Buyarnya
Impian Negara Palestina
Musthafa Abd Rahman ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
02 Januari 2015
PRESIDEN Otoritas
Palestina Mahmoud Abbas, Rabu (31/12), menandatangani nota permintaan
Palestina bergabung dengan 22 organisasi internasional. Hal ini dilakukan
sehari setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menolak mengadopsi
draf resolusi Palestina yang meminta pendudukan Israel di
tanah Palestina diakhiri dalam tiga tahun ke depan.
Resolusi yang
diusulkan Jordania itu gagal memenuhi syarat minimum sembilan suara dari 15
anggota DK PBB setelah Nigeria mengubah sikap dan menolak draf resolusi itu.
Hanya delapan negara yang mendukung, yakni Perancis, Luksemburg, Chad, Cile,
Argentina, Jordania, Rusia, dan Tiongkok.
Adalah tewasnya
Menteri Palestina Urusan Pemantauan Permukiman Yahudi Ziad Abu Ein (55) di
tangan tentara Israel, 10 Desember lalu dekat kota Ramallah, Tepi Barat, yang
mendorong Palestina bertaruh lagi melancarkan perang diplomasi melawan Israel
di forum DK PBB untuk mendapatkan hak bagi berdirinya negara Palestina.
Pertemuan pemimpin
Palestina di Ramallah, 14 Desember, memutuskan mengajukan lagi draf resolusi
bagi berakhirnya pendudukan Israel di atas tanah sebelum perang Arab-Israel
1967, sebagai balasan atas tewasnya Abu Ein.
Almarhum Pemimpin
Palestina Yasser Arafat sesungguhnya mendeklarasikan negara Palestina di
Aljazair pada 1988. Saat itu, 135 negara dari berbagai belahan bumi langsung
mengakui negara Palestina. Namun, deklarasi itu tidak didukung Amerika
Serikat, Uni Eropa, dan Israel. Itulah yang membuat negara Palestina hanya
berada di atas kertas.
Perubahan sikap
negara-negara Eropa belakangan ini untuk mengakui negara Palestina
membangkitkan harapan politik Palestina untuk mewujudkan impian itu. Adalah
Swedia yang memulai mengakui negara Palestina pada Oktober lalu, disusul
parlemen Inggris, Perancis, Irlandia, dan Luksemburg.
Pada 17 Desember 2014,
parlemen Uni Eropa ikut mendukung jika ada anggota UE yang mengakui negara
Palestina.
Palestina berharap
Spanyol, Inggris, Irlandia, dan Perancis segera menyusul Swedia dalam
mengakui negara Palestina. Hal itu dijawab oleh parlemen empat negara itu
yang mendahului pemerintah mereka untuk mengakui negara Palestina.
Kebangkitan
Palestina melihat
gerakan parlemen sejumlah negara Eropa utama mengakui negara Palestina
merupakan sebuah kebangkitan hati nurani bangsa-bangsa Eropa dalam memihak
perjuangan yang menjadi hak dari sebuah bangsa.
Juru bicara Pemerintah
Palestina, Ehab Bessaiso, menyebut sedikitnya tiga alasan tentang
strategisnya hubungan Palestina dengan Eropa. Pertama, Eropa dan Palestina
memiliki titik temu geografis, yakni sama- sama bertepi ke laut Mediterania.
Kedua, Palestina sangat bergantung kepada Eropa dalam perdagangan dan
industri.
Ketiga, Eropa memiliki
kapasitas politik dalam berandil atas penyelesaian isu-isu strategis konflik
Israel-Palestina. Di antaranya isu perbatasan, permukiman Yahudi, pengungsi
Palestina, dan kota Jerusalem Timur.
Sementara perunding
senior Palestina, Saeb Erekat, dalam sebuah dokumen tentang perjuangan rakyat
Palestina mengatakan, pengakuan masyarakat internasional melalui PBB tentang
hak rakyat Palestina menentukan nasibnya sendiri sesungguhnya merupakan
penerjemahan dari berbagai resolusi Majelis Umum (MU) PBB.
Semua resolusi
tersebut menegaskan, hak rakyat Palestina menentukan nasibnya sendiri dan
mendirikan negara independen yang berdaulat. Resolusi MU PBB Nomor 2672 juga
menegaskan menghormati hak-hak rakyat Palestina adalah bagian penting menuju
tercapainya perdamaian adil dan abadi di Timur Tengah.
Menurut Erekat, tidak
ada hak bagi Israel atas tanah tahun 1967 dan hal itu sejalan dengan Resolusi
DK PBB No 242 yang menegaskan tidak dibenarkan menguasai tanah orang lain
dengan kekuatan.
Bagi Abbas, tak ada
pilihan kecuali harus bertaruh di DK PBB atau bergabung dengan organisasi
internasional. Abbas sejak Kesepakatan Oslo 1993 terus terlibat dalam
perundingan dengan Israel, tetapi sampai saat ini gagal mewujudkan negara
Palestina.
Padahal, rakyat
Palestina hanya ingin mendirikan negara di atas wilayah seluas 22 persen dari
sisa keseluruhan tanah historis Palestina. Wilayah itu adalah Tepi Barat,
Jalur Gaza, dan kota Jerusalem Timur. Sisa tanah 22 persen itu pun kini
semakin mengecil akibat gencarnya pembangunan permukiman Yahudi di atas tanah
Palestina itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar