Menunda
Tepuk Tangan
Samsudin Adlawi ; Wartawan
Jawa Pos
|
JAWA
POS, 27 Oktober 2014
ALHAMDULILLAH, Senin sampai
Rabu lalu saya tidak tergoda larut dalam euforia. Saya memilih diam.
Menyaksikan keriuhan pesta menyambut presiden-wakil presiden baru lewat layar
kaca. Sambil terus memantau perkembangannya lewat media. Terutama sosial
media yang tak kalah riuh redam.
Sambil mengelus dada, saya
berdoa mudah-mudahan dalam pesta itu mereka tidak lupa berdoa. Setidaknya
berdoa untuk diri sendiri. Berdoa agar diberi ketabahan dan kesabaran. Dua
hal tersebut penting. Sebab, tanpa ketabahan dan kesabaran, orang mudah
kecewa. Marah. Ngamuk. Dua modal itu dibutuhkan
untuk jaga-jaga kalau kelak pemerintahan Jokowi ternyata idem
ditto dengan pemerintahan SBY, mereka tidak perlu kecewa. Bahkan,
kalau rapornya lebih jelek daripada SBY, mereka tidak sampai ngamuk.
Hidup memang pilihan. Bahkan,
kini mulai banyak yang memelesetkannya: hidup adalah pemujaan. Sebagian besar
pemilih Jokowi tidak sekadar pengidola. Lebih dari itu. Mereka sudah masuk
kategori pemuja.
Orang bijak berpesan, hadapi
hidup dengan biasa-biasa saja. Jangan berlebihan. Menggemari boleh. Tapi,
jangan sampai terjerumus dalam pemujaan yang berlebihan. Sebab, hanya sakit
hati yang akan didapat orang-orang yang terlalu mencintai.
Genap sepekan setelah
pelantikan presiden-wakil presiden, bibit-bibit kekecewaan mulai
muntup-muntup. Bibit rasa kecewa itu mengemuka ketika acara pengumuman dan
pelantikan para menteri Kabinet Trisakti batal Rabu lalu. Padahal, lokasi
pelantikan di Pelabuhan Tanjung Priok sudah disiapkan serapi-rapinya. Para
awak media juga sudah diusung Biro Pers Istana Merdeka ke lokasi. Bahkan, 33
helm untuk salah satu atribut menteri sudah disiapkan.
Tapi, batalnya acara penting
itu masih bisa dimafhumi masyarakat.
Maklum, kan presiden baru. Jokowi belum nyetel dengan staf kepresidenan.
Meski yang lain berpendapat: lembaga kepresidenan bukan lembaga ecek-ecek. Kesalahan sekecil apa pun tidak boleh terjadi. Apalagi untuk
agenda pelantikan para pembantu presiden.
Pengumuman para menteri kemarin
juga membuka peluang menimbulkan bibit-bibit kekecewaan baru. Yang kecewa
merupakan rakyat yang berharap Jokowi mengangkat orang-orang hebat dalam
kabinetnya. Sebab, Jokowi dalam memerintah tidak hanya akan menghadapi
permasalahan bangsa. Melainkan juga harus siap menghadapi kekuatan Koalisi
Merah Putih (KMP) yang menguasai parlemen. Jauh hari KMP sudah me-warning akan terus mengkritisi pemerintahan
Jokowi-JK.
Dalam posisi seperti itu,
idealnya Jokowi memilih figur-fugur yang tidak hanya punya integritas. Tapi,
juga punya jiwa entrepreneurship. Figur menteri yang berjiwa
”koboi” seperti Jokowi. Menteri yang lebih gembira turun ke lapangan, bukan
figur yang hanya duduk di belakang meja sambil membanggakan baju dan pin
menterinya.
Menteri yang berjiwa entrepreneur pasti tidak betah di kantor. Banyak ide. Cepat mengambil solusi.
Siap mempertanggungjawabkan semua program dan tindakannya tidak hanya kepada
presiden sebagai bosnya. Melainkan juga berani menghadapi para anggota DPR
dalam rapat kerja atau rapat-rapat yang lain. Yang terakhir itu sangat
penting. Sebab, sekali lagi, anggota parlemen kubu KMP sudah siap mengkritisi
kinerja presiden dan para pembantunya. Yang terpenting, menteri yang entrepreneur bisa mengakselerasi capaian target-target program presiden.
Nyatanya, nama-nama para
menteri yang baru saja diumumkan kurang Njokowi. Tidak terasa Jokowi-nya.
Hampir tidak ada yang memiliki gaya seperti Jokowi. Karena itu, muncul
pertanyaan besar, apakah mereka bisa memenuhi ekspektasi seorang Jokowi:
menteri yang langsung bekerja, bekerja, bekerja (mirip tagline Dahlan Iskan, ya). Pada suatu kesempatan, Jokowi pernah
mengatakan kepada media bahwa para menterinya nanti harus rajin turun ke
bawah, menyerah seperti dirinya.
Kenapa Kabinet Trisakti kurang taste Jokowi-nya? Ada yang menduga Jokowi berada dalam tekanan dalam
menyusun kabinet. Dia terpaksa harus menerima kompromi. Jokowi selama ini kan dikenal sangat sakti, kok bisa diintervensi? Kalau benar ada
yang mengintervensi Jokowi, pastilah orang itu lebih sakti daripada Jokowi. Wallahu
a’lam...
Yang pasti, saya bersyukur bisa
menahan diri. Minimal sampai detik ini belum memberikan aplaus untuk pelantikan
presiden Jokowi-JK. Maaf, saya memilih menunda tepuk tangan itu lima tahun
akan datang, setelah melihat Jokowi bersama para menterinya sukses
menyelesaikan pemerintahannya dengan nilai B. Kalau ternyata harapan itu
tidak tercapai, saya pun tidak akan kecewa. Apalagi, sampai ngumpat-ngumpat. He he.... ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar