Rabu, 24 September 2014

Bencana Kabut Asap

Bencana Kabut Asap

Sutrisno ;   Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
REPUBLIKA, 22 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan semakin pekat menyelimuti wilayah Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, asap telah memasuki Malaysia dan Singapura sehingga menyebabkan polusi udara. Dampak bencana kabut asap mengganggu kesehatan (terjangkitnya infeksi saluran pernapasan), memengaruhi aspek ekonomi (transportasi darat, laut, dan udara), pendidikan, juga kegiatan rutin.

Berita tentang asap dan kebakaran hutan sering kali dicampuradukan antara kebakaran dan pembakaran bekas atau sisa vegetasi hutan untuk persiapan lahan budi daya tanaman. Pada pengertian pertama, ada unsur kelalaian atau ketidaksengajaan. Sedangkan, kedua, memang disengaja dengan tujuan tertentu meskipun ada perintah "jangan menggunakan api". Realitanya, kebakaran hutan merupakan campuran kedua pengertian tersebut. Mengapa bisa demikian?

Pertama, pembakaran hutan tidak bisa dikendalikan terbatas pada luasan areal yang dikehendaki. Api merembet ke mana-mana sesuai arah angin. Kedua, pembukaan lahan menggunakan api dilakukan tanpa perencanaan dan teknik yang memadai. Akibatnya, api keluar dari tempat yang tidak diinginkan. Ketiga, pada lahan yang dibakar masih tersisa pohon besar yang tidak dimanfaatkan. Mungkin, perusahaan atau kontraktor pembersihan lahan belum memiliki izin pemanfaatan kayu (IPK) atau tak punya akses ke pasar industri. Bara api pepohonan besar ini merupakan sumber asap yang tak henti-hentinya.

Ketiga, penyebab kebakaran tersebut merupakan penyebab utama gumpalan api dan asap hitam bertebaran ditiup angin dan mampu mencapai tempat yang jauh. Kekurangan pemerintah ialah sering kali tidak ada petunjuk teknis yang memadai dalam mempersiapkan lahan budi daya tanpa api, termasuk di halan gambut. Di samping itu, kontraktor yang diserahi tugas itu tidak mempunyai keahlian, sedangkan, sang cukong perusahaan tinggal ongkang-ongkang kaki di kantornya.

Negara telah sengaja melakukan kejahatan HAM dengan tetap membiarkan dan sangat lamban menanggulangi kebakaran hutan sehingga ribuan warga negara terlanggar hak atas lingkungan hidupnya. Bukankah Indonesia sudah memiliki PP No 4/2001 tentang Larangan Pembakaran Hutan dan Lahan, UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No  32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan tata Kelola hutan Alam Primer dan Gambut, juga UU No 41/999 tentang Kehutanan yang bisa mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan.

Masalah kabut asap seolah menegaskan bahwa negeri ini tak becus mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Buktinya, kebakaran hutan dan lahan yang tiap tahun terjadi sehingga menebar teror asap beracun. Lalu, apa yang harus dilakukan untuk mengatasi bencana asap dan kebakaran hutan yang menyebabkan kerugian lingkungan hidup, material, dan kesehatan?

Pertama, penegakan hukum yang tegas terhadap pembakar hutan dan lahan. Apalagi, Indonesia akhirnya meratifikasi Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution/AATHP). Oleh karena itu, kepada aparat penegak hukum supaya segara menangkap pelaku-pelaku pembakaran hutan serta lahan baik yang dilakukan perseorangan maupun korporasi yang bertanggung jawab atas wilayah konsesinya serta memberikan hukuman yang keras sehingga menimbulkan efek jera. Penegakan hukum yang keras dan tegas adalah kunci keberhasilan dalam menghentikan pembakaran hutan dan lahan.

Kedua, perlu adanya satu garis komando dan sinergitas di antara Kementerian Lingkungan Hidup, Pertanian, Kehutanan, sampai pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemadam kebakaran, dan organisasi terkait lainnya. Selama ini, pemadaman kebakaran hutan ditangani secara interdep.

Ketiga, memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya memelihara kelestarian dan eksistensi hutan, baik manfaat ekonomi maupun konservasi. Pembukaan lahan atau penyiapan lahan pertanian dengan cara membakar lahan harus dilakukan dengan teknis yang benar sehingga dapat dijaga, diatur, dan dikelola secara efektif supaya tidak merusak ekosistem.

Keempat, membuka wawasan kita untuk terus memekanisasi dunia pertanian dan perkebunan. Temuan-temuan mutakhir berupa teknologi alternatif bisa digunakan untuk memerangi masalah kabut asap dan kebakaran hutan serta lahan. Kita ingin melihat hutan yang hijau merona, langit bersih bebas asap, dan udara segar tanpa polusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar