Saya
Memang Teman Luhut
Moh Mahfud MD ;
Pakar Hukum Tata Negara
|
KORAN
SINDO, 02 Agustus 2014
Kita
sadar, jagat politik kerap memang liar, kejam, dan buas. Muhammad Abduh
pernah berdoa, audzu billahi minas
siyaasati was siyaasiyyien, “Aku
berlindung kepada Allah dari kejahatan politik dan politikus”.
Oleh
sebab itu saat melakukan pilihan politik, mendukung Prabowo-Hatta pada
Pilpres 2014, saya sudah menghitung akan ada pujian dan cercaan serta
serangan-serangan buas dan liar. Saat saya mengembalikan mandat sebagai
Timkamnas Prabowo-Hatta, dan Prabowo menyatakan menarik diri dari proses
rekapitulasi suara di KPU, muncul serangan-serangan liar. Saya sendiri
mengembalikan mandat sebagai tanggung jawab moral karena ternyata gagal
mengantar kemenangan Prabowo-Hatta secara mulus.
Saya
tidak lagi bisa terus jadi ketua Timkamnas karena tugas sudah selesai dan
ditutup dengan pengumuman pemenang oleh KPU. Saya pun tak masuk ke Tim Hukum
yang akan berjuang ke MK karena ada perbedaan antara tugas Timkamnas dan Tim
Hukum. Muncullah tuduhan keji. Katanya, saya diselundupkan oleh Luhut
Panjaitan untuk melemahkan Prabowo-Hatta.
Alasannya,
saya berteman dekat dengan Luhut, punya perusahaan bersama Luhut, bahkan ada
foto saya dengan cucunya Luhut di YouTube . Saya perlu menegaskan bahwa Luhut
B Panjaitan memang teman dekat saya. Saya berkenalan dengan Luhut B Panjaitan
saat kami sama-sama menjadi menteri di Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid
(1999-2001). Setelah Gus Dur jatuh, kami sering berkumpul di rumah Pak Luhut
untuk berdiskusi sambil bercanda dengan Gus Dur.
Sering
hadir dalam pertemuan-pertemuan itu, antara lain Moeslim Abdurrahman dan
Yenny Wahid. Kami sering mendiskusikan masalah nasionalisme dan pluralisme
untuk kejayaan masa depan Indonesia. Sebagai kesan mendalam atas
diskusi-diskusi itu saya pernah menulis artikel khusus di Harian Seputar
Indonesia dengan judul “Kiai Luhut dan
Romo Moeslim”.
Luhut
yang Kristen saya panggil Kiai, Moeslim yang Islam saya sebut Romo (pastor)
karena pemahaman dan penghayatannya tentang nasionalisme, pluralisme, dan
toleransi. Ketika menjadi anggota DPR berdasar hasil Pemilu 2004, saya terus
sibuk mengajar di berbagai kampus dan berkunjung ke berbagai daerah untuk
berbagai ceramah.
Karena
menurut Pak Luhut, gaji DPR tak cukup untuk seabrek kegiatan sosial dan
pendidikan yang saya lakukan, maka dia menawarkan bantuan dana bulanan kepada
saya untuk tiket-tiket pesawat. Saya pun menolak, karena menurut UU, anggota
DPR tidak boleh menerima pemberian tanpa ikatan atau gratifikasi.
Karena
Pak Luhut sangat ingin membantu maka pada tahun 2007 saya diminta bekerja
sebagai komisaris di perusahaannya, yakni PT Bangun Bejana Baja (PT BBB).
Anggota DPR memang tidak dilarang ikut dalam perusahaan. Dari perusahaan itu,
saya mendapat gaji sekitar dua puluh juta rupiah setiap bulan, cukup untuk
membeli tiket ke sana ke mari. Tetapi ketika pada tahun 2008 saya terpilih
sebagai hakim MK, saya langsung mengundurkan diri dan berhenti bekerja di PT
BBB.
Pasalnya,
hakim MK itu selain dilarang menerima gratifikasi, juga dilarang bekerja di
perusahaan. Pak Luhut tetap berusaha membantu saya dengan alasan membantu
tanpa kaitan dengan tugas saya sebagai hakim, karena dia tak pernah punya
perkara di MK. Tapi saya tetap menolaknya. Melalui akta notaris, saya
berhenti dari PT BBB itu pada April 2008.
Selama
menjadi hakim MK, saya tetap sering ke rumah Luhut, tetapi tak pernah mau
menerima bantuan dana. Saat saya akan mantu dan hanya mengambil tempat di
gedung Diklat MK (Bekasi), Pak Luhut menawari agar resepsi dilakukan di
sebuah hotel yang bagus sebab yang akan hadir para pejabat tinggi, termasuk presiden
dan wapres. Tapi saya menolaknya. Jadi, isu saya punya perusahaan bersama
Luhut itu adalah cerita tahun 2007 yang sudah bubar di tahun 2008.
Saya
baru bersedia lagi mendapat bantuan dari Pak Luhut setelah berhenti dari MK.
Juni tahun 2013, saya diberi dua ajudan (pensiunan) Kopassus oleh Pak Luhut.
Katanya saya perlu ada yang menjaga. Saya juga pernah memberi testimoni
melalui video tentang Ully, cucu Pak Luhut. Beliau itu sangat cerdas dan
kreatif menginspirasi anak-anak sebayanya, sehingga saya memujinya sebagai
tunas bangsa yang patut ditiru oleh anak-anak lain. Testimoni yang kemudian
diunggah di YouTube ini dijadikan peluru juga untuk menyerang saya sebagai
orang selundupan Luhut.
Padahal,
testimoni itu dibuat jauh sebelum ada pencalonan presiden. Menurut saya,
testimoni itu sangat baik untuk anak kecil yang sangat kreatif. Tak banyak
yang tahu, setelah saya bergabung dengan Prabowo-Hatta, dua ajudan saya yang
disediakan oleh Pak Luhut mendapat teror gelap agar tak lagi mendampingi
saya.
Kedua
orang itu saya kembalikan baik-baik ke Pak Luhut sambil menitip agar keduanya
diperlakukan dengan baik. Jadi, tak mungkinlah saya orang selundupan Luhut.
Saya sendiri total bekerja di Timkamnas Prabowo-Hatta sebagai tanggung jawab
pilihan politik.
Prabowo
sendiri mengatakan, “Saya tahu sendiri
Pak Mahfud tidak gagal, sudah bekerja siang-malam untuk Timkamnas”. Jadi,
Pak Luhut itu memang teman saya. Prabowo juga teman saya. Keduanya adalah sahabat-sahabat
saya dengan segala pengalaman pahit getir yang kami lalui. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar