan industri di negara yang bersangkutan.
Aspek strategis lainnya
adalah spillover effect dari pemanfaatan teknologi hasil riset militer untuk
kepentingan sipil. Sebut saja pengembangan jet komersial Boeing 747 awalnya
merupakan turunan dari prototipe untuk kepentingan militer. Komputer yang
kita kenal sekarang juga berasal dari proyek yang dirintis AS sejak tahun
1945. Proyek virtual network yang
dikembangkan Defense Advanced Research
Projects Agency (DARPA) tahun 1974 menjadi dasar pengembangan internet
yang kita nikmati sekarang. Produk lain, seperti global positioning system (GPS), semikundoktor, mesin jet,
pendingin, reaktor nuklir, kontainer kapal, satelit cuaca, dan sistem
navigasi, sesungguhnya lahir dari R&D untuk kepentingan militer.
Kehadiran indhan yang mampu melahirkan dual-use technology ini mendorong kemajuan ekonomi negara
bersangkutan. Penelitian beberapa ekonom, yang paling terkenal di antaranya
Emile Benoit, menemukan hubungan yang positif antara belanja pertahanan suatu
negara dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Robert De Grasse Jr, belanja
pertahanan berperan menciptakan lapangan kerja, peningkatan daya beli, dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Maknanya, belanja pertahanan yang disalurkan ke indhan dalam
negeri mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang
pesat memberi ruang fiskal dan kebutuhan lebih tinggi bagi pemerintah untuk
meningkatkan belanja pertahanan.
Pemerintah sendiri sudah sepenuhnya sadar akan keterkaitan yang
erat antara pertumbuhan ekonomi, pembangunan postur pertahanan, pengembangan
industri, dan upaya pencapaian teknologi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara menegaskan, kita menganut sistem pertahanan semesta yang mencakup konsep pertahanan militer dan
pertahanan nirmiliter.
Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 menyebutkan, kesemestaan
mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional,
sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu
kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. Sistem pertahanan ini tecermin
dalam strategi pertahanan nasional yang secara garis besar bertumpu pada
nilai untuk mempertahankan diri dari ancaman dan gangguan yang bisa
mengganggu kedaulatan negara dan mengancam keselamatan warga negara.
Konsepsi penting yang mewarnai strategi pertahanan adalah aspek
penguasaan teknologi. Teknologi memainkan peranan penting dalam kekuatan
pertahanan suatu negara. Penguasaan teknologi modern bisa mengubah struktur,
postur, bahkan strategi pertahanan suatu negara. Semakin maju teknologi yang
dikuasai, penentuan struktur, postur, dan strategi pertahanan akan semakin
efisien dan efektif.
Dalam konteks itulah, Rencana Pengembangan Postur Alat Utama
Sistem Senjata dan Industri Pertahanan yang disusun pemerintah secara tegas
mengaitkan rencana pengembangan postur alat utama sistem senjata (alutsista)
dengan program pencapaian kemandirian indhan sebagai bagian dari upaya
penguasaan teknologi.
Pengembangan indhan sengaja tidak hanya diarahkan memiliki
kemampuan untuk memproduksi peralatan militer, seperti medium tank, roket,
pesawat tempur, dan kapal selam, guna mendukung postur kekuatan pertahanan
yang ideal, serta mendorong indhan yang mandiri dan berkemampuan teknologi
tinggi, tetapi juga menjadikan sektor industrial pertahanan sebagai salah
satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Pada 2009, anggaran pertahanan kita masih sekitar Rp 33,6
triliun. Jumlah ini naik hampir tiga kali lipat menjadi Rp 95 triliun pada
2014. Meski mengalami peningkatan signifikan, anggaran pertahanan kita masih
kurang kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Saat ini, anggaran
pertahanan kita di level sekitar 0,8 persen dari PDB. Lebih rendah
dibandingkan dengan banyak negara, bahkan dibandingkan dengan negara
tetangga, seperti Malaysia dan Singapura yang sudah di atas 2 persen dari
PDB.
Namun, bukan berarti jika anggaran diperbesar semua persoalan
indhan akan selesai. Bagaimanapun pemerintah tetap harus mendukung industri
lewat kebijakan dan regulasi. Indhan butuh kepastian perencanaan pemerintah
untuk menyiapkan fasilitas produksi, menghitung kapasitas, menyisihkan
sejumlah sumber daya finansial, serta memfokuskan usaha pada aktivitas riset
dan pengembangan tertentu untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
kebutuhan pemerintah.
Seterang matahari
Karakter pasar pertahanan yang khusus juga harus
dipertimbangkan. Di pasar komersial, peningkatan supply dan demand
sangat berkorelasi dengan level harga. Sementara di sektor pertahanan, jumlah
pemesanan dari pemerintah tidak sensitif terhadap penurunan harga dan
kenaikan karena dilandasi pada penghitungan kebutuhan, proyeksi struktur
angkatan bersenjata, dan kapabilitas dari sistem persenjataan yang
diinginkan.
Dengan kondisi ini, perusahaan hanya memiliki sedikit insentif
pasar untuk lebih efisien demi memangkas harga. Salah satu insentif yang bisa diciptakan
untuk indhan dalam negeri adalah memperbesar kemungkinan mendapat kontrak
lewat kebijakan keberpihakan negara terhadap indhan-nya. Roh dari seluruh dukungan yang diharapkan dari
pemerintah sesungguhnya adalah kepercayaan terhadap industri untuk dapat
mengembangkan diri menjadi lebih efisien dan inovatif.
Kekuatan pertahanan yang tercipta dari impor senjata adalah
semu. Jadi, sudah seterang matahari: kekuatan pertahanan yang digdaya dan
strategis bagi bangsa hanya lahir dari kemandirian dan kerja keras. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar