Ebola
dan Ketidaksetaraan
Joseph E Stiglitz ; Peraih Hadiah Nobel Ekonomi
|
KORAN
TEMPO, 25 November 2014
Krisis
ebola yang terjadi saat ini sekali lagi mengingatkan kita akan segi-segi
buruknya globalisasi. Krisis ebola ini juga mengingatkan kita akan pentingnya
pemerintah dan masyarakat madani. Kita tidak berpaling kepada sektor swasta
untuk mengatasi maraknya suatu penyakit seperti ebola, melainkan kepada
lembaga-lembaga seperti Centers for Disease Control and Prevention (CADS) di
Amerika Serikat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Médecins Sans
Frontières, kelompok doktor dan juru rawat yang rela menyabung nyawa demi
menyelamatkan nyawa orang lain di negara-negara miskin di seantero dunia.
Pemerintah
mungkin tidak sempurna dalam menangani krisis-krisis seperti ini, tapi salah
satu alasan mengapa pemerintah tidak berbuat banyak seperti yang kita
harapkan ialah bahwa kita tidak cukup mendanai lembaga-lembaga terkait di
tingkat nasional dan global.
Episode
ebola ini memberikan banyak pelajaran. Satu alasan mengapa penyakit ini
menyebar begitu cepat di Liberia dan Sierra Leone adalah karena keduanya
adalah negara-negara yang dilanda perang. Sebagian besar rakyatnya hidup
dengan gizi yang buruk dan sistem layanan kesehatannya porak-poranda.
Lagi
pula, di mana sektor swasta memainkan peran yang esensial, yaitu dalam
pengembangan vaksin, tidak ada insentif baginya untuk mencurahkan sumber daya
yang ada pada upaya mengatasi penyakit-penyakit yang melanda rakyat miskin
atau negara miskin. Hanya ketika negara-negara maju terancam barulah ada
cukup dorongan untuk melakukan investasi pada pengembangan vaksin-vaksin
melawan penyakit-penyakit seperti ebola.
Ini
bukan kecaman terhadap sektor swasta. Bagaimanapun juga,
perusahaan-perusahaan farmasi itu in business, bukan karena kebaikan hati,
dan tidak ada uang untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit-penyakit yang
diderita rakyat miskin itu. Apa yang dipertanyakan dalam krisis ebola ini adalah
ketergantungan kita terhadap sektor swasta untuk melakukan sesuatu yang
sebenarnya paling baik dilakukan oleh pemerintah. Dengan dana publik yang
lebih besar, suatu vaksin ebola tampaknya sudah bisa dikembangkan
bertahun-tahun yang lalu.
Gagalnya
Amerika dalam hal ini menarik perhatian khusus-begitu khusus sehingga
beberapa negara Afrika telah memperlakukan para pengunjung dari Amerika
dengan langkah-langkah pencegahan khusus. Tapi semua ini cuma merupakan gema
dari suatu masalah yang lebih mendasar: sistem layanan kesehatan Amerika yang
sebagian besar dikendalikan swasta itu sudah mengalami kegagalan.
Benar,
pada puncaknya, Amerika memiliki beberapa rumah sakit, universitas riset, dan
pusat-pusat medis terkemuka di dunia. Tapi, walaupun AS membelanjakan dana
yang lebih besar per kapita, dan menurut persentase PDB-nya dalam layanan
medis lebih besar daripada negara-negara mana pun, hasilnya benar-benar
mengecewakan.
Harapan
hidup pria Amerika setelah dilahirkan dinilai paling buruk di antara 17 negara
berpendapatan tertinggi di dunia, hampir empat tahun lebih pendek daripada
pria Swiss, Australia, dan Jepang. Dan kedua terburuk bagi wanita Amerika,
yaitu lebih dari lima tahun di bawah harapan hidup wanita di Jepang. Metrik
kesehatan lainnya juga sama mengecewakannya.
Banyak
faktor menyumbang terhadap rendahnya layanan kesehatan di Amerika, yang
memberikan pelajaran yang relevan bagi negara-negara lainnya Misalnya, akses
memperoleh obat-obatan. AS termasuk di antara sedikit negara-negara maju yang
tidak mengakui akses ini sebagai hak asasi manusia yang mendasar. Tidak
mengejutkan bahwa banyak warga Amerika tidak memperoleh obat-obatan yang
mereka butuhkan. Walaupun Undang-Undang Perlindungan Pasien dan Layanan
Kesehatan yang Terjangkau (Obamacare) telah memperbaiki keadaan, cakupan
asuransi kesehatan tetap rendah. Hampir separuh dari 50 negara bagian AS
menolak memperluas Medicaid, program layanan kesehatan bagi warga miskin.
Ketidaksetaraan
yang meluas juga merupakan faktor yang kritis bagi rendahnya layanan
kesehatan, terutama jika digabung dengan faktor-faktor tersebut di atas.
Dengan meningkatnya kemiskinan dan semakin banyaknya orang tanpa akses ke
layanan kesehatan, perumahan, pendidikan, serta ketidakamanan pangan (sering
mengkonsumsi makanan murah yang menyumbang obesitas atau kegemukan), tidak
mengherankan bila outcome kesehatan Amerika itu buruk.
Kesehatan yang baik itu merupakan berkah. Tapi bagaimana negara
membangun struktur layanan kesehatannya-dan masyarakatnya-sangat berarti
dalam hasil akhirnya. Amerika dan dunia membayar mahal atas ketergantungannya
yang berlebihan terhadap kekuatan pasar dan kurangnya perhatian terhadap
nilai-nilai yang lebih luas, termasuk kesetaraan dan keadilan sosial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar