Senin, 24 Februari 2014

Revitalisasi Pendidikan

Revitalisasi Pendidikan

 Maswan  ;   Dosen di FTIK UNISNU Jepara,
Sedang menempuh program Doktor Manajemen Pendidikan pada PPs Unnes Semarang
REPUBLIKA,  21 Februari 2014

                                                                                         
                                                                                                                       
Pembicaraan pergantian kurikulum pendidikan dari Kurikulum 2004 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan-KTSP) menjadi Kurikulum 2013, memunculkan pertanyaan apakah guru melaksanakan dan mengimplementasikan secara profesional. Perubahan kurikulum sejak Indonesia merdeka sampai sekarang sudah terhitung yang ke-11 kali, merupakan kebijakan dari menteri, yaitu mengikuti pola yang sama, mengalir dari atas ke bawah.

Konsep kurikulum dari menteri sampai pada guru, sosialisasinya memerlukan proses panjang dan berjenjang sehingga mengalami reduksi pesan yang luar biasa. Mengapa reduksi? Karena kesalahan rantai komunisai dari para Tim Sosialisasi yang berjenjang dan pesan-pesan konsep ideal yang diterima guru di akar rumput (sekolah) tidak utuh. Konsep kerangka berpikir manajemen pendidikan seperti ini, jelas bertentangan dengan hakikat ilmu pendidikan.
Artinya, pendidikan merupakan suatu proses yang diimplementasikan berdasar dari kompetensi individu siswa. Kompetensi siswa dibangun dalam satu ruang kelas yang berjenjang, memunculkan output. Target tujuan pendidikan sudah tergambar secara hierakis dari tujuan kurikuler, ke tujuan institusional ke atas sampai tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional (terbentuklah manusia utuh).

Perubahan kurikulum seharusnya dilakukan melalui mekanisme dari konsep-konsep guru di lapangan. Problematik yang ditemukan di ruang kelas tentang kompetensi dan kebutuhan siswa, diangkat untuk dijadikan landasan perubahan. Rumusan konsep dari semua guru yang ada di sekolah itulah yang dijadikan input, untuk disampaikan ke menteri untuk digodok sebagai konsep perubahan.
Karena selama ini, setiap kali perubahan kurikulum `guru-guru yang seharusnya menjalankan kurikulum dan mengaplikasikan pembelajaran di hadapan siswa di kelas, ternyata hampir sebagian besar tidak memahami konsep kurikulum yang disodorkan oleh pemerintah (Kemendikdud). Oleh sebab itu, kegagalan suatu konsep kurikulum terletak pada implementasi guru di lapangan. Tidak mengherankan apabila berbagai kegagalan di dalam penyempurnaan kurikulum dipersalahkan atau terletak pada tanggung jawab para guru.

Penyiapan guru profesional

Lantas bagaimana untuk mengatasi carut-marutnya pendidikan kita ini? Tidak ada jalan lain, kecuali merevitalisasi pengelolaan pendidikan nasional, terutama penyediaan tenaga pendidikan yang bermutu. Langkah strategis yang dapat dilakukan, antara lain:

Pertama; menyejahterakan guru dari semua jenjang. Guru harus dibayar dan di gaji melebihi pegawai-pegawai yang ada di Indonesia. Semua guru, mulai guru TK/PAUD sampai dosen di Perguruan Tinggi harus lebih unggul dan kaya dibandingkan dengan para wali murid. Dengan kondisi seperti ini, guru mampu mengendalikan dan juga dapat memberi pembinaan kepada para siswa dan wali murid dengan penuh kewibawaan.

Kedua; konsep peningkatan mutu guru (guru profesional) dimantapkan.
Artinya, setelah guru disejahterakan dan sudah tercukupi kebutuahnnya, maka guru-guru yang sudah ada di setiap lembaga pendidikan terus diberi pembinaan dengan berbagai pelatihan. Dalam rangka peningkatan mutu guru, maka pembinaannya dilakukan oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Pembinaan lewat pelatihan kepada guru harus ditangani dengan sungguh-sungguh dan merata. Dalam hal ini, LPMP diperlebar wadahnya. Tidak hanya tingkat provinsi, tetapi di setiap kabupaten dan jika perlu di tingkat kecamatan ada LPMP yang dikelola oleh pemerintah. Tenaga di setiap LPMP harus benar-benar orang yang mempunyai kompetensi dalam bidangnya.

Ketiga; rekrutmen guru dilakukan secara ketat dan dipilih yang cerdas, kreatif, dan berkepribadian. Untuk memperoleh guru yang profesional seperti yang diinginkan, tentu harus disiapkan oleh perguruan tinggi yang mencetak guru.
Oleh sebab itu, untuk antisipasi ke depan, semua lembaga pencetak tenaga kependidikan (LPTK) di perguruan tinggi, dalam merekrut calon mahasiswa, harus diseleksi. Yang diterima sebagai mahasiswa calon guru adalah mereka yang mempuyai kecerdasan tinggi, kreatif, dan berkepribadian yang baik.
Dengan disiapkan calon guru yang cerdas, kreatif, dan berkepribadian baik, maka harapan besar penanganan pendidikan dapat lebih baik. Dan perubahan kurikulum yang diakukan seperti Kurikulum 2013 ini pasti dapat berjalan, jika guru-gurunya cerdas dan kreatif.

Jika guru tidak dapat mengaplikasikan amanat perubahan kurikulum tersebut, maka negeri ini tetap berjalan sesuai dengan proses alam yang sekarang ini berjalan; nilai moral-etika tercabik-cabik, Pancasila yang notabene sebagai dasar tuntunan kehidupan berbangsa dan bernegara hanyalah sebuah jargon yang hanya sekadar dihafal. Kearifan budaya nasional dan budaya lokal terhempas dari pribadi penguasa dan rakyat semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar