Senin, 05 Mei 2014

Cermin Pendidikan dari Tiongkok

Cermin Pendidikan dari Tiongkok

Sudaryanto  ;   Pengajar Tamu di Guangxi University for Nationalities,
Nanning, Tiongkok
HALUAN,  05 Mei 2014
                                               
                                                                                         
                                                      
Memasuki abad ke-21, Cina atau Tiong­kok telah men­jadi kekuatan besar. Demikian narasi dari I. Wi­bowo, seorang dosen di Program Studi Cina FIB UI, dalam bukunya Merangkul Cina (2009). Dalam bidang pendidikan tinggi (PT), saya kira Tiongkok juga menjadi salah satu kekuatan besar di Asia. Pertanyaannya kini, apa-apa saja yang dapat dicatat sebagai refleksi atas perkembangan pendidikan tinggi di Tiongkok?

Di kolom ini (Haluan, 17/2/2014) saya pernah menulis tentang poin-poin kehebatan perguruan tinggi di Tiongkok. Ada dua poin kehebatan PT di Tiongkok yang saya catat. Pertama, pemerintah Tiongkok melakukan revitalisasi PT untuk menuju world class university dan universitas papan atas. Kedua, pengem­bangan keilmuan PT di Tiong­kok bersifat progresif dan berkelanjutan. Berkat dua poin tersebut, sejumlah univer­sitas di Tiongkok menjadi terkemuka di dunia.

Tulisan ini ingin melengkapi tulisan di atas sehingga pembaca budiman dapat melihat lanskap PT di Tiongkok secara lebih lengkap. Belakangan, saya baru ketahui bahwa beberapa universitas di Tiongkok mem­buka program studi (prodi) atau jurusan bahasa-bahasa ASEAN, serta aktif menjalin kerjasama antaruniversitas dengan negara-negara ASEAN, termasuk dari Indonesia. Hemat saya, PT Indonesia perlu becermin dari PT di Tiongkok yang telah berhasil itu.

Universitas-universitas di Tiongkok

Sejauh pencermatan saya, beberapa universitas di Tiong­kok membuka prodi atau jurusan bahasa-bahasa ASEAN, termasuk bahasa Indonesia. Di Beijing Foreign Studies University (BFSU), terdapat prodi bahasa-bahasa ASEAN, seperti Prodi Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu/Malaysia, Bahasa Thai­land, Bahasa Kamboja, Bahasa Vietnam, Bahasa Myanmar, dan Bahasa Filipina. Kesemua prodi ter­sebut terbuka untuk maha­siswa jenjang sarjana (S-1).

Di kampus Guangxi Univer­sity for Nationalities (GXUN), tempat saya mengajar kini, terdapat tujuh prodi bahasa-bahasa ASEAN. Di antaranya, Prodi Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu/Malaysia, Bahasa Thai­land, Bahasa Kamboja, Bahasa Vietnam, Bahasa Myanmar, dan Bahasa Laos. Seperti hal­nya di BFSU, kesemua prodi bahasa-bahasa ASEAN di GXUN juga ter­buka untuk ma­ha­siswa jenjang sarjana (S-1).

Demikian pula di Guang­dong University of Foreign Studies (GDUFS) yang me­miliki tiga prodi bahasa-bahasa ASEAN, antara lain, Prodi Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu/Malaysia, Bahasa Vietnam, dan Bahasa Thailand. Serupa dengan GDUFS, Shang­­­­­hai International Studies University (SHISU) juga memiliki tiga prodi bahasa-bahasa ASEAN, seperti Prodi Bahasa Indonesia, Bahasa Vietnam, dan Bahasa Thailand, yang terbuka bagi mahasiswa jenjang sarjana (S-1).

Selain itu, ada pula univer­sitas swasta di Tiongkok yang memiliki prodi bahasa-bahasa ASEAN seperti Xiangsihu College. Di kampus yang terletak di Kota Nanning itu, ada dua prodi bahasa-bahasa ASEAN, yaitu Prodi Bahasa Indonesia dan Bahasa Thailand. Singkat kata, banyaknya universitas di Tiongkok, baik negeri maupun swasta, yang memiliki prodi bahasa-bahasa ASEAN layak dicatat sebagai salah satu pilar keber­hasilan PT di Tiongkok.

Patut pula dicatat, di baliknya banyaknya prodi bahasa-bahasa ASEAN di sejumlah universitas di Tiong­kok, sesungguhnya tersimpan ancaman bagi negara-negara ASEAN. Ancaman itu berupa banyaknya sarjana dari Tiong­kok yang bersaing mencari peluang pekerjaan, bisnis, studi lanjut, dan sebagainya di negara-negara ASEAN, ter­masuk Indonesia. Jika sarjana kita tidak siap, maka sekian peluang tadi direbut oleh para sarjana dari Tiongkok.

Oleh karena itu, mau tidak mau, kita perlu segera berbenah diri untuk lebih siap meng­hadapi ketatnya persaingan dengan para sarjana dari Tiongkok. Aspek pengua­sa­an bahasa asing (minimal bahasa Inggris dan Mandarin) dan daya kreativitas harus dimiliki oleh sarjana kita apabila mereka ingin berhasil merebut peluang pekerjaan, bisnis, studi lanjut, dan se­bagainya. Pertanyaannya kini, mau dan mampukah PT di Indonesia merespons hal ter­sebut?

Merangkul Kampus Tiongkok

Sampai hari ini, setahu saya, baru Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang aktif dalam menjalin kerjasama dengan sejumlah universitas di Tiongkok. Menurut Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD, ada delapan univer­sitas di Tiongkok yang telah berhasil dirangkul oleh UAD. Di an­taranya, GXUN, GDUFS, Guangxi Medical University (GXMU), Xiangsihu College, Guangxi Normal University (GXNU), dan Guizhou Normal University.

Melalui program “2+2” dan “3+1”, UAD berhasil menarik minat para mahasiswa dari Tiongkok untuk belajar di Indonesia. Di Fakultas Pendidikan Internasional GXUN, misalnya, para mahasiswa Tiongkok mengambil program “2+2”. Artinya, menempuh pendidikan dua tahun di Tiongkok dan dua tahun di Indonesia, atau tepatnya di UAD. Melalui program tersebut, saya yakin mahasiswa asal Tiongkok memiliki pengala­man belajar yang menarik.

Demikian pula para maha­siswa Tiongkok yang kuliah di Jurusan Bahasa Indonesia GXUN. Melalui program “3+1”, mereka menem­puh pendidikan tiga tahun di Tiongkok dan setahun di Indonesia, atau tepatnya di UAD. Melalui program tersebut, saya yakin mahasiswa asal Tiongkok memiliki pengalaman belajar yang menarik pula. Selain pengalaman belajar, tentu mahasiswa Tiongkok memiliki pengalaman tinggal di In­donesia, atau tepatnya di Yogyakarta.

Selain itu, UAD juga aktif mengirimkan dosennya untuk studi lanjut dan menjadi pengajar tamu di sejumlah kampus di Tiongkok. Salah seorang dosen Fakultas Farmasi UAD, Kintoko, kini sedang menempuh program doktoral di Guangxi Medical University. Sementara itu, saya tengah menjadi pengajar tamu di Jurusan Bahasa Indonesia Guangxi University for Natio­nalities, insya Allah, selama dua tahun (2013-2015).

Akhir kata, tren ke­ber­hasilan PT di Tiongkok dalam membuka prodi bahasa-bahasa ASEAN dan menjalin ker­jasama antar universitas, termasuk dari Indonesia (UAD, misalnya), perlu ditindak lanjuti di masa-masa mendatang. Pemerintah Indo­nesia, melalui Ditjen Dikti, perlu mendorong seluruh pimpinan universitas di Tanah Air untuk merangkul kampus-kampus di Tiongkok, guna memajukan pendidikan tinggi kita hari ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar