Kekuatan
Militer dan Anggaran Pertahanan
Fahruddin Salim ; Dosen Magister Manajemen Universitas Pancasila;
Editor dan Tenaga Ahli di DPR
|
SINAR
HARAPAN, 11 Oktober 2014
Dalam kurun 10 tahun terakhir, peningkatan prestasi dalam hal
pertahanan nasional sudah banyak kemajuan, meski masih jauh dari yang
seharusnya dapat dicapai. Dalam hari ulang tahun (HUT) ke-69 TNI di Surabaya,
Jawa Timur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebutkan, dalam lima
tahun awal periode kepemimpinannya (2004-2009), pembangunan kekuatan
difokuskan mengisi kebutuhan dan penggantian alat utama sistem pertahanan
(alutsista) yang sudah tidak berfungsi. Saat yang sama, SBY mendorong
keterpaduan doktrin dan alutsista matra darat, laut dan udara.
Kemudian dalam lima tahun terakhir, pembangunan TNI difokuskan dengan
meningkatkan jumlah dan modernitas alutsista. Sampai Oktober 2014, terdapat
24 jenis alutsista modern yang mulai berdatangan, seperti dua helikopter
serang Apache, tiga kapal perang jenis multi role light frigate (MRLF) buatan
Inggris, tank Leopard, pesawat tempur Sukhoi T-50, dan F-16.
Tentu saja kita tidak boleh berpuas diri dengan kemajuan tersebut.
Sesungguhnya, kekuatan pertahanan yang dicapai masih jauh dari yang
seharusnya diperlukan. Bahkan negara tetangga yang memiliki luas wilayah dan
jumlah penduduk lebih kecil memiliki kekuatan pertahanan yang lebih canggih
dan modern.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas.
Kekuatan pertahanan kita di laut bahkan masih belum bisa menjangkau seluruh
wilayah yang ada. Tidak heran jika ada negara tetangga yang bisa mengusik
wilayah laut kita karena kurangnya pengawasan kekuatan pertahanan di laut.
Ini adalah sisi kelemahan kita. Indonesia tentu diperhitungkan oleh
negara lain jika berkekuatan maritim yang bagus karena Indonesa memiliki
wilayah laut yang luas. Namun melihat perkembangan alat-alat tempur dan
fasilitas yang dimiliki, Indonesia masih jauh dari negara lain. Masih
kurangnya pencapaian Indonesia dalam hal pertahahanan nasional juga tidak
terlepas dari prioritas lain yang lebih diperhatikan pemerintah, terutama
sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Di samping itu, ini juga
dipengaruhi kekuatan sumber daya manusia (SDM) kita yang masih terbatas,
finansial, dan industri pertahanan domestik yang belum berkembang.
Masalah-masalah tersebut bisa disiasati dengan cara meningkatkan
anggaran pertahanan nasional. Namun, itu pun masih belum memadai. Pada 2015, Kementerian Pertahanan
(Kemenhan) menerima anggaran Rp 95 triliun; naik 11,4 persen atau Rp 11,6
triliun dari anggaran tahun 2014; Rp 83,4 triliun.
Alokasi dana ini khususnya diperuntukkan melanjutkan pencapaian
kekuatan pokok minimum (minimum essential forces/MEF), meningkatkan upaya
pemeliharaan dan perawatan, dan meningkatkan industri pertahanan dalam negeri
termasuk pemeliharaannya. Dalam kondisi ruang fiskal yang masih terbatas,
anggaran militer kita juga terbentur, meski anggaran sektor pertahanan termasuk
dari tujuh kementerian yang mendapatkan bujet terbesar dalamAnggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Meski demikian, dalam kondisi
anggaran yang sulit untuk naik secara memadai, ada beberapa jalan keluar yang
bisa ditempuh, seperti mengkaji ulang kebutuhan besarnya anggaran dan apakah
hal itu bisa dipenuhi secara efisien.
Dalam 10 tahun terakhir sejak 2004, anggaran pertahanan Indonesia sudah
meningkat 400 persen; dari Rp21,42 triliun pada 2004 menjadi Rp 84,47 triliun
pada 2013. Ini menjadikannya sebagai yang terbesar dalam APBN sejak 10 tahun
terakhir. Hal ini masih beranjut dalam anggaran dua tahun terakhir.
Peningkatan anggaran secara signifikan itu sejalan dengan kebijakan Presiden
SBY yang hendak membangun kekuatan pokok minimum.
Modernisasi alutsista TNI menjadi pembahasan dalam debat calon presiden
(capres) Prabowo Subianto dan Joko Widodo bertema “Politik Internasional dan
Ketahanan Nasional”. Disebutkan bahwa, secara kumulatif anggaran pertahanan
sejak 2004 hingga 2013 telah mencapai Rp 440,94 triliun. Peningkatan anggaran
untuk pertahanan dimungkinkan sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi
Indonesia, nilai APBN yang terus meningkat, serta tantangan menjaga
kedaulatan NKRI yang semakin berat.
Jumlah anggaran pertahanan Indonesia pada 2015 yang naik menjadi Rp 95
triliun masih belum mencukupi dibandingkan wilayah Indonesia yang sangat
luas. Angka itu masih belum mencapai 1 persen dari dari APBN. Tidak ada negara yang kekuatan pertahanannya
mampu menjaga kepentingan nasional bila anggaran pertahanannya di bawah 1,5
persen dari produk domestik Bruto (PDB).
Standar anggaran pertahanan negara yang mampu menjaga keutuhan wilayah
dan mendukung pemenuhan kepentingan nasional—baik di sektor ekonomi,
perdagangan, dan diplomasi—berada di angka 2-3 persen dari PDB. Rata-rata
negara yang berkekuatan pertahanan andal beranggaran pertahanan 2-3 persen.
Untuk memastikan integritas dan kedaulatan NKRI, operasi pertahanan dan
keamanan Indonesia membutuhkan minimal 2 persen dari anggaran negara. Masalah seperti kesejahteraan prajurit TNI
dan pengembangan teknologi alutsista harus memperoleh perhatian. Modernisasi
alutsista TNI semata-mata adalah untuk menjaga kedaulatan NKRI serta
melindungi keamanan regional maupun kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.
Dalam 10 tahun terakhir, prajurit TNI melakukan tugas terkait pengamanan dan
penjagaan wilayah NKRI, pengamanan bencana alam yang merupakan bagian dari
military operation other than war, dan misi perdamaian.
Dalam laporan PBB, Indonesia tercatat menempati urutan 15 dari 177
negara yang paling banyak mengirimkan prajurit, dengan 1.668 prajurit TNI
bertugas di bawah bendera PBB. Mereka ditugaskan di Lebanon, Kongo, Haiti,
Sudan, Darfur, dan Filipina. Indonesia juga melibatkan perempuan prajurit
pada 2007. Sebagai pasukan misi perdamaian PBB, prajurit TNI telah mendapat
apresiasi masyarakat internasional dalam
Operasi Pembebasan Anak Buah Kapal (ABK) MV Sinar Kudus di Laut Arab.
Anggaran pertahanan, selain harus memperhatikan masalah domestik, mesti
mempertimbangan masalah pertahanan di kawasan. Asia Pasifik, termasuk Asia
Tenggara, adalah wilayah yang paling pesat mengalami perkembangan modernisasi
militer. Singapura, sebagai negara kecil dikelilingi tetangga-tetangga yang
lebih besar di kawasan Asia Tenggara. mempunyai perasaan kerentanan yang
kemudian mendorong pemerintah Singapura menjadi negara dengan anggaran
terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Anggaran pertahanan negara kita memang meningkat terus. Namun, negara
lain juga melakukan hal sama bahkan jauh lebih tinggi. Kondisi tersebut
mungkin tidak lama lagi akan berubah. Pasangan presiden dan wapres
Jokowi-Jusuf Kalla sudah mempertimbangkan akan menaikkan anggaran sektor
pertahanan mencapai Rp 200 triliun jika pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7
persen. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar