Integrasi
Sektor Perikanan Indonesia
Bisman Nababan ; Dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
|
KORAN
SINDO, 23 Desember 2014
Salah
satu masalah penting yang dihadapi pemerintah dan nelayan Indonesia adalah
banyaknya pencurian ikan oleh negara asing di perairan Indonesia yang
memiliki sumber daya ikan yang sangat kaya. Maraknya pencurian ikan ini
mungkin disebabkan oleh relatif tingginya stok ikan di perairan Indonesia
dibandingkan perairan negara tetangga, jumlah nelayan kita yang relatif
sedikit, armada kapal nelayan Indonesia yang masih bersifat tradisional, dan
kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah pengawas perbatasan perairan
Indonesia.
Kelemahan
ini dapat dimanfaatkan oleh nelayan negara tetangga yang mungkin memiliki
armada kapal yang lebih modern sehingga dapat lebih cepat mengetahui daerah
potensi penangkapan ikan dan dapat lebih cepat mendeteksi kapal pengawas Indonesia.
Beberapa
pendekatan untuk mengurangi pencurian ikan oleh nelayan dari negara tetangga
telah dilakukan pemerintah seperti penangkapan dan memberi efek jera dengan
menenggelamkan beberapa armada kapal asing yang masuk dan mencuri ikan di
perairan Indonesia. Namun, hal ini diduga masih belum efektif karena jumlah
dan sarana serta prasarana pengawas perbatasan kita masih relatif sedikit.
Dana
yang tersedia untuk kegiatan pengawasan perbatasan ini juga masih relatif
kecil karena biaya yang digunakan untuk kegiatan pengawasan perbatasan cukup
besar. Umumnya, biaya operasional sebuah kapal berukuran panjang 60 meter
atau lebih sebesar Rp100 juta atau lebih per hari.
Bilamana
kecepatan rata-rata kapal pengawas sebesar 10 mil per jam, maka dalam satu hari
(rata-rata 20 jam/hari) dapat menempuh jarak 200 mil/hari atau 360 km/hari.
Dengan menyederhanakan perairan Indonesia dalam empat persegi, maka panjang
dari bujur barat-timur sekitar 50 derajat x sekitar 110 km/derajat = 5.500
km,
lebar
dari lintang utara-selatan sekitar 20 derajat x 110 km/derajat = 2.200 km
maka keliling perairan terluar Indonesia sekitar (2 x 5.500)+(2 x 2.200)=
15.400 km sehingga dengan kecepatan efektif kapal sekitar 360 km/hari maka
diperlukan sebanyak 43 kapal besar untuk mengawasi perbatasan perairan
Indonesia. Dalam proses pengawasan, kecepatan kapal tidak boleh maksimum
sepanjang waktu karena dalam proses pengawasan kadang berhenti atau
mengurangi kecepatan sehingga kalau dikalikan kecepatan normal dari ½
(setengah) kecepatan rata-rata maka jumlah kapal yang dibutuhkan menjadi 2 x
43 kapal = 86 kapal.
Biaya operasionalnya sekitar 86 x Rp100 juta/hari = 8,6 miliar/hari x
365 hari/tahun = Rp3,139 triliun/tahun. Perkiraan biaya sederhana ini jauh
melebihi anggaran Ditjen Pengawasan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
pada 2014 yang berjumlah Rp800 miliar/tahun serta hampir setengah dari jumlah
anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 sebesar Rp6,5 triliun
(Nota Keuangan dan APBN RI, 2014).
Berdasarkan analisis Ditjen Pengawasan KKP, jumlah kapal pengawas yang
ideal untuk mengawasi perbatasan perairan Indonesia sekitar 90 buah dan saat
ini hanya memiliki sejumlah 27 kapal. Dengan demikian, dapat dibayangkan
keperluan jumlah dana yang sangat besar untuk membeli sejumlah kapal dan
biaya operasional agar dapat mengawasi perairan perbatasan Indonesia dengan
baik (jumlah anggaran Ditjen Pengawasan KKP tidak mencukupi hanya untuk beli
kapal dan biaya operasional).
Bilamana armada kapal dari Angkatan Laut digunakan untuk membantu
pengawasan perbatasan perairan Indonesia, jumlah kapal itu tetap tidak
mencukupi mengingat luasan perbatasan perairan Indonesia yang sangat luas.
Untuk itu diperlukan suatu solusi yang terintegrasi antara pengawasan,
penelitian, dan produksi perikanan.
Selain masalah pengawasan, informasi ilmiah terkait stok dan sifat ikan
serta paramater oseanografi lain yang memengaruhi keberadaan ikan serta
kesehatan laut masih sangat minim untuk perairan Indonesia. Hal ini
disebabkan minimnya anggaran penelitian di bidang perikanan dan kelautan yang
disediakan pemerintah serta minimnya peralatan laboratorium dan lapangan
untuk mendukung penelitian standar internasional.
Di samping itu, sumber daya manusia di bidang perikanan dan kelautan
untuk Indonesia masih sangat minim. Biaya penelitian di laut juga memerlukan
biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan melaksanakan penelitian
di darat karena penelitian di laut menggunakan kapal riset dengan biaya
operasional sekitar 100-200 juta/hari.
Masalah lain bagi nelayan Indonesia adalah armada kapal nelayan umumnya
relatif bersifat tradisional dengan ukuran kecil dan sangat sedikit armada
kapal berukuran besar serta berstandar internasional. Di samping itu, harga
bahan bakar minyak (BBM) yang terus meningkat serta persediaan BBM yang
sering langka sangat membebani dan mempengaruhi produktivitas nelayan
tradisional.
Dalam era teknologi informasi sekarang ini, seyogianya nelayan kita
dibekali pengetahuan terkait oseanografi dan kaitannya dengan keberadaan ikan
serta pengetahuan teknologi informasi dan satelit. Dalam kondisi keuangan
negara yang sangat terbatas diperlukan suatu terobosan dengan
mengintegrasikan kegiatan pengawasan, penelitian, dan penangkapan ikan di
perairan Indonesia.
Pelaksanaan penelitian sangat terbatas karena keterbatasan dana,
peralatan armada kapal riset, dan peralatan laboratorium. Keterbatasan ini
dapat disiasati dengan mengintegrasikan kegiatan pengawasan, penelitian, dan
penangkapan ikan. Untuk itu, armada kapal pengawas perlu dilengkapi peralatan
laboratorium baik laboratorium basah, kering, dan komputer untuk dapat
digunakan sebagai armada kapal pengawas sekaligus berfungsi untuk penelitian.
Hal ini akan mengefektifkan pemanfaatan dana yang sangat terbatas.
Armada kapal pengawas ini juga perlu dilengkapi peralatan canggih seperti
peralatan akustik, penginderaan jauh, peralatan bio-optik, flow-through
system, dan peralatan oseanografi lain. Bilamana tidak dapat dilengkapi
dengan seluruh peralatan penelitian dalam sebuah armada kapal, paling tidak
setiap armada kapal pengawas dapat dilengkapi dengan sebagian sarana dan
prasarana penelitian.
Bilamana armada kapal pengawas dilengkapi peralatan penelitian, hasil
penelitian dari perairan Indonesia semakin meningkat dan lengkap untuk
keperluan perikanan dan bidang lain. Hasil ini juga dapat digunakan untuk
validasi hasil pengukuran satelit serta pengembangan algoritma satelit untuk
perairan Indonesia.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk memperluas wilayah
teritorial perairan Indonesia yang seyogianya masih dapat diperluas dari
perbatasan yang ada saat ini. Pemerintah perlu membantu pengembangan atau
modernisasi armada kapal nelayan yang masih tradisional dan relatif kecil.
Armada kapal nelayan ini juga perlu dilengkapi sistem komunikasi modern
sehingga nantinya kapal ini dapat digunakan sebagai alat penelitian atau
ground truth dari satelit terkait. Dengan modernisasi armada kapal nelayan, nantinya
satelit dapat membedakan kapal nelayan Indonesia atau kapal nelayan dari
negara lain.
Di samping modernisasi armada kapal nelayan, pemerintah perlu
memberikan stimulus kepada nelayan agar jumlah nelayan dan armada kapal
nelayan semakin banyak yang beroperasi di perairan Indonesia yang secara
otomatis akan meningkatkan daya saing dengan nelayan asing di perairan
Indonesia sendiri.
Selain itu perlu diberikan pelatihan terhadap para nelayan akan
pengetahuan oseanografi dan kaitannya dengan keberadaan ikan serta
pengetahuan teknologi satelit dalam pendugaan potensi keberadaan ikan di
laut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar