Mimpi
Buruk Dunia Penerbangan
M Wiman Wibisana ; Pemerhati
Penerbangan,
Mantan Ketua Pramuka Saka Dirgantara
|
JAWA
POS, 19 Juli 2014
JATUHNYA
pesawat Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH17 di Ukraina membuat dunia
penerbangan tersentak. Setidaknya tahun ini Malaysia Airlines telah dua kali
membuat dunia penerbangan sipil memandang serius maskapai nasional negeri
jiran itu. Hilangnya MH370 dalam penerbangan Kuala Lumpur–Beijing dan kini
tertembaknya MH17 di langit Ukraina memberikan pesan yang sangat serius bagi
dunia penerbangan internasional bahwa Malaysia Airlines menghadirkan mimpi
buruk pada 2014 ini.
Tragedi
MH17 yang tertembak dan jatuh di Ukraina mengingatkan kita akan tragedi di
Laut Okhotsk tiga dekade silam. Kala itu, 1 September 1983, Korean Airlines
bernomor penerbangan KAL 007 dengan rute New York–Alaska–Seoul ditembak jatuh
saat memasuki ruang udara di sebelah barat Pulau Sakhalin yang merupakan
yurisdiksi Uni Soviet. Ketegangan perang dingin kala itu memang membuat AS
dan Rusia saling curiga. Tidak jarang langkah-langkah kedua pihak pun
menimbulkan korban.
Dari
hasil penyelidikan sendiri, memang ditemukan fakta bahwa penerbangan KAL 007
melenceng dari rute yang seharusnya. Celakanya, melencengnya rute pesawat
komersial jenis Boeing 747 milik Korea Selatan tersebut mengarah ke zona Uni
Soviet yang sedang menguji coba rudal di Plesetsk, barat daya Rusia. Beberapa
saat sebelumnya, Soviet memang sempat mengendus kehadiran pesawat pengintai
AS jenis Boeing 707 yang disulap menjadi pesawat intai militer. Soviet pun
berpikir bahwa KAL 007 yang masuk wilayahnya itu adalah pesawat pengintai
lainnya. Nahasnya, pilot pesawat Korean Airlines tidak menyadari bahwa
pesawatnya merangsek semakin jauh ke wilayah udara Soviet.
Soviet
pun langsung menerbangkan pesawat tempur yang dipiloti Mayor Genadi
Osipovich. Tanpa basa-basi, Osipovich menembakkan rudalnya. Dia lantas
melaporkan bahwa target hancur. Dari hasil penyelidikan kemudian diketahui
bahwa peluru kendali yang ditembakkan Osipovich memang mengenai pesawat KAL
007. Namun, pesawat tidak seketika hancur lebur. Menara pengawas Tokyo sempat
menangkap permintaan KAL 007 untuk menurunkan ketinggian lantaran dekompresi
hebat yang menimpa pesawat nahas itu. KAL 007 akhirnya berakhir di dinginnya
Laut Okhotsk setelah kerusakan lantaran rudal yang menghantamnya dengan 269
nyawa melayang. Rusia mengelak dari tanggung jawab akan peristiwa itu,
walaupun setelah era perang dingin usai sikap mereka berangsur lebih terbuka
terhadap penyelidikan kecelakaan tersebut.
Iran Air 655
Lima
tahun setelah tragedi KAL 007, 3 Juli 1988, dunia yang tengah dilanda
huru-hara Iran vs Iraq pun mencatat sebuah pesawat sipil Iran Air dengan
nomor penerbangan 655 ditembak kapal perang AS USS Vincennes. Berbeda dengan
tragedi KAL 007, tragedi Iran Air yang mengakibatkan pesawat Airbus A300 itu
ditembak jatuh lebih mengarah pada kelalaian Angkatan Laut Amerika Serikat
dalam mengidentifikasi pesawat. AL AS mengira pesawat tersebut adalah F-14
Tomcat milik Iran. Celakanya, karena sinyal radio yang terlacak mirip yang
digunakan militer Iran, USS Vincennes menembak pesawat nahas tersebut dengan
peluru kendali permukaan ke udara karena mengira pesawat itu berniat
menyerang. Total 290 nyawa melayang karena tragedi di Selat Hormuz tersebut.
Hingga
hari ini, tragedi Iran Air 655 masih menjadi kontroversi. AS berdalih, karena
penembakan dilakukan pada masa perang, tujuan penembakan semata-mata demi
melindungi diri. Namun, Iran menganggap dalih AS hanya alasan yang tidak
masuk akal.
Tragedi
MH17 yang jatuh di Ukraina mungkin akan mirip dengan tragedi Iran Air 655.
Apa penyebabnya? Keduanya terjadi di wilayah konflik bersenjata.
Perbedaannya, ketegangan Ukraina lebih disebabkan adanya gerakan bersenjata
yang muncul karena kekisruhan politik. Sementara itu, tragedi Iran Air dan
Korean Airlines disebabkan adanya perang antarnegara. Hingga kini pemerintah
Ukraina masih menyangkal bahwa MH17 jatuh karena ditembak Ukraina. Mereka
justru menunjuk hidung gerakan separatis yang pro-Rusia di balik penembakan
pesawat komersial rute Amsterdam–Kuala Lumpur tersebut.
Investigasi
menyeluruh harus segera dilakukan. Mengingat, kejadian tersebut bukan saja
sebuah preseden buruk, melainkan juga mimpi buruk bagi dunia penerbangan.
Dunia internasional perlu mengambil langkah penyelidikan gabungan semata-mata
demi objektivitas hasil penyelidikan tragedi ini. Sebanyak 295 korban dari
berbagai negara yang diperkirakan tewas dalam tragedi itu langsung
menempatkan kejadian tersebut di urutan ke-6 dalam 10 tragedi penerbangan
yang menelan banyak korban.
Sudah
sewajarnya dunia internasional bertindak dalam tragedi itu. Mengharapkan
penyelidikan oleh Ukraina merupakan langkah yang tidak bijak karena situasi
politik negara tersebut yang tidak stabil. Selain itu, kecelakaan ini jangan
sampai menjadi preseden buruk yang mengorbankan pesawat sipil komersial dalam
konflik bersenjata. Semoga saja ini adalah mimpi buruk terakhir bagi dunia
penerbangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar