Saatnya
Kebaikan Memimpin
Benny Susetyo ; Pemerhati Sosial
|
KOMPAS,
02 Juli 2014
SEMINGGU
lagi menjadi momentum kita untuk memilih pemimpin yang mampu mengembalikan
harapan akan masa depan. Pemimpin yang memperkuat cita-cita besar menjadi
sebuah bangsa yang merdeka dari penindasan dan ketakutan, pemimpin yang
menyadari bahwa kedaulatan bangsa harus dipulihkan agar tidak dikendalikan
bangsa lain.
Kita
ingat salah satu pidato Bung Karno, ”Apakah
kita mau Indonesia merdeka dengan kaum kapital yang merajalela atau yang
semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang
dan pangan?”
Ungkapan
di atas masih menjadi pilihan sampai hari ini. Jurang kesenjangan semakin
lebar. Saat kaum kapitalis lebih berkuasa dari pemimpin dan rakyat. Saat
kepentingan kapitalis lebih diutamakan daripada kesejahteraan rakyat.
Beragam
kasus muncul di depan mata kita, dan kita merasakan relevansi ungkapan Bung
Karno di atas saat ini karena daulat negeri terus tergerus. Tanpa perubahan,
kita akan kehilangan daulat dan masa depan semakin suram.
Momentum
inilah saatnya perubahan. Mari mencari pemimpin yang mampu menciptakan
perubahan mendasar. Memutuskan ketergantungan pangan, energi, dan utang luar
negeri.
Untuk
itu, semuanya bisa dimulai dari mental. Dengan meyakinkan diri bahwa kita
memiliki kemampuan mengolah sumber daya dan mengoptimalkannya demi
kesejahteraan rakyat.
Mentalitas
elite yang korup harus dibabat habis. Kebijakan yang cenderung hanya
menguntungkan mereka dan kaum kaya (karena kepentingan politik dinasti) harus
dienyahkan jauh-jauh. Itu semua hanya akan membuat mereka tidak akan mampu
menjadi pelayan terbaik buat rakyat.
Saatnya
rakyat memilih pemimpin dengan visi yang jelas dan terukur. Bukan pemimpin
yang asal berjanji.
Kecerdasan
rakyat sangat menentukan nasib masa depan negeri ini. Perubahan Indonesia
masa depan akan ditentukan pada pemimpin yang bisa mengombinasikan
keberanian, kebajikan, dan kemampuan dalam tata kelola pemerintahan untuk
melayani rakyat dengan sikap jujur dan tulus.
Jujur dalam kuasa
Sikap
jujur dalam berkekuasaan memang sering disebut sebagai sebuah kemustahilan.
Namun, dalam banyak fenomena kekuasaan masih ada orang baik dan jujur di
tengah kemunafikan dan keserakahan. Kita merindukan sosok pemimpin otentik
dan berkeutamaan. Pemimpin yang mampu membawa menuju gerbang perubahan
sesungguhnya. Seorang pemimpin yang sanggup berempati secara mendalam dengan
kemauan rakyatnya.
Pemimpin
yang mengubah dari bangsa yang tidak memiliki kepercayaan diri menuju
Indonesia yang kuat dan tangguh. Indonesia adalah bangsa besar, tetapi sering
kali itu hanyalah dalam angan-angan.
Kenyataannya
kita sebagai bangsa kerap masih terjajah oleh bangsa lain. Masih terlalu
sedikit contoh untuk pola kepemimpinan impian yang dibutuhkan negeri ini.
Justru
yang banyak adalah mereka yang memimpin dengan kecenderungan layaknya seorang
pebisnis. Barter kepentingan dalam dunia politik dan ekonomi justru sering
kali melahirkan kebijakan-kebijakan yang menyakitkan. Sebab, tak jarang di
dalamnya mengendap kepentingan yang bersifat pribadi dan golongan.
Pemimpin
terbaik akan mengembalikan kepercayaan diri sebagai bangsa yang luntur
seiring dengan waktu. Kita bisa bangkit melalui kepercayaan diri yang kuat.
Perilaku politik para elite selama ini banyak melunturkan kepercayaan diri
kita sebagai bangsa. Pemimpin hendaknya menjadi tonggak agar kita bisa
kembali bangga menjadi Indonesia.
Mencari negarawan
Kepercayaan
diri sebagai bangsa meluntur karena para elite negeri ini banyak berperan
sebagai calo, bukan negarawan yang tulus. Kita bisa melihat praktik di negara
yang mendeklarasikan ratusan tahun kebangkitan nasionalnya ini, yaitu
bagaimana semuanya bisa dibeli dan dijual.
Kebangsaan
kita tak lebih dari kebangsaan upacara, bukan kebangsaan perilaku. Banyak
fenomena yang bisa menjelaskan mengapa perjalanan kita sebagai sebuah bangsa
sering terseok-seok di tengah jalan.
Kekayaan
sumber daya alam melimpah tak kunjung bisa dinikmati demi kemakmuran rakyat,
tetapi justru dikuasai oleh kepentingan golongan tertentu. Sumber daya alam
yang melimpah belum benar-benar dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat semesta.
Kemiskinan,
pengangguran, dan perbaikan kualitas pendidikan belum menjadi cita-cita
bersama yang mendesak untuk dicarikan jalan keluar. Kebijakan publik pun
tidak disusun atas dasar kepentingan publik secara sungguh-sungguh.
Lahirlah
kenyataan yang sering disebut orang sebagai para calo politik (rent seeker). Di balik praktik
percaloan itu ada kekuatan para pemilik modal besar yang berperan. Maka, kita
membutuhkan pemimpin yang tulus mengabdi untuk kesejahteraan bangsa ini.
Pemimpin yang betul-betul memperhatikan nasib masa depan bangsa, bukan nasib
dirinya sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar