Kerja
Bakti untuk Demokrasi
Max Regus ;
Mahasiswa Doktoral di Belanda
|
MEDIA
INDONESIA, 15 Juli 2014
`KEMENANGAN rakyat'.
Begitu salah satu judul berita Media Indonesia sehari setelah pilpres (10/7).
Pertarungan politik memang sudah selesai. Demokrasi modern menggu nakan metode
ilmiah untuk mengukur kemungkinan kemenangan politik. Sejumlah lembaga survei
yang selama ini sudah biasa mengukur preferensi politik publik telah mengumumkan
kemenangan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla melalui quick count. Tentunya, sembari kita menunggu Komisi Pemilihan
Umum mengumumkan apa yang disebut dengan real
count, pilpres menyisakan sejumlah catatan penting bagi proses
pemasyarakatan demokrasi.
Masa
senja
Catatan pertama. Hegemoni kepartaian
memasuki masa senja. Ketidakpuasan terhadap kinerja produk partai politik di
sejumlah lembaga dan level kekuasaan memunculkan rasa muak publik. Perasaan
politik publik sudah berada di titik tertinggi sejak masa reformasi belasan
tahun silam. Publik tidak mau menutupi kejengkelan yang membesar di dalam
benak mereka. Itulah yang menyebabkan publik menunjukkan sikap politik mereka
secara jelas terutama dengan mendorong sejumlah kandidat pemimpin yang
memiliki catatan positif dalam catatan publik.
Dorongan politik yang
diterima Jokowi hingga sekarang ini membuktikan argumentasi tersebut.
Kepemimpinan politik nasional, sebelum munculnya Jokowi, memang mengirimkan
sinyal kebuntuan, dengan masih hadirnya caloncalon dari generasi masa lalu. Di
titik itu, publik mampu menerobos benteng kepartaian dan mendorong
tertampungnya calon pemimpin impian rakyat dalam ruang kandidasi pemimpin
nasional. Kesediaan petinggi partai politik seperti yang telah ditunjukkan
PDIP dan gerbong koalisi dengan memajukan Jokowi merupakan pengelo laan
konstruktif terhadap suara batin publik.
Memang, mau tidak mau,
fenomena itu akan di anggap sebagai semacam anomali demokrasi. Karena
sebetulnya, partai politik seharusnya memunculkan calon pemimpin nasional
tanpa perlu kelihatan didikte secara langsung oleh rakyat. Tugas partai
politik mencari kandidat terbaik untuk rakyat. Namun, sering kali, ketiadaan
sikap tulus secara politik untuk memberikan tempat kepada calon-calon terbaik
memaksa rakyat memasuki ruang partai politik dan menunjuk siapa calon
pemimpin yang mereka kehendaki.
Rakyat mendukung calon
pemimpin yang sudah terbukti mau bekerja bersama rakyat untuk meraih
kemakmuran sosial. Itu refleksi penting untuk partai politik sebagai
lokomotif demokrasi jika tidak ingin mengalami delegitimasi lebih parah di
masa mendatang. Kemunculan Jokowi di level tertinggi politik nasional
sebagian besar merupakan karya dan kerja nyata rakyat.
Jari
tangan rakyat
Catatan kedua. Sesudah
blok Susilo Bambang Yudhoyono bergabung ke kubu Prabowo Hatta, sangat terasa,
kubu Jokowi-JK serentak menghadapi jalan terjal mematikan. Semua pasti tahu
dukungan the rulling power akan
memberikan efek signifikan bagi kubu Prabowo-Hatta. Hanya membuang waktu
untuk mendiskusikan kenapa blok SBY memilih bergabung ke kubu Prabowo lalu
melukai kenegarawanannya sendiri dengan proklamasi dukungan politik semacam
itu.
Yang menjadi jelas, dukungan kubu SBY membuat kubu Prabowo-Hatta seperti
kelebihan berat badan, mengalami obesitas, menjadi bertambah gemuk. Bahkan
sambil tutup mata saja, Prabowo-Hatta bisa meraup dukungan sekitar 60% jika
partai politik yang menyokong dia bekerja maksimal.
Tapi apa lacur, dengan
cerdas, sekian banyak elemen rakyat menjawab sikap politik kubu tambun
Prabowo dengan gerakan soliditas rakyat di kubu Jokowi-JK, terutama dengan
aksi-aksi yang tidak berhubungan dengan politik secara langsung seperti
pentas musik raksasa di GBK beberapa hari sebelum pencoblosan. Memang, terasa
ada jual beli pukulan politik yang kelihatannya seimbang. Namun, jawaban
cantik kubu Jokowi-JK secepat kilat mengundang gelombang simpati dan
menguatkan kembali arus dukungan politik.
Ketika di kubu
PrabowoHatta membentang koalisi partai politik yang dilumeri dengan lumpur
janji bagi-bagi posisi kekuasaan, di kubu Jokowi-JK sudah terbentuk koalisi
jari rakyat yang saling mengait membentuk barikade pertahanan demokratis
untuk menyokong calon impian mereka. Banyak nama disematkan kepada jari
tangan yang saling mengait itu.
Singkatnya, muncul begitu banyak
jaringan relawan yang mendukung Jokowi-JK.
Mereka melakukannya dengan
sukarela karena merasa apa yang sedang terjadi akan menentukan nasib seluruh
bangsa. Kepedulian yang mengalir dari kesertamertaan spontan. Kemenangan
rakyat itu juga memunculkan pesan penting bahwa di masa akhir kepemimpinannya,
bagi pendukung Jokowi-JK, SBY mungkin hanya akan dikenal sebagai pendukung
Prabowo. Itulah tragedi demokrasi yang telah
sekian lama terkunci secara kejam di balik arogansi kekuasaan, ketika para
pemimpin tidak mampu berdiri secara bijak untuk melindungi warga mereka.
Kerja
bakti
Catatan ketiga. Kehadiran
Jokowi di panggung Pilpres 2014 telah menumbuhkan antusiasme politik publik. Gerakan
relawan yang mengajak blok golput agar segera mening galkan posisi mereka dan
memberikan hak suara dalam pilpres merupakan fenomena menarik tahun ini. Pesan
berantai di kalangan rakyat yang saling mengingatkan untuk menggunakan hak
suara membentuk arus perubahan politik yang signifikan. Blok golput bahkan
datang dengan keterlibatan yang berlipat ganda. Mereka juga ingin memastikan
suara mereka bisa menentukan proses perubahan politik dan kekuasaan.
Pilpres 2014 menyimpulkan satu hal yang sangat
fundamental dalam politik. Rakyat ialah penentu demokrasi. Rakyat yang teguh pada
kata hati akan menikmati pencapaian demokrasi yang menuntun komunitas politik
menuju keadaban tata laku kekuasaan. Ketika kekuasaan tidak pernah kehilangan
satu hal yang selalu merusak para penguasa, yaitu godaan untuk korup, sikap
awas rakyat niscaya tidak memiliki titik akhir.
Keterlibatan rakyat dalam gerbong demokratisasi
tidak pernah final meskipun Jokowi sebagai simbol generasi
kepemimpinan nasional hampir pasti akan menjadi presiden Indonesia berikutnya.
Rakyat harus melanjutkan kerja nyata yang sudah terbangun dalam pilpres ini.
Dan, semuanya harus dilakukan melalui karya sukarela politik, kerja bakti
untuk demokrasi di Nusantara ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar