Apakah
Anda Masih Memimpin?
Eliezer H Hardjo ; Ketua
Dewan Juri Rekor Bisnis (ReBi)
dan The Institute of Certified Professional Managers (ICPM)
|
KORAN
SINDO, 31 Oktober 2014
Kita tentu pernah mendengar pernyataan yang diungkapkan oleh
seorang pemimpin, biasanya dengan sedikit bangga: “ Ada atau tidak ada saya,
semua berjalan dengan baik.”
Maksudnya untuk menunjukkan kehebatan dirinya sebagai pemimpin,
di mana anak buahnya takut dan segan kepadanya sehingga tanpa kehadirannya
secara fisik pun mereka tetap melakukan tugasnya. Mungkin juga ia ingin
menunjukkan bahwa ia telah berhasil menempa anak buahnya agar tidak
mengandalkan ketergantungan terhadap dirinya. Mereka profesional, tahu akan
tugas dan tanggung jawabnya, begitu alasan yang dia diberikan.
Namun pada sisi lain, pernyataan itu dapat mengundang polemik
dan menimbulkan pertanyaan. Seorang pemimpin yang memakai alasan di atas,
biasanya untuk membenarkan dirinya sering-sering meninggalkan tempat. Padahal
disadari atau tidak, pastilah sedikit banyak ketidakhadirannya dalam waktu
lama atau sering-sering akan membawa dampak dan akibat. Manusia memiliki
dinamika yang harus dikelola terus menerus dan tidak selalu dapat di-remote dari
jauh.
Melalui dinamika, interaksi dan dialog dengan anak buah, seorang
pemimpin terus-menerus perlu memantau, meneropong, melihat peluang, dan
mengantisipasi ancaman. Melekatkan diri dengan mereka, bertujuan untuk
memotivasi dan membuat mereka tetap bersemangat untuk terus berjuang
melahirkan prestasi demi prestasi. Memang dalam keadaan normal, business as
usual, ketidakhadiran sosok pemimpin dapat dibenarkan ketika ia harus
meninggalkan tempat beberapa waktu lamanya guna mengurus kepentingan masa
depan atau kepentingan yang lebih besar bagi organisasi yang dipimpinnya.
Dalam keadaan genting dan darurat, kehadiran seorang pemimpin
mutlak diperlukan. Sebetulnya dalam kepemimpinan ada juga life cycle,
mengalami proses perubahan yang dipengaruhi oleh dinamika dan perubahan pada
diri sang pemimpin; pada anak buah dan pada situasi dan lingkungan di mana
mereka berada.
Sementara pemimpin merasa dirinya tetap sama dan semakin kuat,
tanpa ia sadari gaya kepemimpinan berubah dan tidak lagi diterima oleh anak
buah seperti pada awal-awal ketika pemimpin tersebut memulai kepemimpinannya.
Sejarah membuktikan para presiden di Indonesia tidak menyadari adanya life
cycle of leadership dan harus mengalami pergantian dengan terpaksa kecuali
Presiden SBY.
Namun, bukan hanya di negeri kita, di berbagai negara lain hal
serupa kerap terjadi. Hanya pemimpin yang berjiwa besar tahu kapan ia harus
turun dan bersedia turun atas kemauan sendiri. Berikut adalah beberapa gejala
yang menunjukkan apakah seorang pemimpin masih m e - mimpin dengan baik atau
tidak, dan apakah yang dikatakannya “Ada atau tidak ada saya, semua berjalan
dengan baik” terbukti:
a. stagnan, tidak ada perubahan, dalam beberapa bulan berjalan,
sepertinya semua serba-diam tidak beranjak, padahal seorang pemimpin adalah
pusat perubahan; ia yang harus menjadi motor perubahan. Kepemimpinan yang
dinamis berjalan seiring dengan perubahan demi perubahan ke arah yang lebih
baik,
b. thinking inside the box, pemikiran- pemikiran yang dilontarkan
berputar-putar di situ-situ saja, tidak keluar dari kerangka pemikiran yang
mungkin sudah basi; tidak lagi relevan. Berpikir out of the box, adalah awal dari terobosan-terobosan yang
mendobrak kebuntuan dan memecahkan persoalan,
c. malas belajar, belajar adalah mempelajari sesuatu yang baru
dan memperluas wawasan sehingga pemikiran terbuka, dapat melihat jauh ke
depan dan memiliki pandangan yang luas. Ia hanya melihat pohon yang ada di
depan mata, tidakmelihatbesarnyaatauluasnya hutan secara keseluruhan,
d. visi yang kabur. Dengan berjalannya waktu visi besar
mula-mula menjadi kabur dan ditinggalkan oleh sang pemimpin dan ia mulai
mencoba membuat visi-visi baru yang menyimpang keluar bahkan bertolak
belakang dan bertentangan dengan visi mula-mula. Sepanjang itu jauh lebih baik,
jauh lebih besar, dan jauh lebih luas tidak menjadi masalah, namun jika itu
bertentangan akan menimbulkan kebingungan bagi anak buah. Yang terbaik adalah
adanya kesinambungan visi yang terus menerus disegarkan. Selanjutnya, poin
e. Tidak ada kritik, tidak ada masukan. Kritik yang baik dan
membangun membuat organisasi maju atau setidaknya menyadarkan ada kekeliruan
atau kekurangan yang perlu diperbaiki. Absennya kritik dan masukan timbul
karena anak buah takut dimarahi akibat menyampaikan kritik atau enggan
memberi masukan karena mengetahui tidak akan digubris,
f. tidak ada lagi komunikasi dua arah. Semua oneway top-down.
Pemimpin cenderung menjadi diktator yang tidak membuka kesempatan untuk
berdialog. Ia hanya memberi instruksi dan memarahi serta memberi hukuman jika
instruksinya tidak dijalankan dengan baik. Selain itu sering terjadi
anak-buah salah paham dalam menerjemahkan kehendak dan perintah pemimpin,
g. ABS atau AIS (Asal
Bapak Senang atau Asal Ibu Senang). Anak buah berlomba menyenangkan hati sang
pemimpin dengan berbagai cara. Semua yang baik-baik saja yang dilaporkan dan
dibumbui dengan pujian kepada sang pemimpin untuk cari muka. Akibatnya,
keputusan-keputusan yang diambil sering keliru dan menimbulkan dampak negatif
dan berakibat fatal.
Pemimpin yang baik selalu ingin dekat dengan anak buahnya dan
sering berkorban untuk menyelamatkan dan tercapainya visi yang menjadi tujuan
bersama. Pemimpin yang buruk justru terbalik, menjaga jarak dengan anak buah
dan mengorbankan anak buahnya demi kepentingan dan menyelamatkan dirinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar