Mengakhiri
Kekejian
Broto
Wardoyo ; Pengajar
di Departemen Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas
Indonesia
|
KORAN
SINDO, 21 Mei 2014
Lakhdar
Brahimi akhirnya mengikuti jejak pendahulunya, Kofi Annan. Brahimi memutuskan
mundur dari tugasnya sebagai utusan khusus PBB untuk Suriah.
Brahimi
menyebut ketidakmampuannya untuk menciptakan respon internasional yang lebih
koheren dalam penyelesaian konflik di Suriah sebagai alasan pengunduran
dirinya. Sebelumnya, Annan juga menyampaikan hal yang kurang lebih sama bahwa
penyelesaian masalah Suriah tidak akan mungkin dilakukan tanpa adanya tekanan
internasional yang solid dan serius. Apa yang disampaikan oleh Brahimi dan
Annan tidaklah berlebihan. Nyaris tidak ada tekanan internasional yang solid
dan nyata bagi penghentian kekerasan di Suriah.
Terpecahnya
Dewan Keamanan ke dalam dua kubu menjadi bukti yang paling jelas bahwa unsur
kepentingan politik masih menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat
internasional. Logika kepentingan politik tersebut membuat anggota-anggota
Dewan Keamanan, dan juga negara-negara lain yang memiliki kesamaan cara
pandang dengan Dewan Keamanan, mengabaikan fakta- fakta kekejian dalam
konflik di Suriah. Syrian Observatory for Human Rights mencatat bahwa per
akhir April 2014 jumlah korban jiwa dalam konflik di Suriah telah melewati
angka 150.000.
UNHCR
mencatat bahwa 2,5 juta jiwa telah mengungsi keluar dari Suriah ke negara-negara
tetangganya dan 4 juta lainnya menjadi pengungsi internal. Angka-angka
tersebut, sayangnya, sepertinya tidak menjadi bahan pertimbangan pihak-pihak
yang bertikai, atau mereka yang menyokong pihakpihak tersebut, untuk
menghentikan kekerasan. Indikasi kekejian juga dapat dilihat dari pertarungan
atas kota Homs. Homs, sejak tahun 2011, menjadi salah satu ajang pertempuran
paling sengit antara kubu oposisi dan rezim Bashar al-Asad.
Rezim
akhirnya menjadi pemenang setelah menguasai kota Homs pada akhir April 2014.
Perebutan atas kota ini memunculkan berbagai statistik mengerikan. Syrian
Observatory mencatat jatuhnya 17.812 korban jiwa dari awal kekerasan merebak
di Homs hingga penguasaan kota ini oleh rezim. Dari jumlah tersebut, 2.047
merupakan korban anak-anak dan 1.861 merupakan korban perempuan. Sebanyak 746
korban meninggal di dalam tahanan akibat penyiksaan. Homs juga menjadi lokasi
pemerkosaan yang dilakukan baik oleh pasukan rezim maupun koalisi.
Data-data
tersebut menunjukkan bahwa Stephen Hawkings tidak salah ketika menggunakan
kata kekejian untuk merujuk pada konflik di Suriah. Jatuhnya korban jiwa
anakanak dan perempuan, penyiksaan tahanan, dan tingginya angka pemerkosaan
menunjukkan hal tersebut. Hanya saja, masyarakat internasional, mengutip
Hawkings, “nampaknya hanya memandangnya dengan dingin di kejauhan.”
Hingga
saat ini, upaya-upaya dialog memang tidak sepenuhnya absen. Usaha untuk
mempertemukan kedua pihak yang bertikai, dengan pihak-pihak lain yang
dipandang terkait dengan konflik di Suriah, telah beberapa kali dilakukan.
Baik Annan maupun Brahimi berhasil mempertemukan pihak-pihak yang bertikai
dan para suporternya tersebut dalam berbagai pertemuan.
Annan
berhasil menelorkan Annan Plan yang berisi butir-butir rekonsiliasi damai
namun realisasinya gagal terwujud. Perundingan Jenewa yang digagas oleh
Brahimi bahkan gagal mencapai kata sepakat mengenai bagaimana konflik ini
harus diakhiri. Operasi kemanusiaan juga terus dijalankan oleh berbagai
pihak, terutama lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, di Suriah.
Hanya
saja, keberadaan mereka tidak membuat kekerasan berhenti. Harus ada
intervensi internasional yang dilakukan oleh negara-negara untuk menghentikan
kekerasan tersebut. Apalagi, karakter konflik di Suriah mulai bergeser dari
awalnya merupakan konflik karena ketidakpuasan terhadap pemerintah menjadi
kombinasi atas perebutan kekuasaan dan akses terhadap sumber ekonomi dengan
konflik sektarian yang bercampur dengan jejaring terorisme internasional.
Pergeseran
tersebut akan memiliki implikasi yang luar biasa dalam jumlah korban tak
berdosa dan penanangan konflik. Apa yang berlangsung di Homs memperlihatkan
bagaimana konflik di Suriah bergeser menjadi semakin menguat karakter
sektariannya. Pertarungan antara kelompok oposisi melawan rezim di kota Homs
ditandai dengan keterlibatan milisi pro-rezim yang justru memainkan peran
lebih besar dalam bentrokan bersenjata jika dibandingkan dengan militer
Suriah.
Keberhasilan
pasukan pemerintah dalam menguasai Homs, menurut catatan Carnegie Endowment ,
merupakan kombinasi antara taktik perang yang jitu dan keterlibatan milisi
lokal yang pro terhadap pemerintah. Peran pasukan pemerintah terbatas pada
membatasi lokasi konflik dan melakukan blokade agar bantuan logistik bagi
kubu oposisi tidak masuk ke Homs. Kejatuhan Homs tidak dapat dilepaskan dari
peran sentral National Defense Forces sayap Homs, kelompok milisi yang
beranggotakan sukarelawan pro-pemerintah dan dibentuk tahun 2013 yang
bertarung di dalam kota melawan kubu oposisi.
Nuansa
sektarian dari National Defense Forces
menjadi dominan karena wilayah operasi dan rekrutmen mereka. Laporan Carter Center pada akhir 2013
menunjukkan bahwa kelompok ini beroperasi di beberapa wilayah secara otonom
dan mandiri, seperti di Allepo, Tartus, Hama, Homs, Damascus, Sweida, dan
Latakia. Anggota milisi ini didominasi oleh kelompok minoritas seperti
Alawite, Maronite, Druze, dan Syiah. Sebagian besar anggota milisi ini memiliki
intensi balas dendam pada kelompok oposisi akibat kehilangan anggota keluarga
mereka di tangan kelompok oposisi.
Strategi
yang dijalankan oleh rezim dengan menjadikan National Defense Forces sebagai
pilar utama perlawanan terhadap kelompok oposisi juga akan memiliki implikasi
pada bertambahnya jumlah korban yang tidak berdosa. Anggota milisi ini bukan
saja menerima gaji dari pemerintah namun juga diijinkan untuk mengambil
pampasan konflik. Hal kedua ini yang membedakan mereka dari militer Suriah.
Akibatnya, perilaku mereka di medan konflik akan cenderung mengabaikan
aturan- aturan yang ada. Kelonggaran tersebut akan membuat mereka tidak
membatasi korban demi keuntungan material.
Pergeseran
lain juga dapat dilihat dengan semakin menguatnya kelompok-kelompok yang
terkait dengan jejaring terorisme internasional. Selama ini setidaknya ada
dua kelompok yang diidentifikasi terkait dengan jejaring terorisme
internasional, yaitu Jabhat al-Nusra
dan Islamic State of Iraq and the Sham
(ISIS). Kelompok kedua belakangan disebut telah memutuskan hubungan dengan
al- Qaeda karena adanya perbedaan visi.
Pergeseran
tersebut memunculkan masalah baru dalam konflik ini terkait dengan
meningkatnya jumlah kombatan eksternal yang berafiliasi dengan
kelompok-kelompok yang memiliki afiliasi dengan jejaring terorisme
internasional tersebut. Washington Institute melakukan survei terhadap
sekitar 1,500 sumber, media, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya
masyarakat, memperkirakan bahwa jumlah kombatan eksternal tersebut berkisar
antara 3.400 hingga 11.000 orang.
Homs
kembali menjadi salah satu tujuan utama dari para kombatan eksternal
tersebut. Penguatan kelompok-kelompok yang terkait dengan jejaring terorisme
internasional dapat dilihat dari pemetaan konflik di Suriah. Laporan terbaru International Crisis Group menunjukkan
bahwa wilayahwilayah yang dikuasai oleh kelompok oposisi sebagian besar
dikuasai oleh al-Nusra maupun ISIS. Jika ditambahkan dengan wilayah yang
dikuasai oleh milisi- milisi Kurdi, luas wilayah yang dikuasai oleh kubu
oposisi akan semakin mengecil. Praktis, kubu oposisi hanya menguasai Allepo
dan sekitarnya serta Deir ez-Zor.
Pilihan
taktik kelompok-kelompok yang terkait dengan jejaring terorisme internasional
tentunya akan memiliki perbedaan yang signifikan dengan kubu oposisi.
Penggunaan taktik- taktik yang tidak terlalu mempertimbangkan collateral
damage hanya akan membawa jatuhnya korban lebih banyak. Perpaduan antara dua
pergeseran tersebut membuat kekejian di Suriah nampaknya akan bertambah
buruk.
Dan
untuk itu, perlu keseriusan masyarakat internasional untuk tidak lagi
meletakkan kepentingan politik sebagai pijakan utama. Atas nama kemanusiaan,
harus ada upaya nyata menghentikan konflik ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar