Kepastian
Asal Usul
Modal
Pembangunan 6 Ruas Jalan Tol
Agus Pambagio ;
Pemerhati Kebijakan
Publik dan Perlindungan Konsumen
|
DETIKNEWS,
01 September 2014
Melanjutkan
tulisan saya tentang rencana pembangunan 6 Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta
(6 RJTDKJ) oleh pihak swasta beberapa waktu lalu, kali ini saya akan mengulas
lebih rinci penggunaan dana yang patut diduga sebagian berasal dari APBD
Pemprov DKI Jakarta. Tulisan kali ini untuk melengkapi artikel terdahulu.
Bahasan
kali ini berdasarkan beberapa pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta (Ahok) di
beberapa media yang selalu mengatakan bahwa pembangunan 6 RJTDKJ dibangun
oleh BUMD, pernyataan Direktur Utama PT Jakarta Toll Development (JTD) yang
awalnya anti pembangunan 6 RJTDKJ saat menjadi Direktur Utama PT Jasa Marga,
Laporan Direksi PT Jaya Properti (JP) dan pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Pasal 1 Ayat (3), Pasal 2 Ayat
(1) dan Pasal 14.
Hasil
analisa saya menunjukkan bahwa saat ini banyak sekali informasi yang
membingungkan dan menyesatkan publik, khususnya terkait dengan dengan equity
atau modal untuk pembangunan 6 RJTDKJ. Kebenaran informasi wajib dan perlu
diketahui publik supaya tidak muncul akal bulus pembiayaan pembangunan 6
RJTDKJ. Publik harus waspada dari mana dana pembangunan 6 RJTDKJ yang
bernilai sekitar Rp 41 triliun lebih tersebut.
Untuk
itu perlu kiranya publik melakukan kajian lain yang lebih mendalam dari
berbagai sudut supaya ada kejelasan terkait dengan sumber pembiayaan
pembangunan 6 RJTDK. Dengan kajian lain diharapkan dapat memberikan informasi
yang jelas pada publik tentang kekuatan (power) sebenarnya Pemprov DKI
Jakarta dalam mengatur manajemen pengelola 6 RJTDKJ karena motor penggeraknya
jelas-jelas bukan BUMD tetapi diakui sebagai BUMD oleh Pemprov DKI Jakarta.
Sumber Dana
Pembangunan 6 RJTDKJ
Laporan
Direksi Perseroan PT Jaya Property (JP) Tanggal 19 September 2012 untuk
memenuhi laporan keterbukaan informasi kepada pemegang saham serta Informasi
dari Data Biro Administrasi Efek tertanggal 6 Januari 2014 masih saya gunakan
sebagai dasar analisa lanjutan ini. PT JTD adalah cucu usaha PT Pembangunan
Jaya (PJ) yang dibentuk melalui anak usaha PT PJ, yaitu PT Pembangunan Jaya
Infrastruktur (PJI) yang bukan BUMD. PT PJ sendiri merupakan perusahaan
patungan antara Pemprov DKI (40%) dan Kelompok Swasta (60%), antara lain
Ciputra, Secakusumah dan lain-lainnya juga bukan BUMD.
PT
PJ, sebagai salah satu pemegang saham PT JTD ternyata sangat terkait dengan
investor swasta kelompok Jaya lainnya, seperti PT Jaya Konstruksi Tbk (Jakon)
dengan 20,51% saham, PT Jaya Land (JL) dengan 4,48% saham, PT Jaya Property
(JP) dengan 28,85% saham dan PT Jaya Infrastruktur (JI) dengan 0,07% saham.
Selain itu PT PJ juga terkait dengan beberapa BUMD milik Pemprov DKI Jakarta,
seperti PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dengan 8,97% saham, PT Pembangunan
Jaya Ancol Tbk (PJA) dengan 25,64% saham.
Ada
hal yang menarik dari sudut persahaan PT JTD, di mana PT PJI meski hanya
menguasai 0,07% saham di PT JTD tetapi sangat sakti dan powerful dibandingkan
PT PJA yang BUMD dan memiliki saham lebih besar (25,64%). Meskipun hanya
menguasai saham kurang dari 1%, PT PJI mempunyai hak istimewa untuk menempatkan
Direktur Utama PT JTD.
Dari
investigasi selanjutnya ditemukan hal yang menarik dan harus diungkap pula ke
publik, terkait dengan kepemilikan PT PJI. Ternyata pemegang saham PT PJI
selain PT PJ dengan 75% saham, di PT PJI juga muncul 25% saham yang tidak
jelas siapa pemiliknya. Patut diduga kekuatan inilah yang membuat PT PJI
lebih powerful daripada PT PJA.
Siapa mereka ?
Selain
itu patut diduga sebagian equity atau modal PT JTD untuk membangun 6 RJTDKJ
akan didapat secara tidak langsung dari dana APBD DKI Jakarta yang disetor
oleh Pemprov DKI Jakarta ke PT JTD melalui PT PJA. Untuk memastikan
kecurigaan saya itu, perlu kiranya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera
melakukan audit ke PT PJA.
Pertanyaannya,
PT JTD kan swasta, kok disetor dana APBD? Apa ini yang kemudian membuat Wagub
DKI Jakarta selalu menyatakan bahwa Proyek 6 RJTDKJ dibangun oleh BUMD ?
Kalau benar, ini berbahaya secara kebijakan dan peraturan yang berlaku.
Pertanyaan
saya yang lain, mengapa para komisaris PT PJ dan Pemprov DKI Jakarta
membiarkan BUMD, seperti PT PJA, tidak konsentrasi ke kompetensi bisnis
utamanya saja (hiburan), tetapi malah disibukan mengurus pembangunan 6 RJTDKJ
? Mohon pihak yang berkepentingan bisa menjawabnya.
Saran Kepada Pemprov
DKI Jakarta
Jika
Pemprov DKI Jakarta tetap bersikeras melaksanakan pembangunan proyek 6
RJTDKJ, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh
Pemprov DKI Jakarta (selain yang pernah saya sarankan di tulisan terdahulu),
yaitu:
Pertama,
Gubernur DKI Jakarta harus mengubah perjanjian pemegang saham, bahwa hak
untuk menetapkan jajaran Direksi dan Komisaris PT JTD berada di tangan BUMD
PT PJA yang menguasai 25,64% saham PT JTD; bukan pada PT PJI yang hanya
menguasai 0,07% saham PT JTD.
Kedua,
untuk lebih memenuhi tata kelola perusahaan yang sehat terkait dengan patut
diduganya ada aliran dana APBD melalui BUMD untuk pembangunan 6 RJTDKJ, ada
baiknya Pemprov DKI Jakarta segera berkonsultasi dengan DPRD dan mengundang
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit BUMD Pemprov DKI Jakarta yang
terkait dengan asal usul setoran saham dan modal kerja ke PT JTD.
Ketiga,
audit BPK diharapkan dapat menemukan siapa sebenarnya penguasa 25% saham PT
PJI ? Asingkah? Atau hantu blau? Sesuai UU No. 14/2008, temuan BPK harus
dibuka ke publik oleh Pemprov DKI Jakarta sebelum pembangunan 6 RJTDKJ
dimulai. Ini penting, supaya publik dapat memastikan bahwa ucapan Wagub DKI
selama ini tentang 6 RJTDKJ benar adanya dan PT JTD itu BUMD milik Pemprov DKI,
bukan BUMD abal-abal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar