Tepat
Memilih Jaksa Agung
Wiwin Suwandi ; Pemerhati
Tata Negara dan Anti-Korupsi
|
KORAN
TEMPO, 31 Oktober 2014
Masih ada pekerjaan rumah (PR) yang menunggu Jokowi: memilih
jaksa agung. Trisula penegak hukum di bawah kepemimpinan presiden adalah
jaksa agung, Kapolri, dan Menkumham, plus KPK sebagai komisi independen. Dan
Presiden tidak boleh asal memilih jaksa agung, mengingat posisi jaksa agung
sangat vital dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system). Lebih penting lagi, jaksa agung yang
dipilih harus mendukung revolusi mental, khususnya di lingkungan internal
kejaksaan yang masih bobrok.
Dalam sistem peradilan pidana, jaksa agung memegang peran
penting dalam fungsi penyidikan dan penuntutan. Bebas-tidaknya vonis pelaku
tindak pidana berada di pundak kejaksaan. Dan Jokowi harus memilih jaksa
agung yang berintegritas serta memiliki visi-misi jelas dan konkret.
Seorang jaksa agung mesti berani melakukan reformasi pembenahan
sistem dan aparatur. Pembenahan sistem difokuskan pada empat aspek. Pertama,
prioritas penanganan kasus berdimensi tindak pidana khusus seperti korupsi,
pencucian uang (money laundry),
terorisme, dan narkoba. Kejaksaan sering dikritik lamban dalam mengusut
tuntas kasus tersebut. Karena itu, kasus-kasus tersebut harus menjadi
prioritas utama kejaksaan, mengingat besarnya kerugian materi dan nonmateri
yang ditimbulkan.
Kedua, mempererat dan memperkuat kerja sama antarkomponen utama
sistem peradilan pidana: kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga
pemasyarakatan, termasuk KPK, untuk mempercepat penanganan kasus tindak
pidana serta menghindari masalah-masalah yang ditimbulkan akibat tidak
jalannya koordinasi. Ketiga, memperkuat dan memberdayakan sistem pengawasan
internal kejaksaan untuk memantau perilaku dan kinerja jaksa yang bisa
merusak wibawa kejaksaan.
Keempat, melibatkan masyarakat untuk aktif memantau kinerja
kejaksaan dengan mendorong perbaikan di sektor manajemen informasi kejaksaan
berbasis teknologi informasi (TI). Masyarakat bisa berpartisipasi dalam
melaporkan dugaan tindak pidana serta memantau kinerja jaksa yang melenceng
dari kode etik kejaksaan.
Jaksa agung juga harus berani mendorong penguatan aparatur
melalui peningkatan sumber daya manusia kejaksaan. Pesatnya globalisasi tidak
hanya memudahkan dan mempercepat interaksi warga antarbangsa/negara, tapi
juga menimbulkan tingginya angka kejahatan, khususnya yang berdimensi
kejahatan lintas negara (transnational crime) seperti korupsi, narkoba,
pencucian uang (money laundry), dan terorisme. Perkembangan kejahatan
kontemporer bersifat dinamis dari waktu ke waktu, sementara KUHP dan
penindakan secara konvensional cenderung tidak responsif dan ketinggalan
zaman. Dengan demikian, aparat jaksa yang aktif dan tanggap terhadap situasi
kekinian sangat dibutuhkan.
Selama ini, banyak kritik ditujukan ke kejaksaan karena kurang
memadainya kapasitas sumber daya manusia kejaksaan, di samping mentalitas
aparat kejaksaan yang mesti dibenahi. Masyarakat dan pers selama 24 jam harus
memantau kinerja jaksa. Tidak sedikit kritik yang diterima kejaksaan hingga
saat ini.
Karena itu, keberhasilan kinerja "Korps Adhyaksa" ke
depan berada di pundak Jokowi untuk memilih orang yang tepat sebagai jaksa
agung saat ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar