Senin, 15 Desember 2014

Asam-Garam Bertemu dalam Belanga

                       Asam-Garam Bertemu dalam Belanga

Putu Fajar Arcana  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  14 Desember 2014

                                                                                                                       


Asam gunung dan garam laut bertemu dalam belanga. Pepatah tua ini jadi ajaran geografik yang mengalirkan kesadaran bahwa gunung dan laut sudah sejak dahulu kala menjadi ruang hidup manusia Nusantara. Mengapa laut kemudian berkonotasi menakutkan, seram, dan cuma jadi halaman belakang?

Pameran para kurator Bentara Budaya, 11-20 Desember 2014,
di Bentara Budaya Jakarta, secara sadar mengambil tema ”Asam Garam Bentara”. Para perupa, yang sehari-hari adalah kurator Bentara, seperti Ipong Purnama Sidhi, Hari Budiono, Hermanu, GM Sudarta, dan Wiediantoro, adalah para seniman yang berkubang ”asam-garam” dan ”pahit-getir” sejarah perjalanan Bentara. Mereka sudah hadir bersama lembaga kebudayaan Kompas itu sejak terlahir tahun 1982 dengan berdirinya Bentara Budaya Yogyakarta.

Faktor kesejarahan itulah yang membuat kurator pameran ini, Efix Mulyadi, mengontekskan praktik seni rupa para seniman dengan situasi dan kondisi sosial politik negara Indonesia kontemporer. Setidaknya, dalam setiap kampanye, Joko Widodo (kini Presiden RI) selalu mendengungkan pentingnya keberadaan laut. Bahkan, ia bertekad membuat tol laut yang menghubungkan pulau-pulau besar di Indonesia dengan cara yang lebih efektif dan efisien.

Reproduksi cerita

Kemunculan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi cerita yang terus-menerus diproduksi media massa dan media sosial, lalu direproduksi di warung-warung kopi atau kafe-kafe, bahkan lahir sebagai ”mitos” di tangan para seniman. Perupa Hari Budiono setidaknya memajang tiga karya yang memakai Susi sebagai modelnya.

Karya berjudul ”Susi Duyung” berwujud sosok mitologis seperti para superhero di Amerika, memiliki sayap, tetapi berekor seperti ikan, dengan menyandang pedang dan menggenggam senapan otomatis. Ia dihasratkan sebagai sosok yang menyelamatkan laut dari serangkaian pencurian ikan yang sudah terjadi bertahun-tahun. Peristiwa penenggelaman kapal-kapal asing pencuri ikan di tangan Susi rupanya menoreh begitu dalam di hati Hari Budiono.

Tak tanggung-tanggung, budayawan Sindhunata membuatkan narasi khusus pada karya ”Susi Duyung”. Begini penggalannya //…Ombak pun datang bergulung-gulung/tiba-tiba dari badan wanita berbadan duyung itu/mengepaklah sepasang sayap, dan ia pun melesat/terbang tinggi ke angkasa/Dari balik awan, ia menembakkan senjatanya/dan hancur dan tenggelamlah kapal-kapal para maling/dan jahanam yang mau merampok kehidupan lautan…//

Ipong Purnama Sidhi yang memainkan kuasnya secara liar membuat sesuatu yang ironis. Pada karya bertajuk ”Nenek Moyangku Seorang Pelaut”, ia menggambarkan tubuh sosial (istilah Efix Mulyadi) seorang nelayan yang kere, tak berdaya, dan kurang gizi. Seekor ikan yang lewat di depan matanya hanya mampu ia pandang, tanpa pernah bisa dijamahnya. Bukankah itu situasi yang melanda semua nelayan kita saat ini? Laut boleh kaya, tetapi kehidupan sebagian besar para nelayan kita miskin, senantiasa dikuasai para tengkulak yang ganas.

GM Sudarta bahkan melukiskannya dalam ”Di Laut Kita Jaya (Katanya Lho!) sebagai sesuatu yang lebih mengenaskan. Para nelayan kita dan perahu-perahunya terjaring pukat harimau oleh para bajak laut, sementara kapal patroli TNI kita dengan persenjataan yang loyo tampak di sampingnya.

Meski karya-karya ini menggunakan idiom laut sebagai tema utamanya, tetapi ia tetap hadir secara satire. Realitas kita di laut selalu jadi bahan olok-olok karena ketidakmampuan kita mengelola kekayaan hayati ini secara baik.

Filosofi masa lalu, seperti penyatuan ”Segara-Giri”, ”Jaya Giri-Jaya Bahari”, atau ”asam-garam bertemu dalam belanga”, tak pernah benar-benar menjadi pegangan di dalam setiap pengambilan kebijakan di negeri ini. Laut tetap saja menjadi halaman belakang, tempat segala kekotoran dan sampah dibuang. Pameran ini menjadi upaya simbolik para seniman untuk menggedor kesadaran tentang pentingnya berkiblat ke laut, di mana kekayaan itu sekarang banyak dicuri. Dan, harapan itu ditumpukan kepada Menteri Susi Pudjiastuti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar