Hari
Peringatan Ini dan Itu
Antyo Rentjoko ; Bekas
Narablog
|
KORAN
TEMPO, 22 September 2014
September ini
ada 14 hari peringatan; menjadi 15 kalau ditambah Hari Peringatan Gerakan 30
September 1965. Ya, dua hari sekali ada hari peringatan. Apakah semua orang
ingat setiap hari peringatan? Apakah kaum yang diperingati oleh si hari juga
ingat dan peduli--apa pun maknanya bagi setiap kaum?
Rabu, 24
September, adalah Hari Tani. Oh, Hari Tani Indonesia atau Hari Tani Nasional?
Yang muncul dalam arsip kabar, dan ternyatakan dalam Wikipedia Indonesia,
adalah Hari Tani Nasional. Para petani mungkin tak hirau, kecuali yang aktif
di kelompok tani dan berjejaring dengan rekan sekaum lintas wilayah.
Tentu sudah
sepantasnya jika pemerhati pertanian mengingatkan akan sejumlah hal untuk
menyambut Hari Tani Nasional. Mereka tak hanya punya data, tapi juga timbunan
kognisi disertai perangkat analitis sehingga dapat menyodorkan perspektif.
Misalnya Khudori yang kerap menulis di Koran Tempo.
Hari Tani akan
menarik jika diisi seliweran pendapat bernas tentang ketahanan pangan,
menanggapi politik pangan pemerintahan Jokowi-Kalla. Masyarakat umum,
terutama yang pemakan nasi, diharapkan dapat becermin kenapa bergantung pada
beras sehingga harus mengimpornya.
Akan lebih
menarik jika ada paparan dari ahli gizi Dokter Tan Shot Yen yang menganggap
obat adalah racun sehingga dia tak ringan tangan meresepkannya. Tan
berpandangan kritis terhadap asupan nasi, terigu, dan pati (singkong,
kentang, ubi, jagung, talas) karena dapat menjadi sumber penyakit, misalnya
diabetes.
Tentang hari
peringatan apa pun, sebenarnya untuk apa diperingati? Jawaban paling mudah,
serupa logika anak SD, adalah supaya tidak lupa. Adakah ruginya jika sampai
lupa, bahkan tak pernah tahu? Jawabannya bisa panjang, apalagi bila dari
pihak yang berkepentingan. Bingkai kesadaran historis pasti dikedepankan.
Jika suatu
hari peringatan itu berlingkup nasional, dapatlah diandaikan bahwa yang berkepentingan
bukan hanya pihak yang merayakannya. Misalnya 1 September sebagai Hari Polisi
Wanita. Ini bukan soal istilah apa bedanya "wanita polisi",
"perempuan polisi", dan "polwan"--apakah itu sebentuk
dengan perbedaan "wanita pelukis" dan "pelukis wanita"?
Ini soal apakah maknanya bagi masyarakat. Boleh saja ternyata survei
mengatakan masyarakat (pria) banyak butuh tambahan polisi cantik.
Baiklah, itu
tadi hari peringatan kedinasan. Anggap saja itu kemauan pemerintah dan korps
instansi. Ada juga hari peringatan karena kesadaran adab gaul mondial,
misalnya Hari Aksara Internasional pada 8 September. Bagaimana dengan 4
September sebagai Hari Pelanggan Nasional? Apakah semua orang peduli dan
merayakannya, terutama sebagai pelanggan?
Ada pula yang
ditetapkan sepihak dan disambut hangat oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
lalu setelah lima tahun kurang bergema. Itulah Hari Blogger Nasional bulan
depan, yang dulu ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika RI
Muhammad Nuh dalam Pesta Blogger 27 Oktober 2007.
Apakah sebuah
hari peringatan harus merujuk ke pemerintah atau pejabat? Pada 7 September
lalu, khalayak ramai memperingati satu dasawarsa hari wafatnya pejuang hak
asasi manusia, Munir Said Thalib, yang meninggal dalam penerbangan
Jakarta-Amsterdam. Publik punya kalender sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar