Alamat
Tepat
Samuel Mulia ;
Penulis Mode dan Gaya Hidup, Penulis Kolom “Parodi” di
Kompas
|
KOMPAS,
20 Juli 2014
MALU
bertanya sesat di jalan. Benarkah karena malu seseorang tersesat? Saya lebih
percaya, kalau seseorang itu tersesat karena salah alamat bertanya. Bukan
karena perasaan malu. Itu pendapat saya.
”Gue bisa bayangin kok”
Saya
terinspirasi menulis hal ini, setelah mulai memperhatikan bagaimana saya
menceritakan problem pribadi, keluarga, spiritual, atau profesional kepada
orang-orang yang awalnya saya pikir merupakan alamat tepat untuk didatangi
dan dapat memberikan jalan keluar.
Acapkali
saya malah makin sengsara karena setiap kali saya menanyakan sesuatu kepada mereka,
saya kok merasa pendapat yang diutarakan itu seperti jawaban dari sebuah
simulasi problema.
Tampaknya
mereka memiliki prinsip, kalau ada yang bertanya, maka saya harus bisa
menjawab. Bahkan, ketika mungkin, mereka sendiri tahu bahwa mereka tak bisa
memberi jalan keluar.
Karena
sesungguhnya mereka belum pernah mengalami apa yang saya alami. Sehingga
kalimat macam ”Gue bisa bayangin kok” itu selalu muncul dalam percakapan.
Bagaimana mereka bisa membayangkan persoalan saya? La wong mereka tak pernah merasakan pengalaman mau mati di meja
operasi?
Bagaimana
mereka bisa merasakan yang namanya kebebasan berpikir, la wong orangtua saya
sudah mengajarkan hal itu sejak masih muda dahulu, sementara mereka harus
berpura-pura setuju dengan pendapat orang tua, sementara hati mereka
memberontak?
Sejujurnya,
saya ini ingin mendapat jalan keluar, bukan karena itu di dasari dari apa
yang pernah mereka alami dalam hidup mereka, bukan berdasarkan pendidikan
yang mereka terima, bukan karena nilai-nilai yang mereka anggap benar.
Saya
ingin mendapat jawaban seperti menanyakan kepada seseorang yang bepergian ke
sebuah kota yang ia temui sendiri melalui ketersesatan, dan bukan karena
sudah membaca buku petunjuk sebelumnya. Karena menurut saya ketersesatan
memberikan mereka pengalaman berbeda, sementara yang dari buku petunjuk
memberikan mereka pengalaman yang seperti seragam anak SMA.
Maka
di hari libur ini, saya akan berbagi pengalaman mencari alamat tepat, agar
Anda jangan seperti saya, dengan mudah menyalahkan orang karena Anda merasa
mereka tidak mengerti Anda. Kalau Anda tak merasa perlu memercayai apa yang
saya bagikan, itu hak Anda sepenuhnya.
Mencari yang terbuka
Hal
pertama adalah menanamkan sebuah pemikiran bahwa mencari alamat untuk curhat
itu tak perlu kepada mereka yang memiliki pengalaman yang sama atau mirip,
dan yang memiliki jam terbang yang tinggi.
Yang
utama adalah mendatangi seseorang yang berpikiran terbuka. Orang yang
memiliki pemikiran terbuka itu jarang sekali menghakimi, mereka tak memiliki
cara pandang yang ekstrem, yang emosional, yang menganggap dirinya benar,
apalagi kalau sudah sampai pada hal-hal yang berbau spiritual.
Orang
yang memiliki pemikiran terbuka, akan mampu memberi rasa nyaman. Rasa itu
diperlukan kalau orang sedang mengalami problema. Mereka mampu melihat
persoalan dengan tenang, karena mereka tidak melibatkan perjalanan pribadi
mereka.
Mereka
tidak melibatkan pendidikan mereka. Mereka adalah manusia yang mampu melihat
persoalan Anda, seperti seseorang yang menemukan tempat baru yang indah
karena tersesat bukan karena membaca buku petunjuk.
Orang
yang tersesat pernah merasa takut, meski akhirnya menemukan jalan keluar yang
melegakan. Itu yang menyebabkan orang yang berpikiran terbuka akan mengerti
kesesatan Anda, akan mengerti bagaimana ketakutan Anda, dan mereka akan juga
mengerti kelegaan setelah tersesat.
Mereka
yang berpikiran terbuka tak akan melibatkan kata tidak setuju atau setuju
dengan persoalan Anda. Mereka akan membantu memberikan pencerahan dan
terutama memberikan konsep berpikir untuk memecahkan masalah, bukan menjawab
satu per satu masalah Anda dan berakhir dengan diskusi panjang yang tak
berujung.
Mereka
yang hidup berdasarkan buku petunjuk, akan susah mengerti persoalan Anda.
Mereka akan menerapkan SOP mereka untuk Anda. Dan kalau di dalam SOP tak ada
jawaban untuk pengalaman yang Anda hadapi, karena mereka belum pernah
mengalaminya, mereka kemudian tak tahu memberi jawaban.
Dan
hasil dari ketidaktahuan itu biasanya berakhir dalam bentuk menghakimi,
bahkan sebelum Anda selesai menuntaskan cerita. Mereka tidak mengajarkan Anda
berpikir soal konsep pemecahan masalah, mereka mengajarkan SOP mereka untuk
Anda.
Kedua,
cari manusia yang masuk ke dalam kategori a good listener. Tetapi itu tidak
cukup. Karena pendengar yang baik, belum tentu menyimak dengan baik. Saya
sarankan, jangan pernah Anda bercerita kepada mereka yang senangnya bermain
social media seperti tak ada hari esok.
Pengalaman
saya mengajarkan, mereka akan tetap berkonsentrasi dengan gadget mereka,
bahkan saat Anda lagi curhat. Mendengar dan menyimak itu, berbedanya seperti
rasa air tawar dan air laut.
Singkatnya,
kalau Anda tak mau tersesat, alamat yang paling tepat untuk didatangi adalah
mereka yang pernah merasakan apa yang disebut tersesat dan kemudian menemukan
jalan keluar dari ketersesatan itu. Jangan mendatangi yang masih tersesat! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar