Minggu, 19 Januari 2014

Berbagai Strategi Penanggulangan Terorisme di Indonesia

Berbagai Strategi

Penanggulangan Terorisme di Indonesia

Arman Ndupa  ;  Alumnus Pasca Sarjana KSI, Universitas Indonesia;
Peneliti senior di Kajian Kebangsaan Nusantara Bersatu
DETIKNEWS,  07 Januari 2014
                                                                                                                        


Terorisme merupakan tindakan yang sangat mematikan dan tertutup, membawa banyak korban jiwa, termasuk orang yang tidak bersalah. Terorisme adalah sebuah mazhab atau aliran kepercayaan melalui pemaksaan kehendak, guna menyuarakan pesannya. Melakukan tindakan ilegal yang menjurus kearah kekerasan, kebrutalan bahkan pembunuhan. Aksi tersebut dimulai dengan sistem konvensional hingga modern.

Adjie S,Msc dalam bukunya Terorisme menyebutkan bahwa di berbagai kasus, beberapa kelompok melakukan “undeclared warfare” kepada suatu negara secara tersembunyi. Di mana kawasan yang memiliki pengalaman konflik secara luas seperti Lebanon, Afghanistan dan El Salvador terbukti secara efektif menggunakan taktik  teror, bahkan dilakukan oleh dua kelompok yang saling berhadapan. Saat ini, teroris memiliki kemampuan yang luar biasa, mampu membentuk kader yang dalam sekejab mempersiapkan diri atau kelompoknya menjadi mesin pembunuh yang potensial. Dapat menghancurkan gedung, sekaligus membunuh, menimbulkan rasa takut dan tidak aman.

Di Indonesia aksi terorisme ini sangat berbahaya dan telah menyebar hingga pelosok Tanah Air. Aksi terorisme terbaru terjadi pada tanggal 31 Desember 2013. Di hari tersebut, Densus 88 menggerebek sebuah rumah kontrakan di Gang H Hasan, Jl. KH Dewantoto, RT/RW 04/07. Kelurahan Sawah, Ciputat, Tanggerang Selatan. Rumah tersebut disewa oleh Kelompok teroris Nurul Haq alias Dirman.

Hasil pengembangan atas penggerebekan tersebut, tanggal 1 Januari 2014, Densus 88 kembali melakukan penggerebekan di Rempoa, Jalan Delima Setu RT 8 RW 2 Rempoa, Ciputat. Pada penggerebekan tersebut, 6 (enam) terduga terorisme tewas dalam baku tembak. Para teroris tersebut merupakan kelompok Abu Roban. Di lokasi tersebut, polisi menemukan enam bom rakitan, satu di antaranya telah meledak.

Kepala Biro Penerangan masyarakat humas Polri Brigjen Pol Roy Rafli mengatakan bahwa ada kesamaan bentuk bom rakitan yang ditemukan dengan bom pipa rakitan yang di temukan di sebuah warteg di kawasan Tanggerang, saat Perayaan Natal 2013 lalu. Namun demikian, belum daat dipastikan apakah kedua bom tersebut berasal dari pelaku yang sama.

Terkait hal tersebut, Pengamat Terorisme, Noor Huda Ismail mengatakan bahwa sejumlah pelaku teror masih akan muncul, baik dari Mujahidin Indonesia Barat (MIB) maupun Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Hal senada juga diungkapkan oleh pengamat terorisme Al Chaidar yang menghitung bahwa ada sekitar 200 orang berpotensi menjadi terorisme di Tanah Air yang masih belum terungkap. Sedangkan menurut Ansyaad Mbai, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme bahwa ada sekitar 100 orang yang berpotensi menjadi teroris.

Fakta tentang tindak terorisme dan pernyataan dari berbagai narasumber terhadap perkembangan terorisme di Indonesia tersebut menjelaskan bahwa Indonesia masuk kategori rawan aksi terorisme. Kefanatikan yang berlebihan terhadap suatu agama, doktrinisasi yang salah terhadap pesan-pesan yang ada di dalam aqidah agama serta rendahnya pendidikan menjadi fakor penting keterlibatan seseorang dalam berbagai aksi terorisme.
Untuk itu, pemerintah melalui pihak terkait perlu membuat kebijakan strategis guna menanggulangi tindak terorisme tersebut. Sehingga masyarakat merasa tenang dan aman dalam melakukan akivitasnya sehari-hari. Tindakan tersebut dapat di lakukan dengan berbagai cara, antara lain seperti : 

Pertama, penerapan strategi militer. Di sektor militer dilakukan operasi bawah tanah, dengan tekanan yang bertujuan menghancurkan kelompok teroris. Setiap orang yang merencanakan dan membantu operasi teroris harus mengerti bahwa dia akan diburu dan dihukum. Operasi mereka akan diganggu, keuangan akan dikeringkan, tempat persembunyian akan terus diserbu. Jika ini berhasil, tidak ada lagi yang jadi masalah di sektor militer. 

Operasi akan lebih efektif apabila tim merupakan gabungan antara Densus 88/Antiteror dari kepolisian dan satuan-satuan antiteror TNI. Hambatan ketentuan UU dan SOP sebaiknya diatasi dengan pemikiran jangka panjang, karena ancaman teror jelas mengganggu pembangunan dan kredibilitas kondisi keamanan Indonesia di mata negara lain. Semua yang ditata oleh pemerintah akan bisa runtuh dalam sekejap mata dengan sebuah serangan teror. Inilah nilai terpenting yang harus kita sadari bersama.

Kedua, yaitu strategi politik. Sistem politik harus ditata ulang dalam kaitannya dengan bahaya teror. Pelibatan elite politik agar satu suara dalam penanganan masalah teroris sangat dibutuhkan, tidak seperti masa lalu. Dalam hal Bom Bali-I, masih terjadi perbedaan pendapat di antara elite politik. 

Tokoh-tokoh parpol Islam sangat penting dilibatkan dalam penanganan kasus, agar tidak terjadi tekanan politis bagi pemberantasan teror, bukan ditujukan kepada umat Islam tetapi kepada kelompok radikal teror. Hal yang dibutuhkan adalah sebuah konsensus nasional yang luas. Aliansi politik menjadi masalah penting bagi keamanan nasional kita. Persaingan sudah berlalu dan selesai, kini waktunya bersatu padu menyelamatkan negara. 

Ketiga, strategi budaya. Pemerintah bersama tokoh-tokoh agama wajib membantu dan menyadarkan generasi muda di tempat-tempat pendidikan agama. Dari beberapa kasus, mereka ini yang dibina dan dijadikan kader. Beberapa anggota kelompok bersedia dan sadar untuk mati lebih disebabkan karena mampu diyakinkan bahwa “surga” akan didapatnya, dan mereka sudah berada di jalan yang benar. 

Menjadi tugas kita bersama untuk kembali menyadarkan pemuda-pemuda yang demikian bersemangat, agar kembali memahami pengertian baik dan buruk, pengertian haram dan halal serta pengertian jihad dan mati syahid. Di sisi inilah pemuda itu banyak digelincirkan. Umumnya serangan teror hanya ramai dibicarakan saat kejadian, dan biasanya setelah beberapa lama akan dilupakan. Perang dengan terorisme adalah perang yang sangat serius, kalau dahulu hanya alumnus Ngruki yang dibina, kini nampaknya pengkaderan sudah merambah keorganisasi lain. 

Yang lebih berbahaya, beberapa yang dikader adalah mereka yang tidak berafiliasi pada organisasi manapun. Strategi budaya harus terus dilakukan pemerintah, kita tidak rela rasanya apabila para pemuda Islam kita yang bersemangat dimanfaatkan dan dilibatkan dalam perang mereka.

Melalui kebijakan strategis yang tepat guna dan tepat sasaran. Kiranya tindak terorisme di Tanah Air akan dengan mudah ditanggulangi. Masyarakat menaruh harapan penuh kepada pemerintah untuk dapat memberikan rasa tenang, aman dan nyaman dalam beraktivitas sehari-hari. Tidak pernah merasa khawatir keselamatannya terancam oleh aksi terorisme. Di samping itu, penanggulangan terorisme ini juga berkaitan erat dengan tingginya angka kepercayaan masyarakat dunia terhadap Indonesia yang berimplikasi terhadap iklim investasi secara global. Semoga Indonesia terbebas dari terorisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar