RI
dan Kemerdekaan Palestina
Broto Wardoyo ; Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
03 Juli 2014
JOKO Widodo, dalam debat calon presiden yang kedua, secara tegas
menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina. Sebagai langkah
konkret, rencana pembukaan Kedutaan Besar RI di Ramallah menjadi agenda
utama. Pernyataan tersebut menunjukkan kejelian Joko Widodo (Jokowi) dan tim
suksesnya dalam mengukur dinamika politik domestik Indonesia. Pernyataan itu
juga menunjukkan ketegasan sekaligus keleluasaan dalam politik luar negeri
Indonesia di Timur Tengah.
Politisasi
isu Palestina
Isu Palestina adalah salah satu isu internasional yang dapat
menggerakkan sentimen publik Indonesia. Kedekatan Indonesia dengan Palestina
dibangun dalam jalinan persaudaraan Muslim maupun Asia-Afrika. Namun,
pemerintah melihat masalah Palestina dalam tataran normatif, dalam kerangka
refleksi konstitusi yang mendukung setiap usaha kemerdekaan.
Ketika masalah Palestina diletakkan dalam kerangka normatif, tidak ada
kepentingan pragmatis Indonesia untuk mengembangkan skema-skema penyelesaian
dalam sengketa ini. Masalah Palestina diletakkan sebagai nilai ideal yang
sebaiknya dicapai, bukan dalam kerangka hal yang seharusnya dilakukan.
Pilihan pemerintah membuat publik senantiasa merasa tak puas melihat
kebijakan penanganan masalah Palestina. Publik senantiasa menghendaki ada
upaya ”lebih” dari pemerintah meski mereka juga tidak sepenuhnya berhasil
mendefinisikan apa upaya ”lebih” tersebut.
Gap membuka peluang bagi politisasi isu Palestina di Indonesia. Isu
Palestina masuk dalam agenda politik domestik di Indonesia dan menjadi kartu
kelompok-kelompok tertentu untuk menekan pemerintah.
Politisasi isu Palestina adalah fenomena global. Artinya, intrusi isu
Palestina dalam ranah politik domestik tidak hanya berlangsung di Indonesia.
Di negara-negara Arab, para pemimpin pemerintahan senantiasa memberikan janji
penyelesaian masalah Palestina dalam retorika kepemimpinan mereka, mulai dari
Jamal Abdul Nasser, Hafiz al-Asad, Saddam Hussein, hingga Hasan Nasrallah.
Isu Palestina dijadikan konsumsi untuk meraup dukungan publik. Sebaliknya,
tidak jarang sentimen kepalestinaan juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok
tertentu di Palestina untuk mendukung internasionalisasi eksistensinya.
Selama ini, kebijakan Indonesia dalam isu Palestina sebenarnya
konsisten. Sikap pro Palestina Indonesia tidak terbantahkan. Dari sejak awal
bergulirnya isu ini, Indonesia, melalui berbagai wahana, menyatakan
dukungannya pada kemerdekaan Palestina dan menjadikannya salah satu bahasan
dalam Konferensi Asia Afrika maupun dalam peringatan 50 tahun Konferensi Asia
Afrika. Melalui PBB, Indonesia juga menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan
Palestina, termasuk bersuara keras dalam Dewan HAM PBB.
Namun, sekali lagi, permasalahan utamanya tidak terletak dalam
konsistensi dukungan terhadap Palestina, tetapi pada kegagalan untuk
menelisik kepentingan nyata Indonesia. Politisasi isu Palestina tampaknya
dibaca dengan baik oleh Joko Widodo dan tim suksesnya dengan menjadikan
kemerdekaan Palestina sebagai prioritas.
Kejelasan
kebijakan
Langkah menempatkan isu Palestina sebagai prioritas kebijakan luar negeri
Indonesia juga memberikan kejelasan dalam kebijakan Indonesia di kawasan
Timteng yang selama ini tak memiliki ketegasan. Tak ada cetak biru sebagai
pegangan dalam perumusan dan implementasi kebijakan kita di kawasan ini.
Inkonsistensi jadi satu-satunya hal yang konsisten.
Selain konsistensi, Indonesia juga terlambat menyikapi masalah-masalah
di kawasan ini, baik karena tingginya kehati-hatian maupun kegagalan dalam
membaca situasi dengan baik. Kasus Irak dan Libya menunjukkan dampak yang
harus ditanggung dari kelambatan respons itu.
Dalam masalah Palestina, ketegasan sikap untuk mendukung kemerdekaan
Palestina akan meletakkan Indonesia pada posisi problem-solver. Artinya, Indonesia harus mulai merumuskan skema
penyelesaian yang dianggap baik. Sejalan dengan sikap negara-negara lain,
Indonesia mengakui solusi dua negara sebagai fondasi penyelesaian masalah
ini. Indonesia menyepakati berdirinya negara Palestina dan Israel yang
berdampingan secara damai. Dalam konteks ini, rumusan kesepakatan mengenai batas
wilayah, status Jerusalem, dan hak pengungsi harus mulai diagendakan lebih
serius, suatu hal yang dihindari Indonesia selama ini.
Perlu
gerak cepat
Beberapa rekomendasi bagi penyelesaian masalah Palestina bisa mulai
ditelaah. Indonesia bisa bergerak dengan beberapa rumusan yang sempat menjadi
pembicaraan serius kedua pihak, tetapi gagal mendapat dukungan politik,
seperti Geneva Accord maupun Clinton Parameters.
Rumusan-rumusan tersebut dipandang lebih realistis dibandingkan dengan
solusi lain, bahkan jika dibandingkan dengan Deklarasi Prinsip karena penekanan pada asas kesetaraan.
Ketegasan sikap Indonesia juga memberikan keleluasaan memilih skema seperti
apa yang tepat bagi Palestina dan sejalan dengan kepentingan Indonesia.
Untuk dapat memberikan rumusan-rumusan tersebut, dibutuhkan keberanian
mendobrak batas-batas tabu yang menghambat. Pertama, Indonesia tak perlu lagi
ragu untuk membuka kontak dengan pihak Israel dalam batasan yang jelas: kami
di sini dan mereka di sana.
Kontak tidak berarti identik dengan penerimaan atau pengakuan terhadap
eksistensi Israel, tetapi dalam kerangka menemukan cara terbaik untuk
menyelesaikan tiga isu krusial hubungan Palestina-Israel. Selama ini,
Indonesia cenderung antipati mengontak Israel karena khawatir diartikan
pengakuan.
Kedua, dukungan tegas terhadap Palestina juga menempatkan Indonesia
dalam posisi sebagai penyeimbang dalam proses negosiasi maupun penyelesaian
melalui mekanisme lain yang dipilih kedua pihak yang bertikai.
Selama ini, kritik terbesar dalam proses penyelesaian kemerdekaan
Palestina adalah tidak adanya mediator yang adil. Peran mediator yang secara
tradisional dimainkan oleh Amerika Serikat cenderung menambah beban Palestina
di meja perundingan. Ketegasan dukungan terhadap Palestina memberikan jarak
yang jelas manakala Indonesia masuk di dalam penyelesaian masalah.
Indonesia seharusnya turut serta mengupayakan kemerdekaan Palestina
dengan memperjelas kebijakan luar negeri Indonesia. Sudah terlalu lama
Indonesia membiarkan Palestina berjuang sendiri. Padahal, kemerdekaan
Palestina berkontribusi positif pada stabilitas domestik Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar