KETIKA banyak elite dan
penyelenggara pemerintahan sering menyebut bahwa ketahanan energi nasional
akan semakin kuat, sebenarnya saya agak bingung dan miris mendengarnya.
Bingung, karena semakin kuat
dapat diinterpretasikan bahwa ketahanan energi nasional saat ini sudah
(cukup) kuat. Miris, karena dalam kenyataannya kondisi yang ada justru
menunjukkan kecenderungan sebaliknya, yaitu semakin lemah.
Lebih bingung dan miris lagi
karena beberapa fakta yang ada menunjukkan bahwa kita bahkan seperti negara
yang sama sekali tidak memiliki kesungguhan dalam memikirkan dan membangun
ketahanan energi.
Cadangan minyak strategis
Dalam hal sumber energi primer
utama dunia, minyak bumi, untuk mengantisipasi potensi gangguan suplai,
negara-negara yang betul-betul memikirkan dan membangun ketahanan energi
pada umumnya memiliki fasilitas penyimpanan minyak mentah (strategic petroleum reserves/ SPR). Amerika
Serikat saat ini memiliki SPR dengan kapasitas 727 juta barrel, atau lebih
kurang setara dengan 60 hari impor neto minyak mentah AS yang mencapai 12
juta barrel per hari.
Jepang memiliki SPR tidak kurang
dari 583 juta barrel atau lebih kurang setara dengan 115 hari total
konsumsinya. China dan India, dua negara Asia yang kini tumbuh pesat,
memiliki SPR masing-masing tidak kurang dari 281 juta barrel dan 37 juta
barrel. China merencanakan terus memperbesar kapasitas SPR-nya hingga 684
juta barrel atau setara dengan 90 hari total konsumsinya pada 2020. India
juga serupa, menargetkan kapasitas SPR menjadi 132 juta barrel pada tahun
2020.
Negara-negara yang tergabung
dalam International Energy Agency
(IEA) dan Uni Eropa, yang mayoritas bukan merupakan produsen minyak, sejak
tahun 2001, telah mewajibkan anggotanya untuk memiliki SPR dengan kapasitas
setara dengan 90 hari impor neto mintak mentah mereka.
Kita, yang sering mengaku
sebagai negara produsen minyak dan pertumbuhan ekonominya diklaim
mengimbangi China dan India, sama sekali tak memiliki SPR. Yang ada hanya
tangki-tangki penampungan minyak mentah sementara sebelum diolah di kilang
domestik ataupun menunggu diangkut pembeli dari luar negeri.
Pengimpor BBM terbesar
Dalam hal energi final utama,
bahan bakar minyak (BBM), pada saat negara-negara lain berlomba mencukupi
kebutuhan sendiri dengan menambah kapasitas kilang ataupun dengan menekan
konsumsi melalui diversifikasi sumber energi lain, kita malah semakin
”rajin” mengimpor dan ”siap” menjadi negara pengimpor BBM terbesar di
dunia.
Pada September lalu, dalam
sebuah laporannya, Wood Mackenzie menyebutkan status Indonesia sebagai
negara pengimpor BBM terbesar dunia akan terjadi pada 2018. Defisit BBM–dan
oleh karena itu, impor BBM–Indonesia akan melampaui gabungan defisit BBM AS
dan Meksiko.
Laporan itu menyebutkan defisit BBM Indonesia akan terus
meningkat dari 340.000 barrel per hari menjadi 420.000 barrel per hari.
Sementara defisit AS-Meksiko pada kurun yang sama akan turun dari 560.000
barrel per hari menjadi hanya 60.000 barrel per hari dan kemudian surplus
pada tahun berikutnya.
Patut dicatat bahwa angka
defisit dari Wood Mackenzie itu sebenarnya terlalu kecil. Realisasi impor
BBM pada 2012 lalu tercatat sudah mencapai 537.000 barrel per hari. Itu
berarti tidak perlu menunggu 2018 kita sudah akan bisa menjadi pengimpor
BBM terbesar di dunia.
Indikator yang lain tentu masih
banyak. Dua hal di atas, SPR dan kilang, barangkali juga masih terlalu
”canggih” untuk dipakai sebagai contoh. Yang lebih sederhana, mungkin
adalah pasokan listrik dari infrastruktur yang sudah ada. Ini pun rasanya
tak bisa diandalkan dengan seringnya terjadi pemadaman (bergilir) di banyak
wilayah di Indonesia, termasuk di Jabodetabek.
Dengan kata lain, ketahanan
energi nasional yang kita miliki sebenarnya masih sangat rapuh. Hal paling
mendasar, yaitu keamanan pasokan energi, masih sangat rentan terhadap
beragam potensi gangguan, baik dari aspek teknis-ekonomi, sosial-politik,
apalagi geopolitik. Jadi, kalau ada yang mengatakan ketahanan energi
nasional kita saat ini (sudah) kuat, menurut saya itu 3.000 persen bohong.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar