Memilih
Pemimpin yang Memberkati
Aloys Budi Purnomo ;
Rohaniwan, Wakil Ketua FKUB Jateng, Ketua Komisi Hubungan
Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 28 Mei 2014
“Kita
butuh sosok pemimpin yang mampu jadi berkat bagi umat dan masyarakat, bagi
sesama dan semesta”
DALAM hitungan kurang dari dua
bulan menjelang Pilpres 2014 untuk menentukan pemimpin negeri ini, umat
Kristiani menyambut hari raya kenaikan Yesus Kristus (Isa Almasih) ke
surga, pada Kamis (29/05). Apa relevansinya bagi bangsa kita? Tentunya, yang
paling utama, kita merindukan sosok pemimpin seperti Yesus Kristus, mampu
menjadi berkat bagi seluruh bangsa tanpa diskriminasi.
Para pendiri republik ini seara
arif menetapkan hari raya kenaikan Yesus Kristus sebagai hari libur nasional.
Ini wajar, sebab hari raya kenaikan Yesus Kristus merupakan salah satu
peristiwa iman terpenting bagi umat Kristiani. Hari raya kenaikan Yesus
Kristus, tak terpisahkan dari kenangan akan wafat-kebangkitan Yesus Kristus
dan pencurahan Roh Kudus serta kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman.
Dalam rangka mengenang kenaikan
Yesus Kristus ke surga, umat Kristiani di seluruh dunia selalu
menyelenggarakan tata ibadah khusus. Dalam tradisi dan hukum gereja Katolik,
bahkan seluruh umat Katolik diwajibkan mengikuti perayaan Ekaristi untuk
menyambut hari raya kenaikan Yesus Kristus. Maka, mereka harus ke gereja
mengikuti Misa Kudus.
Kisah Kenaikan
Salah satu kisah kenaikan Yesus
Kristus dapat kita baca dari Injil Lukas. Dalam Injilnya, St Lukas yang
menulis kisah seputar Yesus dengan cara ìmenyelidiki segala peristiwa itu
dengan seksama dari awal mulanyaî (Lukas 1:3). Tujuannya, ’’Supaya engkau dapat mengetahui, bahwa
segala sesuatu yang diajarkan kepadamu, sungguh benar’’. (Lukas 1:4).
St Lukas menulis kisah kenaikan
Yesus Kristus demikian, ’’Yesus membawa
mereka (para murid-Nya) ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia
mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Dan ketika Ia sedang memberkati
mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Mereka sujud
menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersuka
cita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah’’.
(Lukas 24:50-53)
Dari kisah itu, kita menemukan
beberapa hal. Pertama; sesaat sebelum Yesus Kristus naik ke surga, Ia
mengangkat tangan-Nya dan memberkati para murid-Nya. Saat berkat dicurahkan
itulah, Yesus Kristus terangkat ke surga. Kedua; para murid menyambut berkat
yang dicurahkan Yesus Kristus dengan sikap khas, yakni sujud menyembah
kepada-Nya.
Ketiga; setelah itu, mereka
pulang dengan sangat bersuka cita. Keempat; mereka senantiasa berada dalam
Bait Allah dan memuliakan Allah.
Itulah kisah kenaikan Yesus
Kristus sebagaimana diwartakan oleh St Lukas yang dengan cermat dan seksama
meneliti segala peristiwa yang terjadi di seputar kehidupan Yesus sebelum dia
menulis dan mewartakannya.
Kita boleh yakin, bahwa
penelitian yang dilakukan St Lukas dan pewartaan yang ditulisnya benar dan
bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, kita bisa menjadikannya sebagai acuan
yang bertanggung jawab pula.
Warisan Berkat
Apa makna kenaikan Yesus Kristus
bagi kita? Pertama; mengikuti permenungan St Lukas, yang melukiskan bahwa
pada saat kenaikan-Nya ke surga, Yesus mengangkat tangan dan memberkati para
murid-Nya, kita boleh yakin, bahwa hari kenaikan Yesus Kristus adalah hari
yang penuh berkat.
Merayakan kenaikan-Nya ke surga
berarti merayakan berkat yang dicurahkan dalam kehidupan ini. Kedua; para
murid menyambut berkat yang dicurahkan Yesus Kristus pada saat kenaikan-Nya
ke surga dengan sikap sembah sujud. Sembah sujud adalah sikap tunduk dan taat
dalam kerendahan hati.
Berkat dan sembah sujud
merupakan ungkapan kasih. Berkat adalah ungkapan kasih dari Tuhan kepada
umat-Nya. Sembah sujud adalah ungkapan kasih dari umat kepada Tuhan. Dewasa
ini, betapa sulit kita saling mengasihi dengan saling menjadi berkat. Kata
berkat berasal dari Bahasa Latin, benedictio.
Kata benedictio, merupakan perpaduan antara bene dan dicere, yang
berarti berbicara tentang yang baik, berbicara dengan baik. Jujur kita akui,
betapa mudahnya orang tidak saling menjadi berkat ketika orang sulit
mengatakan yang baik satu terhadap yang lain.
Menjelang Pilpres 2014, kita
mengalami suasana politik yang panas. Kita bisa melihat, siapa yang bisa
menjadi berkat dan siapa yang tidak menjadi berkat, dari cara mereka
berbicara. Ketika kita mudah menjelek-jelekkan yang lain, di situlah kita
tidak sedang menjadi berkat terhadap orang lain.
Lawan dari berkat adalah kutuk.
Saat kita tidak menjadi berkat, kita menjadi kutuk bagi orang lain. Orang
yang suka menjelek-jelekkan orang lain adalah orang yang sedang menyebarkan
kutuk, dan dia sendiri akan menjadi orang yang terkutuk oleh kata-katanya
sendiri.
Supaya dapat menjadi berkat,
mampu berbicara tentang yang baik satu terhadap yang lain, dibutuhkan sikap
rendah hati, sikap sembah sujud. Dari keheningan batin yang bersujud di
hadirat Tuhan, mengalirlah kerendahan hati. Dari kerendahan hati, memancarlah
berkat bagi umat dan masyarakat.
Kita membutuhkan sosok pemimpin
yang mampu menjadi berkat bagi umat dan masyarakat, bagi sesama dan semesta.
Siapa pun presiden dan wakilnya yang akan terpilih nanti, semoga mereka
menjadi pemimpin yang membawa berkat bagi bangsa, rakyat dan masyarakat kita.
Selamat hari raya bagi umat yang
merayakannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar