Selasa, 11 Februari 2014

Corby Show : Komersialisasi Kejahatan

           Corby Show : Komersialisasi Kejahatan

 Arswendo Atmowiloto   ;   Budayawan
KORAN SINDO,  11 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
Corby, si ratu mariyuana, dalam usia 36 tahun masih menyita perhatian. Bukan karena penampilan dengan belahan dada yang rendah, atau tangisnya yang disiapkan untuk mengundang rasa kasihan, melainkan karena menerima pembebasan bersyarat, on parole.

Begitu repot para petinggi negeri ini berargumentasi dengan suara tinggi. Padahal yang begini bisa dihindari dengan cara yang sangat sederhana. Agaknya kita terbiasa dengan show, dengan tontonan, dengan drama, dengan sandiwara yang disertai rekayasa dan pura-pura. 

Komersialisasi Air Mata 

Schapelle Leigh Corby, tertangkap membawa—yang tak diakui miliknya— ganja seberat 4,2 kilogram. Pengadilan Negeri Denpasar, Bali memutus 20 tahun. Pengadilan tinggi mengurangi menjadi 15 tahun. Mahkamah Agung mengembalikan ke angka 20 tahun. Namun tahun 2012, presiden memberi grasi 5 tahun. Kembali ke angka 15. Dengan berbagai remisi yang diterima setiap 17 Agustus, Corby yang berada di dalam tahanan selama 9 tahun 4 bulan bisa melangkah bebas. 

Angka-angka nyata ini menunjukkan bahwa realitas hukuman 20 tahun tidak selalu berarti 20x365 hari. Menjalani pembebasan bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa hukuman, juga tidak berarti 160 bulan atau 13 tahun 4 bulan. Ada pemotongan lain yang dinamakan remisi. Sehingga angka 13 tahun 4 bulan, dijalani selama 9 tahun 4 bulan. Sebenarnya ini perhitungan biasa yang bisa diperoleh semua napi, narapidana. 

Namun menjadi bahan pergunjingan karena ada menyangkut kasus narkoba, menyangkut hubungan Indonesia-Australia, menyangkut kebersihan penegakan hukum, menyangkut emosi, kemarahan, air mata buatan, dan menyangkut uang. Air mata rekayasa diungkap stasiun siar Australia yang dengan hidden camera, kamera tersembunyi, menangkap persiapan Corby meneriakkan kata iba, ”Help me.. help me Australia” sambil berlinang air mata. 

Padahal dalam rekaman itu juga terdengar bahwa sebenarnya Corby ogah tampil menangis. Demi meminta belas kasihan, sandiwara pun dimunculkan. Soal uang, diperkirakan Corby bisa mengantongi 3 juta dolar Australia, atau sekitar Rp32 miliar, untuk wawancara khusus. Dan masih ada pernik lain. Artinya tindak kejahatan Corby pun bisa dikomersialkan. 

Kesadaran dan Tanggung Jawab 

Barang kali saja semua drama—dan dramatisasi, ini bisa sejak awal tidak perlu terjadi. Soal komersialisasi kejahatan, itu urusan Corby. Namun mengenai jumlah hukuman yang harus dijalani— yang menjadi perdebatan, bisa dihapus. Misalnya dengan mempertanyakan apakah Corby berhak menerima remisi, karena berkelakuan baik selama ini. 

Apalagi menyangkut syarat untuk bisa menerima pembebasan bersyarat (PB), menuntut pemenuhan banyak hal. Mengacu pada Pasal 12 huruf k UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, banyak hal harus dipenuhi pemohon. Termasuk di dalamnya menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas apa yang dilakukan, menunjukkan perkembangan baik, mengikuti pembinaan, dan—ini yang terkait— masyarakat dapat menerima program tersebut. 

Sampai di sini sebenarnya banyak masalah. Wewenang untuk menyatakan berkelakuan baik dan sadar kesalahan adalah penilaian dari lembaga pemasyarakatan yang turut memberi rekomendasi. Dalam ini melibatkan kalapas, kepala bagian keamanan dan kepala bagian administrasi. Putusan persetujuan mereka ini masih bisa dianulir di tingkat kakanwil, dan kemudian bisa pula di tingkat direktorat jenderal. 

Artinya demikian banyak rambu-rambu yang mengujinya, yang harus dilewati bukan dengan tangan hampa. Bahkan di masa saya berada dalam penjara dan berupaya mendapatkan bebas bersyarat, termasuk ujian tanya-jawab mengenai Pancasila. Kalaupun semuanya lolos, semasa dalam periode on parole pun masih harus melapor kepada dua lembaga, sebulan sekali sampai setahun ditambahkan dari masa hukuman yang belum dijalani. 

Sanksinya—kalau dilanggar, bisa menjalani hukuman dalam penjara lagi. Tapi ini semua syarat administratif dan substantif hanya berlaku di atas kertas. Selebihnya pengertian bebas bersyarat, adalah benar-benar bebas di luar penjara, dengan sedikit biaya. Kalau ini yang terjadi, ya masih akan terus terjadi kasus serupa dan sama. Kesadaran dan tanggung jawab tugas, keprihatinan atas kasus narkoba, bisa membuat keputusan berbeda, sejak semula. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar