Gagal
SBM PTN Bukan Kiamat
Alwiyah ;
Rektor Universitas Wiraraja Sumenep, Madura
|
JAWA
POS, 17 Juli 2014
LUPAKAN
sejenak urusan pilpres yang menguras energi kita. Lupakan sejenak pertikaian
dan saling klaim kemenangan itu. Mari berpikir sesuatu yang juga tidak kalah
penting untuk keberlangsungan bangsa ini. Biarlah kita tunggu siapa pemenang
sesungguhnya pada 22 Juli mendatang.
Di
luar pilpres, hari ini sejatinya merupakan momen penting bagi anak didik kita
yang baru lulus SMA/SMK/MA. Tidak kurang dari 664.509 pelajar hari ini
menjalani penentuan nasib: lolos atau tidak. Mereka sebelumnya mengikuti ujian
seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBM PTN).
Tentu
saja, tidak mungkin mereka semua diterima di PTN. Jumlah PTN di tanah air
hanya sekitar 100 lembaga. Sementara itu, mereka yang dipastikan gagal masuk
PTN lebih dari 570 ribu orang. Itulah kira-kira yang terjadi setiap tahun.
Semakin banyak pendaftar ke PTN, hanya sedikit yang diterima.
Memang,
hingga saat ini PTN menjadi tujuan utama mayoritas lulusan SMA. Setiap mereka
yang hendak melanjutkan jenjang pendidikan pasca SMA, tujuan utamanya cenderung
ke PTN. Mengapa PTN seolah memonopoli kepercayaan sebagian orang tua untuk
menitipkan anaknya merekayasa masa depan?
Pertanyaan
itu tentu sangat klasik. Jawabannya pun akan mudah ditebak: kuliah di PTN
lebih murah, bergengsi, dan tentu saja diyakini berkualitas. Tapi, benarkah?
Kita semua sudah maklum, ada anggapan umum bahwa biaya pendidikan saat ini
mahal. Tidak terkecuali di PTN. Anggapan bahwa PTN murah, tampaknya, memang
tidak lagi relevan. Mengingat, sangat banyak PTN yang biayanya juga relatif
sama dengan PTS favorit.
Dalam
konteks kualitas, tidak semua PTS berkualitas lebih rendah. Sangat banyak PTS
yang justru dianggap sebagian pihak lebih baik daripada PTN. Sekarang PTN dan
PTS sejajar. Bahkan, tidak sedikit PTS yang lebih berkualitas dan lebih
segalanya jika dibandingkan dengan PTN.
Sekadar
mencontohkan, kualitas PTS sekelas Universitas Islam Indonesia (UII) di
Jogjakarta sama atau bahkan di atas PTN. Terutama untuk jurusan tertentu
seperti fakultas hukum yang notabene ’’memproduksi’’ banyak petinggi hukum di
negeri ini. Mulai Mahfud M.D. (mantan ketua MK), Busyro Muqoddas (wakil ketua
KPK), Suparman Marzuki (ketua KY), Dharmono (mantan wakil jaksa agung), serta
Artidjo Alkostar (hakim agung).
Fakta
itu menunjukkan betapa PTS juga memiliki standar kualitas. PTS juga memiliki
jurusan tertentu yang memang menjadi brand yang sangat excited. Sama dengan
PTN, tidak mungkin dalam sebuah PTS tidak ada jurusan favorit yang
diunggulkan.
Daya Saing PTS
Gagal
di PTN bukan kiamat, bukan akhir segalanya. Gagal di PTN hanya satu dari
sekian etape perjalanan hidup. Masih banyak peluang yang bisa diraih. Pilihan
seorang lulusan SMA setelah gagal PTN memang mengarah pada dua hal.
Melanjutkan ke PTS atau bekerja.
Namun,
bermodal ijazah SMA, umur yang masih muda, dan pengalaman yang sedikit atau
bahkan nihil tentu tidak cukup untuk mendapat pekerjaan. Peluang untuk
mendapat pekerjaan sangatlah kecil. Sekalipun ada, mereka cenderung menjadi
tenaga kasar.
Satu-satunya
pilihan yang paling realistis adalah melanjutkan kuliah di PTS. Kompetensi di
bangku kuliah merupakan modal minimum untuk mendapat pekerjaan bagus. Sangat
jelas, pekerjaan yang bagus menuntut kompetensi (pendidikan) yang tinggi. PTS
adalah sarana meningkatkan kompetensi selain PTN.
Berbanding
lurus dengan semua itu, sudah banyak pula PTS yang berkreasi. PTS menyusun
kurikulum yang tidak hanya ditujukan untuk mendongkrak kompetensi, tetapi
mendukung upaya pemerintah mencetak generasi cerdas masa depan. Banyak kerja
sama yang telah dilakukan PTS untuk menyiapkan lulusannya agar bisa bersaing
dengan dunia global.
Ke
dalam, PTS juga menyiapkan sumber daya pendukung dalam upaya memaksimalkan
kinerja. Baik di level akademik seperti dosen atau di level organisasi yang
menyangkut peningkatan kompetensi secara umum. Dengan semakin meningkatnya
reputasi organisasi PTS melalui inovasi, tata kelola, tanggung jawab sosial,
serta kesehatan keuangan dapat meningkatkan derajat kompetensi PTS.
Kemajuan
teknologi informasi saat ini, langsung maupun tidak langsung, juga sangat
berperan meningkatkan daya saing PTS. Upaya peningkatan daya saing PTS
melalui fasilitas internet akan menjadi ujung tombak dalam merealisasikan
cita-cita utama.
Yang
tidak kalah penting dan berperan dalam meningkatkan kompetensi perguruan
tinggi adalah faktor leadership. Baik di level fakultas maupun universitas,
faktor itu memiliki derajat yang sama dalam hal penciptaan mutu sebuah PTS.
Kuncinya terletak pada kecakapan serta tanggung jawab kepemimpinan. Hal itu
berkaitan erat dengan, misalnya, promosi, aktualisasi, hingga manajerial PTS.
Karena
itu, sekali lagi, kegagalan di SMB PTN hari ini bukan akhir segalanya. Di PTS
nanti banyak ruang bagi lulusan SMA. Mereka akan dibentuk untuk kepentingan
daya saing global. Ingatlah, PTS atau PTN hanya sarana. Hanya media untuk
meraih kesuksesan di kemudian hari. Semua bergantung pada sejauh mana upaya
selama di bangku kuliah.
Dulu,
mungkin benar PTN identik dengan favorit serta biaya kuliah yang terjangkau.
Namun, realitas sekarang, hampir seluruh PTS berlomba-lomba meningkatkan
kualitas serta tidak membebankan biaya terlalu tinggi bagi calon mahasiswa.
Hal itu tentu menegaskan kepada kita semua bahwa PTN maupun PTS tetap
mengedepankan kualitas mahasiswa.
Sebuah
lembaga pendidikan tetap bertujuan sama, yaitu mencerdaskan peserta didik.
Untuk mencapai tujuan itu, PTN maupun PTS tetap sama-sama harus mengikuti
Menteri BUMN Dahlan Iskan, yaitu kerja,
kerja, kerja... ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar