Spirit
Membaca dan Agenda Pencerahan Bangsa
Muhammadun ;
Analis Studi Politik
pada Program Pascasarjana UIN Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 16 Juli 2014
MOMENTUM peringatan
turunnya Alquran pada 17 Ramadan yang jatuh pada 15 Juli adalah refleksi
tentang sebuah peradaban yang dibangun dari kata iqro' (bacalah!).
Itulah kata pertama kali ayat Alquran yang diturunkan Malaikat Jibril kepada
Nabi Muhammad. Sebuah kata yang filosofis dan sangat mendalam, yang merupakan
simbol bahwa Islam merupakan agama yang sangat peduli akan pentingnya
menumbuhkan masyarakat yang maju dalam pengetahuan. Islam merupakan agama
pendidikan. Agama yang sangat menganjurkan umatnya agar selalu memahami
segala fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Menurut M Quraisy Shihab
(1992), ayat yang menggunakan kata qoro'a
memiliki beberapa arti yang luar biasa. Pertama, jika diamati, objek membaca
pada kata qoro'a terkadang
menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan, dan kadang objeknya juga
suatu kitab karya manusia.
Kedua, kata qoro'a tidaklah sama dengan kata tilawah. Kalau tilawah hanya membaca hal yang sakral, tetapi qoro'a meliputi
bacaan yang multidimensional. Ketiga, bahwa suatu kata dalam susunan redaksi
yang tidak disebutkan objeknya, maka objeknya bersifat umum, mencakup segala
sesuatu yang dijangkau kata tersebut.
Kata iqro' dalam ayat pertama yang turun kepada Nabi tidak dibarengi
dengan objek. Maka, kata iqro' di sini berarti membaca, menelaah,
menganalisis, dan karena objeknya umum, objeknya mencakup segala yang
terjangkau baik dalam kitab bersumber dari Tuhan maupun tidak, baik ayat yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga mencakup telaah alam raya,
masyarakat dan diri sendiri, Alquran, majalah, koran, dan sebagainya.
Tendensi di atas
membuktikan Islam sebagai agama ilmu pengetahuan yang sangat peka akan
pentingnya sumber daya manusia. Maka, untuk mengantarkan masyarakat yang educated, Alquran mengindikasikan dengan
iqro' tadi. Yang bila kita cermati dalam bahasa sekarang, berarti manusia itu
makhluk membaca. Kalau tokoh dan para pemikir dunia hanya mengatakan manusia
sebagai makhluk sosial, makhluk politik, dan sebagainya, bahasa Alquran lebih
halus dan mengena dengan bahasa `makhluk membaca', bahwa peradaban akan maju
bila sumber daya manusianya menguasai berbagai kajian baik teknologi maupun
politik. Kuncinya cuma satu; membaca.
Membaca,
jendela dunia
Dunia membaca merupakan
dunia yang asyik sekali. Membaca akan mengantarkan kita menghadapi sebuah
adegan yang terbentang dan menantang. Mengapa? Karena membaca akan
mengantarkan kita menyelami kehidupan yang luar biasa, yakni berdialog dengan
berbagai isu kontemporer dunia. Bahkan Anwar Ibrahim pernah mengatakan bahwa
membaca merupakan sarana yang paling praktis dalam mendialogkan arti
kehidupan sebenarnya.
Dunia membaca malah
merupakan langkah paling praktis menuju tangga masyarakat yang mampu bersaing
secara global. Apalagi sekarang ini dunia dalam wacana informasi. Dunia
informasi sekarang ini sangat membutuhkan kekuatan nilai dan nuansa membaca
dari berbagai eleman masyarakat, khususnya para generasi muda (pelajar). Bangsa
yang kuat membaca dan menganalisis akan mampu menguasai dan memimpin dunia.
Secara realistis dunia
membuktikan bahwa Jepang yang hancur berkeping-keping ketika dibom atom
Amerika Serikat dan Sekutunya, dengan semangat membaca dan mempelajari
teknologi dunia, sekarang mampu bangkit dan bahkan mampu menyejajarkan
dirinya dengan negara-negara maju lain. Bahkan, teknologi yang mereka
hasilkan mampu mendobrak pasaran dunia.
Para pemikir kritis
seperti Gus Dur, Cak Nur, dan Cak Nun tidak diragukan lagi kekuatan
membacanya. Bahkan, Gus Dur sendiri merupakan pribadi yang kutu buku, yang
terbukti dapat menyelesaikan buku-buku sosial dan bahasa secara cepat ketika
masih sekolah dan kuliah. Orang-orang yang mampu kutu buku merasa bahwa
membaca merupakan kelezatan yang tiada duanya. Semakin membaca semakin lezat
pula rasanya. Tidaklah mengherankan kalau tokoh-tokoh tersebut sekarang
menjadi pemimpin yang diidolakan masyarakat.
Inilah bukti bahwa daya
saing membaca yang dimiliki bangsa akan sangat mencerminkan kekuatan sumber
daya manusia yang diharapkan. Dan kita sebagai bangsa Indonesia harus
mengakui dan menyadari akan kurangnya minat membaca di kalangan generasi
sekarang. Kualitas berbagai lulusan sarjana universitas bergengsi dalam
negeri pun masih sangat minim kualitasnya bila dihadapkan pada realitas
sosial masyarakat. Mereka gagap dan takut menghadapi problem yang sebenarnya
terjadi di luar kampus. Mengapa demikian, karena kemampuan membaca situasi
dan kondisi mereka sangat lemah sekali. Mereka hanya mengandalkan bacaan-bacaan
formal kurikulum kampus saja, tanpa mau menganalisis diskursus-diskursus kontemporer
dewasa ini.
Agenda
pencerahan
Demikian juga yang ada di
dunia pendidikan kita. Ini juga karena guru masih terpaku dengan kurikulum
saja, curriculum oriented, atau
bahkan guru juga sangat minim menganalisis masalah sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Demikian juga sistem birokrasi pemerintahan, yang hanya
mengandalkan nilai-nilai formal. Ijazah formal adalah segala-galanya dalam
menggapai kesuksesan, sehingga iklim ini juga mendoktrin orangtua yang takut
anak mereka tidak mempunyai ijazah formal, yang pada akhirnya masa depan
mereka suram. Untuk itulah kita harus mengerti makna membaca dan menghayati
pendidikan dewasa ini agar tujuan yang diimpikan dapat terealisasikan.
Sebagai refleksi,
bangunnya bangsa Eropa dalam menggapai zaman keemasan sekarang ini tidak lain
karena kemampuan membaca mereka yang tinggi dan luar biasa. Kebangkitan ilmu
pengetahuan mereka pada abad ke-17 yang dikenal dengan renaissance merupakan
babak baru bangsa Eropa yang educated
dan maju SDM-nya dalam segala bidang kehidupan.
Bila ingin maju dan
bangkit seperti Eropa (renaissance),
kita harus mampu membangkitkan motivasi dalam membaca, membaca, dan membaca.
Membaca inilah yang akan mengantarkan SDM bangsa secara gemilang, dan SDM
yang gemilang inilah yang kita tunggu-tunggu untuk memimpin bangsa ini ke
depan sehingga bangsa yang gemah ripah
loh jinawi ini mampu bangkit. Pembacaan kritis yang dilakukan para
pemimpin bangsa ini diharapkan akan menjadi starting point bangsa ini dalam mengembalikan kedamaian,
keteraturan, dan kesejahteraan masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar