Masa
Depan Otonomi Daerah
M Mas’ud Said ; Pengamat Pers; Pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo
|
JAWA
POS, 02 Juli 2014
SEPULUH tahun belakangan ini, setelah Indonesia melaksanakan sistem
pemerintahan yang desentralistis, Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai
negara di Asia yang sukses mengubah situasi dari sangat sentralistis menjadi
negara sangat desentralistis. Bahkan, paling desentralistis (from the most centralized country to the
most decentralized country) dengan menyerahkan sebagian besar
kewenangannya kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Dasar 1945 meletakkan pelaksanaan
otonomi daerah pada posisi keharusan (a
must system) dengan menghormati kekhasan setiap daerah di Nusantara.
Menurut para pendiri bangsa, para founding fathers kita, heterogenitas daerah
sebagai sebuah keniscayaan. Pembangunan adalah jantung pembangunan nasional.
Teorinya berbunyi, pembangunan nasional tidak akan sukses tanpa pembangunan
daerah yang baik.
Dengan sistem otonomi daerah yang benar, pemerintah provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota didorong untuk membangun dan mengembangkan diri
sendiri dengan upaya yang lebih leluasa berdasar situasi daerahnya. Misalnya,
untuk meningkatkan aksesibilitas kesehatan bagi masyarakat dan derajat
kesehatan masyarakat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota didorong untuk
membangun rumah sakit sendiri dengan menggunakan APBD atau APBN. Daerah
leluasa menentukan program kesehatan masyarakat dan melakukan inovasi di
daerahnya.
Demikian juga, otonomi daerah mendorong pembangunan daerah terpencil,
terluar, dan terbelakang. Pemerintah daerah memiliki tugas dan wewenang yang
cukup untuk melakukan percepatan dan perluasan daerah terpencil, terluar, dan
terdepan sesuai dengan local wisdom-nya.
Otonomi daerah kita dianggap sangat baik untuk menyinkronkan dan
memperkuat hubungan antara pusat dan daerah, hubungan provinsi dengan
provinsi yang lain serta kota dan kabupaten di seluruh wilayah negara.
Sebagaimana diatur dalam sistem pemerintahan kita, yakni Undang-Undang
Pemerintahan Daerah 32/2004, mendorong adanya kerja sama antardaerah dan
pemanfaatan kawasan khusus di berbagai daerah untuk kepentingan nasional dan
kepentingan masyarakat di daerah.
Pada tahun-tahun yang akan datang, rezim otonomi daerah kita bakal
berkembang dan berubah. Sekarang terjadi pergeseran pemikiran tentang otonomi
di Indonesia. Sebagaimana pengamat dan akademisi luar negeri sering
menyimpulkan akan perlunya memberikan apresiasi bagi kondisi negara kepulauan
yang sangat bineka ini.
Karena itu, muncul desentralisasi asimetris. Desentralisasi asimetris
agak berbeda dengan desentralisasi umum. Dalam paradigma asimetris,
perspektif pembangunan, kebudayaan, dan kekhususan kewilayahan dijadikan
pertimbangan khusus dan utama. Dengan desentralisasi asimetris, daerah-daerah
terluar, terdepan, dan terpencil bisa dijangkau oleh pembangunan.
Teorinya, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada daerah
untuk menggalang potensi alamiah dan sumber daya lainnya, akan terdapat
keleluasaan bagi mereka meningkatkan dan mempertinggi kesejahteraan rakyat.
Walau evaluasi berbagai pihak menunjukkan masih banyak masalah yang belum
teratasi secara keseluruhan, walau masih banyak masalah di daerah yang
mengiringi proses pembangunan, sistem otonomi daerah dianggap sangat cocok
dengan karakteristik geografis, sosio-politis dan manajemen pemerintahan.
Dengan demikian, ia disebut sebagai a
point of no return dan masih perlu terus menjadi concern Indonesia hingga 2025. Diperkirakan pada saat itulah
pelaksanaan yang mendekati ideal akan bisa dicapai.
Salah satu hal penting untuk memastikan pembangunan daerah dan otonomi
daerah ialah perhatian kepala negara dan presiden sebagai kepala
pemerintahan.
Hanya dengan perhatian kepala negara dan kepala pemerintahan, masa
depan otonomi daerah dan pembangunan daerah kita akan tetap terjaga. Dengan
concern kepala pemerintahan, pembangunan daerah akan tetap terjaga demi
kesejahteraan masyarakat.
Semoga presiden yang akan terpilih dalam pemilu 9 Juli 2014 adalah
sosok yang memperhatikan perlunya pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan
daerah secara nyata. Indonesia membutuhkan presiden yang memperhatikan
ketimpangan antardaerah, yang menghitung dengan seksama betapa daerah-daerah
terpencil, wilayah terluar, dan perbatasan memerlukan perhatian.
Sungguh kita membutuhkan keberlanjutan pembangunan daerah di luar Jawa
dan daerah-daerah wilayah timur pada umumnya agar mereka bisa mengejar
ketertinggalan dari saudara-saudara mereka di Jawa dan perkotaan pada
umumnya. Jadi, kita membutuhkan sosok presiden yang menjiwai sifat pedesaan
agar dapat menyelami jiwa asasi pembangunan daerah dan otonomi daerah. Wallahu a’lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar