Godaan
Capres dalam Pileg
Asmadji AS Muchtar ; Wakil Rektor III
Unsiq Wonosobo, Jawa Tengah
|
REPUBLIKA,
04 April 2014
Mandat Megawati (PDIP) mencapreskan
Jokowi dan mandat partai-partai lain meng usung capresnya masing-masing sebelum
pemilu legislatif (pileg) ternyata mempergaduh masa kampanye. Hal ini wajar
karena setiap partai memang berlomba meraih suara minimal 20 persen pada
pileg agar bisa mengusung capres dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 tanpa
harus berkoalisi.
Jika partai sampai gagal meraih
20 persen suara dalam pileg maka terpaksa harus berkoalisi dengan partai lain
untuk bisa mengusung capresnya dalam pilpres 2014. Agaknya, ketakutan akan gagal
meraih suara 20 persen dalam pileg yang membuat semua partai sangat berhati-hati
menyusun strategi untuk memilih figur yang akan dijadikan capres.
Misalnya, Partai Demokrat merasa
perlu menggelar konvensi capres sebelum pileg, dengan mencoba merekrut sebanyak-banyaknya
tokoh yang dianggap punya potensi meraih dukungan banyak rakyat, yang akan
dijual dalam pileg.
Sedangkan PDIP ternyata lebih
simpel dalam menentukan capresnya, karena seorang kadernya (Jokowi) merupakan
tokoh yang terbukti berkali-kali menjadi pemenang sejumlah survei yang
digelar sejumlah lembaga survei tepercaya di negeri ini.
Kasus pencapresan Jokowi oleh
PDIP paling menarik perhatian publik karena selama ini Jokowi dinilai sebagai
pemimpin harapan rakyat, sehingga sejumlah petinggi partai lain tampak panik
dan kemudian mengeluarkan komentar sinis yang terkesan konyol. Bahkan,
sejumlah pihak konon mempersiapkan diri untuk menggugat pencapresan Jokowi
yang dianggap berkhianat kepada warga Jakarta yang telah memilihnya menjadi
gubernur. Padahal, jika gugatan itu betul-betul serius, tentu hanya sia-sia
saja karena pencapresan Jokowi sebelum pileg di luar mekanisme hukum karena
memang belum terdaftar di KPU (karena memang belum saatnya pendaftaran
capres).
Dengan demikan, banyak pihak
telah terkecoh atau keliru menyikapi munculnya capres-capres yang hendak
dijual partainya dalam Pileg 9 April 2014. Dalam hal ini, banyak pihak lupa
bahwa pencapresan sebelum pileg bisa saja akan dibatalkan setelah pileg, oleh
partai masing-masing. Lebih gamblangnya, banyak pihak begitu serius merespons
munculnya capres menjelang pileg sehingga lupa bahwa itu hanya siasat partai
untuk berlomba meraup suara dalam pileg. Siasat partai dalam pencapresan
kalau misalnya dibatalkan sehabis pileg tidak bisa digugat oleh rakyat yang
telanjur memberikan suaranya.
Begitulah siasat politik di
negeri ini: banyak partai berlomba mengampanyekan capresnya dalam kampanye
pileg, gara-gara pileg dan pilpres belum bisa dilaksanakan serentak. Dan
banyak rakyat terkecoh karena belum melek politik.
Salah pilih
Perlombaan partai berkampanye
capres dalam pileg memang berpotensi mengecoh rakyat sehingga rentan salah
pilih. Misalnya, gara-gara rakyat tertarik ingin mendukung capres kemudian
tidak cermat memilih caleg sehingga terjadilah salah pilih caleg. Pengalaman
pileg lima tahun silam selayaknya menjadi pelajaran bagi rakyat agar tidak
salah pilih. Dalam hal ini, adanya sejumlah wakil rakyat yang terlibat
korupsi atau kurang memperhatikan nasib rakyat adalah bukti rakyat salah
pilih dalam pileg yang lalu.
Dalam Pileg 2014 rakyat
berpotensi kembali salah pilih. Karena itu, Pileg 2014 yang belum bisa
dilaksanakan serentak dengan pilpres layak dicermati oleh rakyat agar tidak
salah pilih lagi. Nanti ketika masuk tempat pemungutan suara, rakyat harus benar-benar
serius dan fokus menyeleksi caleg yang hendak dicoblos. Jika rakyat salah
pilih caleg, kekecewaan sangat mungkin akan merundungnya hingga lima tahun ke
depan. Pasalnya, jika yang dipilih ternyata caleg yang kurang kapabel dan
berbakat korupsi, mungkin akan terlibat korupsi selama lima tahun.
Godaan capres
Pileg jelas bukan pilpres. Maka,
layak disarankan agar rakyat mengabaikan semua godaan kampanye capres ketika
hendak memilih caleg, karena yang harus dipilih memang caleg, bukan memilih
capres. Dalam hal ini, memilih caleg sangat penting dibanding memilih capres,
karena yang berlaku di negeri ini adalah demokrasi perwakilan dan banyak hal
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lebih banyak ditentukan legislatif
dibanding eksekutif.
Karena itu, gaduhnya isu
pencapresan sebelum pileg juga selayaknya diabaikan oleh rakyat. Tak ada
gunanya tergoda pesona capres ketika hendak memilih caleg. Dan tak ada
gunanya menyesal kalau sampai salah pilih caleg yang tidak bisa dibatalkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar