Sabtu, 24 Mei 2014

Doa sebagai Sumber Energi

Doa sebagai Sumber Energi

Jannus TH Siahaan  ;   Doktor Sosiologi
KORAN JAKARTA,  24 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Semua manusia membutuhkan doa sebagai ibadah luhur yang diajarkan Tuhan kepada para hamba-Nya. Manusia disebut sombong kalau mengabaikan tawaran Tuhan untuk berdoa. Tuhan menciptakan umat sebagai makhluk istimewa.

Manusia tak dapat menyelesaikan seluruh perkara dengan kekuatan sendiri. Pada titik ini, Tuhan menunggu manusia memohon kekuatan. Hubungan manusia dan Tuhan ibarat dua sejoli. Bukankah kekasih selalu ingin berdua dengan pasangannya? Begitulah Tuhan senantiasa menanti dan mengasihi hamba-Nya.

Doa adalah sumber energi. Tanpa doa, umat akan kehilangan daya. Doa adalah manifestasi keterkaitan hamba dengan Tuan. Doa ibarat tempat semua makhluk pulang ke kampung halaman. Kampung halaman sejati makhluk hidup adalah Tuhan.

Adakah medium paling menyentuh relung insani yang disediakan Tuhan selain doa? Doa kekuatan untuk menjalani kehidupan. Dia menjadi daya pengungkit kesejarahan indrawi dan rohani.

Berdoa harus tulus, rendah hati, pasrah, dan mengakui kelemahan daya. Manusia harus menyadari mahapenting akan kehadiran dan campur tangan Tuhan. Itulah penyelenggaraan ilahi (sapientia divina). Berdoa tidak bisa dan tidak mungkin jika dilakukan dengan cara-cara profan dan hanya untuk kepentingan diri dan jangka pendek. Doa bukanlah tindakan memaksa Tuhan memenuhi semua keinginanan manusia.

Individu tak berhak mendikte Tuhan. Dalam konteks ini, bangsa Indonesia kerap mengklaim sebagai paling religius, merasa paling dekat dengan Tuhan. Setiap memohon (berharap) selalu didengar Tuhan. Allah tidak pernah menolak doa. Dia selalu mengabulkan doa hanya sejauh mana manusia dapat menangkap tanda-tanda yang dikirim Yang Ilahi. Sifat awidya yang melekat pada manusia sering membuatnya tidak mampu menangkap tanda-tanda ilahi.

Berdoa bisa dilakukan kapan saja, dalam keadaan suci atau tidak. Berdoa tak butuh ritus khusus karena setiap orang bisa berdoa dalam kesenyapan atau di tengah ingar bingar konser musik.

Bagi manusia, Tuhan dipersepsi bisa disapa kapan saja. Di dalam berkendara atau di atas sadel sepeda motor. Bahkan, seorang pencuri pun tetap “beriman”. Dia juga berdoa agar tidak tertangkap. Maka, menjelang beraksi dia merasa perlu berdoa mohon perlindungan Tuhan. Doa dilakukan siapa saja dan untuk tujuan apa saja, termasuk para politisi yang berharap Allah memberi mukjizat.

Pada waktu belakangan, bangsa ini disuguhi banyak kegiatan yang cukup menyita perhatian, mulai dari pemilu legislatif, ujian nasional, dan sebentar lagi pilpres. Untuk berbagai kepentingan tersebut, doa dipanjatkan pelajar dan politisi.

Presiden juga berdoa. Beberapa waktu lalu Presiden SBY melawat ke Liberia, Nigeria, dan Mesir untuk menghadiri KTT OKI. Setelah acara itu, Presiden menyempatkan diri berkunjung ke rumah Tuhan, Kakbah di Mekkah. Atas nama Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dia mengirim pesan pendek berantai kepada para petingginya. SMS-nya cukup panjang sehingga mungkin tak lagi dapat disebut pesan pendek.

“Berita SMS ini saya tulis persis di hadapan Kabah, di Masjidil Haram Makkah al-Mukarramah. Selama berada di Tanah Suci, saya terus memohon petunjuk dan pertolongan Allah Swt agar partai yang kita cintai dapat segera dibebaskan dari berbagai cobaan berat dewasa ini. Saya berharap saudara-saudara juga ikut berdoa dan memohon petunjuk dan pertolongan Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kita bisa segera menemukan solusi tepat, bijak, dan bermartabat.” Ini ditulis 5 Februari 2013.

Sebenarnya, jika seoang presiden berdoa, apalagi dipublikasikan, haruslah untuk seluruh bangsa, bukan eksklusif buat sebuah partai, meski dia ketuanya. Lagi pula, doa yang dipublikasi, mengurangi nilai.

Bangsa Indonesia menghadapi begitu banyak persoalan. Satu diselesaikan muncul banyak lagi, begitu seterusnya, sehingga seolah problem bangsa tiada ujungnya. Tetapi jarang sekali orang mengambil pelajaran, untuk urusan berdoa sekali pun. Berdoa yang seharusnya dimaknai sebagai suatu ibadah yang sangat personal, bisa terdegradasikan nilai luhurnya.

Belakangan, acara berdoa dimodifikasi untuk tujuan politik tertentu. Bahkan, tak sedikit lembaga pendidikan keagamaan menjadi lahan penyemaian doa sarat rekayasa politik. Akan ada masa di mana doa tak lagi sampai ke langit. Kapan? Ketika umat mendegradasikan makna doa.

Sesungguhnya, Allah telah mengetahui sebelum manusia berdoa, termasuk harapan yang paling profan sekali pun. Kehendak Tuhan sudah ada bersama eksistensi Tuhan. Manusia diingatkan, bukan karena doa, maka Tuhan memberi rahmat, berkat, atau anugerah. Sekali lagi, Tuhan telah mengetahui sebelum manusia menyampaikan intensi-intensi doa, termasuk urusan politik agar tokohnya dapat memenangi pemilihan presiden Juli nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar