Selasa, 11 Februari 2014

Surat buat Andi Arief

                           Surat buat Andi Arief

Karyudi Sutajah Putra   ;   Warga Pemalang, Kini tinggal di Jakarta
SUARA MERDEKA,  10 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
”Pertahanan terbaik adalah menyerang.” (Sun Tzu, 544-496 SM).              
”Hanya ada satu kata: lawan!” (Wiji Thukul, 1963-1998).

BARANGKALI terinspirasi ungkapan ahli strategi perang asal China dan penyair asal Solo itulah maka Andi Arief, Staf Khusus Kepresidenan Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, menyerang balik lawan politik demi mempertahankan kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tersisa delapan bulan.

Termutakhir, serangan Andi terhadap Adnan Buyung Nasution, advokat senior yang juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Pengacara mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tersebut mendesak KPK memeriksa Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, putra bungsu SBY, terkait korupsi Hambalang. Kepada pers (7/2/14), Andi mengungkap ìdosaî Buyung dalam menggeluti profesinya.

Terutama ketika si Abang itu memilih jalan menjadi pembela sejumlah tersangka korupsi, seperti Sjamsul Nursalim, Gayus Tambunan, Anas, dan Chaeri Wardana alias Wawan. Menjadi pengacara, kata Andi, adalah jalan legal bernegosiasi untuk koruptor. Andi juga menganggap Buyung jadi beban permasalahan bangsa, bukan solusi.

Bukan kali ini saja Andi menyerang balik pihak-pihak yang menyerang SBYatau keluarganya. Sebelumnya, Mukhammad Misbakhun, politikus PKS yang kini loncat ke Golkar, juga telah merasakan serangan Andi gara-gara bersuara keras dalam Pansus Bank Century DPR. Andi waktu itu mengungkap kasus letter of credit fiktif PT Selalang Prima Internasional senilai 22,5 juta dolar AS milik Misbakhun di Bank Century.

Misbakhun pun divonis 1 tahun penjara oleh PN Jakarta Pusat, dan 2 tahun penjara pada tingkat banding oleh PTDKI Jakarta serta pada tingkat kasasi MA. Namun pada 5 Juli 2012, Majelis Peninjauan Kembali (PK) MA membebaskannya. Bambang Soesatyo, yang akrab disapa Bamsoet, anggota Pansus Century dari Golkar menjadi sasaran Andi berikutnya.

Andi mendesak KPK menetapkan Bamsoet sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Djoko Susilo dalam kasus korupsi Simulator SIM. Namun sejauh ini Bamsoet masih aman-aman saja.

Bila Buyung, Misbakhun, dan Bamsoet jadi anak manis, akankah Andi Arief membeberkan “dosa’’ mereka? Di DPR, mungkin bukan hanya Misbakhun dan Bamsoet yang bermasalah. Begitu pun di dunia advokat, bukan hanya Buyung yang suka membela tersangka korupsi.

Tapi mengapa ada kecenderungan hanya orang-orang yang menyerang dan mengancam kekuasaan SBY yang diungkap “dosa”-nya oleh Andi? Yang dilakukan Andi itu tentu tidak salah. Bila salah, pasti ada pihak yang memperkarakannya. Tak juga Misbakhun yang akhirnya dibebaskan MA.

Kalau Misbakhun menganggap Andi bersalah pascapembebasannya, tentu ia mengambil langkah hukum. Hanya akan lebih kesatria bila tidak hanya mereka yang bersuara vokal terhadap Istana yang diungkap “dosa”-nya oleh Andi.

Sikap Andi membela SBY juga lumrah dan bukan barang baru. Pada tiap rezim, selalu saja ada punggawa yang bersikap all out membentengi Istana. Pada rezim SBY, selain Andi juga ada Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang all out membela SBY, keduanya sama-sama berlatar aktivis.

Padahal ketika masih di luar pemerintahan, suara mereka juga kritis, seakan-akan hendak merobohkan keangkuhan tembok kekuasaan. Lalu, apakah sikap Misbakhun, Bamsoet, dan Buyung tak wajar? Terlepas dari “dosa” mereka di mata Andi, sikap ketiganya di mata publik tampaknya wajar-wajar saja. Sebagai anggota Pansus Century, wajar bila Misbakhun dan Bamsoet bersuara lantang menuntaskan pengusutan megaskandal senilai Rp 6,7 triliun itu.

Perkara suara keras tersebut diterjemahkan ‘’mengancam’’ Istana, itu hanya persepsi dan dari sudut mana kita memandang. Faktanya, Wapres Boediono pun tak luput dari pemeriksaan KPK, namun sejauh ini aman-aman saja, sehingga staf SBY tak perlu paranoid, karena belum tentu SBYdihantui perasaan sama.

Hal Lumrah

Sebagai pengacara, desakan Buyung agar KPK memeriksa Ibas juga hal wajar. Apakah seseorang yang diperiksa KPK mesti bersalah? Tidak! Yang lain-lain juga diperiksa, apalagi nama Ibas pernah disebut dalam persidangan perkara Hambalang di Pengadilan Tipikor. Apa salahnya bila KPK memeriksa Ibas? Putra presiden, bahkan presiden sendiri, diperiksa aparat penegak hukum, itu hal lumrah di negara demokrasi.

Apakah pengacara tak boleh menjadi pembela tersangka korupsi? Undang-undang mana yang melarang? Kalau tersangka korupsi tak boleh dibela pengacara, bagaimana dengan hak-hak mereka, apakah dijamin terpenuhi? Para penegak hukum juga manusia biasa, tak terkecuali penyidik dan pimpinan KPK.

Sepanjang Buyung atau pengacara lain berpegang teguh pada fungsi profesinya maka mereka tak bisa disalahkan ketika menjadi pembela koruptor. Bahkan ketika seorang tersangka tidak menggunakan pengacara karena tak mampu membayar jasanya, negara wajib menyediakan. Ungkapan Andi, bila benar demikian, bahwa “menjadi pengacara adalah jalan legal bernegosiasi untuk koruptor”, juga bisa berbuntut panjang.

Surat terbuka ini penulis tujukan kepada Andi Arief untuk mendapatkan pencerahan seperlunya supaya tanda tanya di tengah masyarakat tidak berkepanjangan. Bukan untuk membela Misbakhun, Bamsoet, atau Buyung yang mengenal penulis pun tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar